Menulis Sebagai Aktifitas Menyenangankan, Bukan Keterpaksaan

Potret Kemiskinan Ditengah Pembangunan

Tidak dinafikkan “pembangunan” yang berlansung di tengah masyarakat suatu pemerintahan negara pusat dan daerah sebagaimana klaim banyak pengamat, praktisi dan pemegang kebijakan telah berkontribusi besar bagi terciptanya perubahan dan perbaikan kehidupan masyarakat, baik di bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya. Pembangunan bidang ekonomi merupakan bidang paling cepat dan potensial mempengaruhi kehidupan masyarakat.

Salah satu indikator suatu negara atau daerah dikatakan maju, manakala tingkat pembangunan yang berlansung di dalamnya berjalan baik. Demikian halnya suatu negara atau daerah akan dikatakan terbelakang manakala pembangunannya berjalan lamban. Terutama pembangunan bidang ekonomi. Pembangunan yang berjalan lamban konsekuensinya telah membuka pluang menimbulkan kemiskinan, pengangguran dan tindak kejahatan.

Persoalan kemiskinan, pengangguran dan kesejahteraan selama ini memang menjadi tantangan tersendiri sejumlah negara. Bahkan negara-negara yang masuk kategori negara majupun tidak bisa melepaskan diri dari persoalan tersebut, apalagi negara yang kemampuan ekonominya memang berada di bawah rata-rata, dengan sistem birokrasi yang masih banyak diwarnai praktik korupsi, termasuk Indonesia dan NTB khususnya.

Pembangunan Untuk Siapa

Bukan persoalan mudah, persoalan kemiskinan, pengangguran dan tindak kejahatan bisa dientaskan. Manakala mesin birokrasi berjalan tidak sehat. Di NTB hampir semua kepala daerah dari propinsi, Kabupaten Kota yang pernah dan sedang mendapatkan kepercayaan dari masyarakat memimpin dan mengelola daerah sekarang, tidak satu pun di antara mereka yang tidak memiliki sederetan program kerja unggulan.

Mulai program pembanguna jangka pendek, menengah hingga jangka panjang. Program unggulan berbentuk pisik paling diminati sejumlah kepala daerah. Selain wujudnya nyata, pembangunan model ini secara politis dipandang memiliki nilai jual tinggi membangun pencitraan dan modal mencalonkan diri kembali sebagai kepala daerah pada periode selanjutnya. Tidak tanggung-tanggung, Anggaran yang digelontorkan pun mencapai ratusan hingga miliaran rupiah.

Celakanya program pembangunan pisik tersebut seringkali dilakukan secara sembarangan, tanpa melalui kajian dan analisis mendalam, baik dari sisi ketersediaan anggaran maupun relevansi program dengan tingkat kebutuhan masyarakat, ibarat seorang petani minta diberikan cangkul untuk menggarap sawah, tetapi yang diberikan malah parang. Kebijakan yang tidak tepat sasaran.

Banyaknya program dan tidak fokusnya perhatian pemerintah pada skala program prioritas, selain rawan menimbulkan penyimpangan, juga menjadikan sebagian program pembangunan yang dijalankan tidak tuntas dan memberikan hasil memuaskan. Sementara pengeluaran yang dihabiskan membiayai program-program tersebut tidak sedikit. Satu program bisa menelan anggara ratusan hingga miliaran rupiah. Ada kesan sebagian program tersebut dipaksakan. “hati ingin memeluk gunung, tapi apa daya tangan tak sampai”

Pemda NTB mestinya lebih memfokuskan perhatian pada program pembangunan yang lebih rill dibutuhkan masyarakat, seperti pendidikan, Kesehatan dan Infrastruktur jalan. Dan itu justru akan lebih efektif, dari sisi anggara maupun waktu. Ketimbang melaksanakan program banyak tetapi tidak memberikan hasil maksimal. Sekarang ini tanggung jawab terbesar pemerintah daerah Propinsi, Kabupaten Kota NTB.

Belum mampu memenuhi aspirasi masyarakat di bidang infrastruktur, khususnya jalan. Tercatat hampir sebagian besar ruas jalan Propinsi antar Kabupaten Kota kondisinya cukup memprihatinkan dan rusak parah. Jangan lagi berbicara jalan kecamatan dan desa. Kota Mataram saja sebagai pusat pemerintahan kondisi sebagian infrastrukturnya banyak yang sudah rusak parah.

Sementara program unggulan yang dicanangkan dari setingkat Propinsi hingga Kabupaten Kota misalkan, tergolong cukup banyak, dan menghabiskan anggaran tidak sedikit proyek mercusuar Islamic Center (IC). Yang dicangkan Pemprop NTB misalkan. Proyek ini tidak saja membutuhkan anggaran besar, tetapi menimbulkan dampak terhadap lingkungan sekitar, tergusurnya fasilitas umum berupa lapangan koni Kota Mataram, dan dua gedung sekolah.

Untuk membangun kembali fasilitas umum tersebut, pemerintah harus mengeluarkan anggaran tidak sedikit. Rencana walikota Mataram membangun pelabuhan Ampenan Harbour. Lagi-lagi berapa puluh kepala keluarga harus menjadi korban penggusuran akibat ambisi dan keserakahan penguasa, padahal persoalan sampah, infrastruktur dan kemiskinan masyarakat pesisir pantai belum mampu dituntaskan.

Pembangunan Bandara Internasional Lombok, atas nama pembangunan dan kemajuan, puluhan sampai ratusan hektar lahan pertanian masyarakat Tanak Awu Lombok Tengah, harus jadi korban penggusuran. Dampaknya ratusan kepala keluarga harus menganggur, karena kehilangan mata pencharian, pembangunan Kampus IPDN, berapa hektar lahan pertanian masyarakat sekitar harus dikorbankan.

Pembangunan memang tidak selamanya berbuah keberuntungan selama tidak dibarengi kajian, pertimbangan dan regulasi jelas dari pemerintah dalam mengelola dan mengatur berbagai program pembangunan di daerah, dan hanya akan menguntungkan sejumlah elit politik. Sebagian besar aturan dibuat terkadang lebih banyak menguntungkan pemegang kebijakan, ketimbang masyarakat.

Ujung-ujungnya yang paling merasakan imbasnya adalah masyarakat. Kasus sengketa lahan masyarakat Gili Trawangan dengan PT. WAH, kasus Tereng Wilis Lombok Timur, tambang emas disekotong, prusahaan tambang PTNNT di Sumbawa. Ketika terjadi sengketa dan aksi protes masyarakat, yang berahir di meja pengadilan. Bisa dipastikan yang keluar sebagai pemenang adalah pemerintah dan perusahaan.

Tercatat setiap agenda pembangunan, terutama pembanguna fisik yang pernah, sedang dan akan dilaksanakan Pemda NTB, sebagiannya sudah pasti menimbulkan dampak kurang menguntungkan dan menyisakan masalah baru bagi masyarakat. Setiap mendengar rencana pemerintah melaksanakan program pembanguna fisik, masyarakat senantiasa dihantui dan dibayang bayangi kecemasan dan rasa takut akan terkena penggusuran.

Meski muaranya bertujuan menciptakan kebermanfaatan bagi kepentingan bersama masyarakat. Pembangunan mesti harus mampu ditempatkan pada posisi yang proporsional, sebagai program yang tidak saja dilihat lebih dominan dari sisi keuntungan dan kebermanfaatannya, melainkan harus mampu diseimbangkan pula dengan kajian dan analisa mendalam mengenai dampak buruk dari setiap agenda pembangunan yang dicanangkan terhadap kepentingan masyarakat, dan lingkungan sekitar.

Konsep membangun tanpa menggusur, sistem manajemen birokrasi yang profesional, motivasi pembanguna yang dilakukan berdasarkan pertimbangan menciptakan kemaslah dan bukan berdasarkan ambisi kekuasaan membangun politik pencitraan, peka melihat dan cepat mengatsi berbagai persoalan yang mengemuka di tengah masyarakat, gemar turun berdialog secara lansung mendengarkan keinginan dan aspirasi masyarakat, justru akan lebih memberikan hasil, ketimbang membuat program banyak, tetapi tidak maksimal.

Apalah artinya sebuah pembangunan dan program kerja unggulan, kalau dalam realisasinya tidak banyak menciptakan kesejahteraan serta pemerataan dan hanya akan membuka pluang terjadinya penyimpangan, oleh sejum elit politik serta pelaksana program. Karena masyarakat memang tidak butuh bangunan gedung megah, pelabuhan yang menggusur rumah, tidak pula program yang wah. Masyarakat hanya butuh mendapatkan perhatian/pelayanan kesehata dan pendidikan murah, tersedianya infrastruktur jalan secara memadai sebagai penopang kegiatan prekonomian.

Posting Komentar

Terimakasih telah mengunjungi blog saya, komentar positif dan bersifat membangun akan menjadi masukan dan perbaikan

Ayo Menulis