Menulis Sebagai Aktifitas Menyenangankan, Bukan Keterpaksaan

Golput Bukan Kebodohan, Tapi Pilihan


Mentukan pilihan dalam sebuah perhelatan pemilukada seperti sekarang, ada sebagian orang dan masyarakat bingung menentukan pilihan dari sekian banyak calon, karena alasan dari semua calon yang ada, tidak satupun yang mereka pandang pantas untuk di jadikan sebagai pimpinan dan panutan.

Karena dalam politik memang sifat kemanusiaan, kejujuran, kewibawaan bahkan keimanan sekalipun bisa tergadaikan dan hanya sekedar kepura puraan dan rekayasa demi mendapatkan kekuasaan.

Justru yang lebih banyak berbicara adalah kepentingan, ambisi kekuasaan, kekayaan dan prilaku politisi dan penguasa yang kerap menjadikan masyarakat sebagai alat komoditi, batu loncatan dan sapi perahan mendapatkan kekuasaan.

Ketika tingkat kepercayaan masyarakat menemukan pemimpin yang bisa dipegang omongannya sudah mencapai puncak kejenuhan, maka pihan terahir adalah tidak melakukan pilihan alias Golput, karena dengan begitu merupakan salah satu cara menentukan pilihan untuk tidak memilih pemimpin yang tidak sesuai deangan keinginan.

Tetapi sering orang seringkali menyalah persepsikan, kalau Golput sebagai kebodohan, pilihan yang mencerdaskan, kesalahan dan kesia-siaan, termasuk MUI yang sampai memberikan vonis haram bagi masyarakat yang Golput.

Sekali lagi Golput bukan kebodohan, kesia-siaan apalagi keharaman, tetapi merupakan pilihan dan perlawanan bagi masyarakat terhadap kebanyakan calon pemimpin kepala daerah yang pandainya cuma bisa membual, menebar janji kebohongan dan sifat kemunafikan hanya demi mendapatkan kekuasaan

Perdebatan yang Tidak Mencerahkan


Lihatlah keempat pasangan calon Gubernur dan wakil Gubernur di bawah, raut dan ekpresi wajah mereka nampak ada yang sumeringah, ada juga yang seolah kelihatan sengaja didramatisir dalam kepura puraan menampilkan kewibawaan dan ketokohan sebagai figur yang didewakan demi meraup dukungan.

Dari wajah mereka juga seolah ingin menampilkan dan meyakinkan diri dan masyarakat, sebagai tokoh yang memang pantas dijagokan masyarakat sebagai pemimpin yang mampu menciptakan perubahan, membrantas kemiskinan, pengangguran dan melakukan pemerataan pembangunan

Ya hari ini sekitar Jam 80.00 tengah dilangsungkan debat kandidat dan bedah visi misi pasangan cagub dan cawagub yang diselenggarakan oleh KPU NTB di kantor DPRD Propinsi NTB, yang disiarkan lansung oleh TVon, Lombok TV dan TVRI NTB memperdebatkan visi misi dan program yang akan dicanangkan masing2 calon

Sebuah agenda dan tontonan yang terkadang begitu memuakkan untuk disaksikan, karena proses perdebatan yang berlansung tidak sebatas bualan dan pepesan kosong yang tidak mendidik dan mampu mencerahkan, layaknya tontonan bayolan lawakan yang hanya mampu menghibur dan memberikan kegembiraan pada saat permainan dilangsungkan, setelah lawakan selesai hanya tinggal kenangan

Perdebatan yang berlansung nantinya bisa dipastikan lebih banyak didominasi dengan prilaku dan sifat keakuan, kesombongan dan keangkuhan masing2 pasangan calon, mengklaim keberhasilan yang diukur dari banyaknya angka dan penghargaan yang didapatkan termasuk tidak jarang menggunakan atribut, simbol dijadikan sebagai bahan jualan

Dari keempat pasangan calon tersebut saya justru masih belum melihat dan masih ragu, apakah motivasi mereka mencalonkan diri, termasuk calon incumben memang murni demi kepentingan masyarakat NTB, atau sebatas bulan kosong sebagai alat membodohi rakyat dengan janji penuh kebohongan, hanya demi mendapatkan kekuasaan.

Justru yang lebih mencuat kepermukaan dari masing-masing calon adalah sikap dan ambisi kekuasaan. Karena dalam politik sifat kemanusiaan itu lebih berada pada posisi yang di nomorduakan, cendrung yang lebih banyak berbicara adalah kepentingan, dan kekusaan dan kepentingan golongan.

Catatan ini tidak hendak mau mempengaruhi anda dalam menentukan pilihan, tetapi apakah ia ketika sosok keteladanan dari beberapa calon pemimpin yang akan kita pilih saat ini, tidak satupun sesuai dengan kriteria pemimpin didambakan. Bukankan sama saja dengan membeli kucing dalam karung. Silahkan anda yang menentukan?



Pilkada dan Partisipasi Masyarakat


Silahkan gunakan hak pilih anda!, satu suara anda sangat menentukan nasib bangsa dan daerah!. Kurang lebihnya demikianlah salah satu bunyi iklan layanan masyarakat yang kerap disampaikan Komisi Pemilihan Umum (KPU) melalui media, menjelang Pemilu dan Pemilukada dilangsungkan, sebagai salah satu bentuk sosialisasi sekaligus himbauan kepada masyarakat menggunakan hak pilihnya, memilih kepala daerah sesuai dengan keinginan.

Demikian halnya yang dilakukan KPU NTB, menjelang pemilihan Gubernur dan wakil Gubernur 13 Mei mendatang, sosialisasi melalui sejumlah media masa mulai gencar dilakukan, mengenai peraturan, mekanisme dan tatacara cara dalam pemulukada, termasuk berupa himbauan kepada segenap lapisan masyarakat, menggunakan hak pilihnya dan tidak memilih Golput.

Himbauan tersebut selain dihajatkan sebagai upaya mendorong masyarakat menentukan calon kepala daerah lima tahun mendatang, secara demokratis dan sesuai hati nurani, sejatinya juga sebagai salah satu bentuk dorongan moral KPU kepada segenap lapisan masyarakat untuk ikut berpartisipasi memeriahkan perhelatan pesta demokrasi Pilkada yang diselenggarakan KPU, dengan menggunakan hak pilih masing-masing, dan tidak mejadi Golongan Putih (Golput).

Mengingat, salah satu persoalan paling sulit dihindarkan, sekaligus menjadi pekerjaan musiman KPU yang tidak kunjung mampu dientaskan sampai saat ini, adalah masih berlansung dan tumbuh suburnya fenomena Golput di tengah masyarakat. Golput menjelang suksesi Pemilukada dilangsungkan dipastikan sudah pasti ada ditemukan di tengah masyarakat, khususnya kalangan masyarakat menengah ke atas.

Bagi sebagaian besar masyarakat menengah keatas, pilihan Golput terkadang dilakukan, bukan karena persoalan ketidaktauan mapun kurangnya informasi didapatkan. Pilihan Golput justru tidak jarang dilakukan atas kesadaran dan pertimbangan rasional sebagai pilihan. Ini dilakukan sebagai bentuk perlawanan, rasa  frustasi dan krisis kepercayaan masyarakat terhadap kualitas kepemimpinan calon kepala daerah, merealisasikan aspirasi masyarakat mengentaskan kemiskinan, pengangguran dan melakukan percepatan dan pemerataan pembangunan.

Baik yang sudah maupun hendak maju mencalonkan diri sebagai kepala daerah pada Pemilukada yang hendak dilangsungkan. Sementara bagi masyarakat kalangan bawah, meski tidak dipungkiri Golput juga dilakukan karena faktor mulai memudarnya kepercayaan masyarakat terhadap kualitas dan kapasitas jiwa kepemimpinan calon kepala daerah menjadi pertimbangan utama, juga sebagiab besarnya disebabkan karena arus informasi dan sosialisasi dilakukan KPU di tingkat masyarakat bawah tergolong minim.

Fenomena Golput cendrung dilakukan karena faktor pemahaman/pengetahuan sebagian besar masyarakat mengenai informasi, tatacara, termasuk mekanisme pemilukada tergolong masih lemah. Parahnya, untuk pemilih yang berdomisili di plosok pedesaan dan perkampungan, sosialisasi dan pengarahan mengenai tatacara pencoblosan terkadang seringkali dilakukan panitia pemungutan suara (PPS) menjelang hari pencoblosan.

Sehingga kalau berbicara soal efektivitas, jelas tidak tidak akan mampu memberikan pemahaman secara maksimal kepada masyarakat. Mengingat informasi termasuk iklan berupa himbauan dan ajakan kepada masyarakat menggunakan hak pilihnya pada pelaksanaan pemilukada dilangsungkan, yang disampaikan melalui media tidak sepenuhnya mampu menjangkau segenap lapisan masyarakat, melainkan hanya sebagian kecil kelompok masyarakat.

Segencar dan sehebat apapun KPU melakukan sosialisasi, memasang iklan layanan masyarakat, kalau hanya melalui media masa, tidak akan mampu menjawab beberapa persoalan di tengah masyarakat, khususnya masyarakat kalangan bawah. Terbukti persolan Golput, kertas suara batal termasuk masalah daftar pemilih tetap (DPT) seringkali menjadi persoalan di lapangan, membuka peluang terjadinya praktik kecurangan dan memicu sejumlah calon melakukan gugatan.

Pola sosialisasi melalui media masa yang digunakan KPU selama ini memang terbuti terdapat berbagai kelemahan. KPU sebagai pihak yang dipercaya dan paling bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pemilukada, dalam melakukan sosialisasi dan menyampaikan informasi kepada masyarakat, tidak semestinya hanya bertumpu melalui pemanfaatan media masa semata, melainkan juga mesti menggunakan cara lain.

Termasuk dengan menggandeng sejumlah tokoh pemuda, agama, masyarakat termasuk semua prangkat pemerintahan mulai dari tingkat Kabupaten, Kecamatan, prangkat desa hingga kepala dusun (Kadus) mengkampanyekan pemilukada damai, menghimbauan masyarakat menggunakan hak pilihnya, dan tidak Golput. Sehingga berbagai informasi mengenai  seputar pemilu maupun pemilukada akan cepat sampai di tengah masyarakat, dengan tenggang waktu sebelum suksesi pelukada dilangsungkan.  

Melakukan sosialisasi, penyampaian informasi, ikut mengawasi jalannya pelaksanaan pemilukada dan mencegah terjadinya praktik kecurangan memang tidak bisa dibebankan di atas pundak KPU semata, melainkan menjadi tanggung jawab bersama segenap lapisan masyarakat, tanpa terkecuali calon kepala daerah, tim pemenangan, simpatisan dan partai politik sebagai pihak yang terlibat dan berkepentingan di dalamnya.

Ayo Menulis