Menulis Sebagai Aktifitas Menyenangankan, Bukan Keterpaksaan

Tertawalah Sebelum Tertawa Itu Dilarang


Info Menarik
Banyak orang yang menyepelekan manfaat nge-joke. Padahal, dalam humor banyak sekali manfaat yang didapat. Selain pikiran jadi rileks, hati senang, otot wajah pun jadi terlatih untuk terlihat lebih fun sehingga berpengaruh ke penampilan. Makanya, banyak orang yang bilang, perbanyaklah humor agar awet muda.

Konon, Raja Sulaiman pernah berujar, “ Hati yang riang bagaikan obat yang mujarab.” Demikian pula dengan seorang penemu ilmu psikoanalisis, Sigmund Freud, “ Berkelakar seharusnya jangan dilukiskan sebagai hal yang tidak bergunaatau tanpa tujuan. Karena tujuannya justeru untuk menciptakan perasaan senang di hati para pendengarnya.”

Nah, bagi Anda yang masih meremehkan manfaat humor, coba disimak manfaat humor di bawah ini :
Setiap orang tertawa beberapa kali sehari dengan alasan yang berbeda, misalnya karena mendengar lelucon, menonton film komedi atau membaca buku komik. Rasa humor adalah salah anugerah penting yang kita miliki, dan tertawa mengungkapkan perasaan bahagia. Humor dan tawa menyebabkan efek kumulatif dari rasa senang dan kegembiraan. Selain sebagai ekspresi rasa senang atau kegembiraan, humor dan tawa menawarkan sejumlah manfaat kesehatan yang positif.

Tertawa membuat kita lebih mudah menghadapi tantangan yang berbeda dalam kehidupan. Hal ini meningkatkan dan memperkuat sistem kekebalan tubuh dan membantu mencegah sejumlah penyakit. Terapi tawa dapat digunakan untuk menyembuhkan beberapa penyakit seperti hipertensi, maag, rematik, stroke, diabetes dan bahkan penyakit jantung.  Selain itu, tertawa dapat menjadi relaksasi yang baik dalam mengurangi stres dan depresi.

Manfaat tertawa bagi kesehatan fisik
Tertawa tidak hanya terkait dengan ekspresi wajah, tetapi juga menyebabkan sejumlah perubahan kimia dalam tubuh. Derai tawa yang baik membantu pengeluaran enzim dan hormon bermanfaat untuk membantu fungsi normal berbagai organ tubuh. Hal ini disebabkan adanya hubungan antara tertawa dan stimulasi otak dan kelenjar yang berbeda. Tertawa meningkatkan tubuh melepaskan antihistamin alami, mengaktifkan T-sel yakni anti-biotik alami yang diproduksi dalam tubuh. Dengan demikian meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan melawan infeksi untuk mencegah berbagai penyakit.

Tertawa mengurangi kadar hormon tertentu, yaitu kortisol, epinephrine dan dopac, yang berhubungan dengan respon stres. Oleh karena itu membantu meringankan stres, depresi, kecemasan, kesedihan dan kemarahan. Tertawa juga mengurangi rasa sakit dengan melepaskan hormon, endorfin. Tertawa terbukti sangat bermanfaat bagi orang yang menderita hipertensi karena  tertawa dapat membantu menurunkan tekanan darah ke normal. Tertawa menyebabkan pernapasan lebih dalam dan peningkatan aliran darah, karena oksigen dan nutrisi penting yang dipasok ke seluruh bagian tubuh.

Tertawa adalah latihan yang baik untuk pernafasan, perut, punggung kaki, dan otot-otot wajah. Memperlancar fungsi usus, sebagai organ pijat perut dan memperkuat otot-otot perut. Kegiatan ini menguntungkan untuk pencernaan serta penyerapan. Tertawa juga membantu membakar kalori dan bermanfaat untuk menurunkan berat badan.
Selain manfaat kesehatan fisik, tertawa menawarkan beberapa manfaat kesehatan psikologis, yakni meningkatkan kepercayaan diri dan memberikan kekuatan mental untuk menghadapi konflik dan tantangan dalam hidup. Hal ini juga membantu kita keluar dari kecemasan dan depresi, memudahkan kita melupakan semua ketegangan dalam kehidupan kita sehari-hari yang selalu sibuk.

Tertawa meningkatkan kemampuan kita untuk berhubungan dengan orang lain. Hal ini juga menyebabkan sejumlah perubahan perilaku. Ini membuat kita bersemangat dan meningkatkan minat kami dalam kegiatan sehari-hari.

Tertawa juga menawarkan banyak manfaat sosial. Seseorang dengan wajah tersenyum selalu populer di antara kelompok atau rekan-rekannya. Tertawa mengurangi jarak antara diantara individu dan mendekatkan mereka bersama-sama. Hal ini meningkatkan komunikasi yang sehat dengan orang lain.
Tertawa positif mempengaruhi banyak aspek kehidupan kita, termasuk kesehatan, kesejahteraan dan energi, yang menyebabkan hidup, sehat kualitas. Jadi, kalau senyum dapat meningkatkan nilai wajah, tertawa memberi manfaat bagi kesehatan fisik dan psikologis kita.

Masyarakat, Kenyang Dulu Damai Kemudian

Dialog Publik TVRI NTB
Jum’at (9/28) kemarin saya bisa berkesempatan hadir mengikuti acara dialog publik “Meretas Konflik Komunal di Tengah Masyarakat” yang diadakan Nusa Tenggara Center (NC) secara live di TVRI NTB. Tadinya saya berharap banya, acara yang menghadirkan beberapa nara sumber dari unsur akademisi, kepala Bangkespoldagri Propinsi NTB dan kepolisian tersebut, akan lebih banyak membuka ruang melakukan dialog dengan masyarakat maupun peserta yang hadir, mencari akar persoaalan pemicu terjadi konflik komunal ditengah masyarakat, serta merumuskan langkah kongkrit mengatasi persoalan tersebut.

Karena bagaimanapun yang menjadi pelaku, banyak tau pemicul timbulnya konflik dan terlibat secara lansung adalah masyarakat, guna mendapatkan informasi secarah utuh dan berimbang. Untuk itu setiap upaya membahas, merumuskan upaya pencegahan konflik yang berlansung, mesti porsinya lebih banyak melibatkan peran serta dan partisi masyarakat, termasuk pada acara dialog publik kemarin.

Dalam beberapa kesempatan acara dialog, maupun berita yang diturunkan media, tentang konflik yang terjadi di tengah masyarakat, yang lebih banyak berbicara dan menjadi nara sumber cendrung didominasi para pengamat, aparat hukum dan pemerintahan. Statement dan komentar yang dilontarkan ketikan dijadikan sebagai pembicara maupun nara sumber, meski secara tidak lansung, seringkali berahir pada kesimpulan, bahwa timbulnya konflik komunal merupakan kesalahan masyarakat.

Dalih masih kurangnya kesadaran masyarakat, tidak taat dan patuh pada aturan, norma agama, adat istiadat, egoism serta rasa keakuan masyarakat merasa diri paling kuat/hebat, senantiasa menjadi barang dagangan dan kambing hitam sejumlah pengamat, aparat hukum maupun pemerintahan senantiasa menimpakan kesalahan kepada masyarakat. Demikian halnya dialog publik yang diadakan NC jum’at kemarin, bagi saya belum mengarah pada upaya mencari solusi penyelesaian.

Pemaparan ketiga nara sumber tersebut tersebut justru saya lihat, lebih mengarah pada sebuah kesimpulan, bahwa seolah akar pemasalahannya hanya bertumpu pada masyarakat. Padahal ada banyak factor pemicu timbulnya konflik komunal di tengah masyarakat. Sebut saja factor kesenjangan social ekonomi dan pembangunan. Tidak dinafikkan kesenjangan di bidang ekonomi dan pembangunan masih tetap ditemukan antara miskin dan kaya, perkotaan pedesaan, ketimpangan dan perlakuan diskriminatif pemerintah bukan rahasia umum untuk disaksikan.

Politik sektarian juga cukup kental nuansanya dalam setiap agenda pembangunan yang dilaksanakan para pemegang kebijakan, secara tidak lansung semakin memperlebar pluang terjadinya ketimpangan kelompok satu dengan kelompok lain dan daerah satu dengan daerah lainnya ditengah masyarakat. Dan praktik politik model ini memang tidak sekedar wacana, melainkan memang masih tetap ada berlansung sampai sekarang.

Sseorang kawan bercerita bagaima seorang warga dalam salah satu kesempatan meminta kepada bupatinya memperhatikan pembangunan jalan di wilayahnya, yang kondis jalan tersebut tergolong cukup parah, yang mengejutkan, bupati tersebut secara spontan dan tanpa merasa beban menjawab, “wah kalau daerah situ, dulu kebanyakan masyarakat tidak memilih saya, jadi mohon maf nanti dulu, kata kawan tersebut menirukan kata-kata bupati. 

Adanya ketimpangan seperti ini, lambat laun menimbulkan rasa frustasi dengan lingkungan sekitar yang sudah tidak lagi mampu memberikan rasa nyaman, kesejahteraan dan rasa keadilan. Dari sini mulai timbul/terbangun rasa ketidak percayaan masyarakat terhadap pemerintah. Dalam kondisi semacam ini, masyarakat biasanya mudah sekali tersulut emosi, terlibat perkelahian, dari perorangan hingga bentrokan besar-besaran

Disis lain ruang-ruang publik berupa lembaga pendidikan, termasuk Perguruan Tinggi (PT) yang tadinya di harapkan sebagai wadah melahirkan pribadi yang memiliki sikap keteladanan, justru telah berubahh menjadi tempat menyeramkan penuh dengan persaingan, permusuhan dan jauh dari sikap cerminan keteladanan. Lembaga PT lebih santer dengan muatan politis ketimbang muatan akademis.

Pertanyaanya, bagaimana mau menuntut masyarakat beriman, serta taat pada norma-norma dan aturan, sementara rakyat masih kelaparan, dan betapa sulitnya menemukan sosok pemimpin/guru teladan meski di lembaga pendidikan sekalipun.

Moratorium PNS dan Pendidikan Keterampilan

PNS
Tindakan pemerintah memberlakukan moratorium PNS, boleh saja dinilai sebagai kebijakan, yang dalam pandangan sejumlah pakar dan pengamat, sebagai langkah efektif mengatasi defisit anggaran, yang saat ini sedang mengalami kebangkrutan, karena terlalu banyak terkuras untuk membiayai belanja pegawai dan birokrasi pemerintahan. Meski kebijakan ini tergolong sebagai langkah tepat, bukan berarti mampu menuntaskan berbagai permasalahan yang ada.

Karena tidak dibarengi dengan langkah kongkrit memberikan solusi/alternativ bagi masyarakat, mengantisipasi dampak di balik kebijakan yang diberlakukan. Tidak berlebihan kebijakan ini di mata sebagian masyarakat selain dinilai  diskriminatif, juga terkesan mencidrai rasa keadilan masyarakat. Mengapa pengamat dan pemegang kebijakan menimpakan kesalahan hanya bertumpu pada satu lembaga (kepegawaian), sebaga pemicu terjadinya defisit anggaran?.

Besarnya dana tunjangan pejabat birokrasi pemerintahan, biaya perjalanan dinas anggota dewan yang justru menghabiskan banyak anggaran tidak menjadi sorotan. Bagaimana prilaku anggota dewan demikian arogan dan tidak malu-malu menolak perumahan yang menghabisan anggaran sampai ratusan juta, hanya karena dalih tidak memenuhi kelayakan.  Belakangan, malah meminta kenaikan anggaran untuk sewa perumahan.

Kondisi ini tentu bertolak belakang dengan apa yang selama ini dikampanyekan pemerintah dan angota dewan yang demikian getol/gencarnya menyuarankan penghematan anggaran. Bagaimana pun kebijakan ini dipandang efektif, setidaknya telah menyisakan permasalahan baru bagi masyarakat, di mana ruang mendapatkan kesempatan kerja semakin mengalami penyempitan.  Mengaharap  mendapatkan  pekerjaan di prusahaan swasta tidaklah mudah. Mengingat pertumbuhan prusahaan industri swasta yang ada di NTB, tergolong masih sangat minim.

Menjalankan usaha secara mandiri, selain tidak memiliki keterampilan, seringkali terbentur masalah permodalan.  Meski pemerintah telah menggelontorkan program Kredit Usaha Rakyat (KUR), banyak kalangan masyarakat mengakui, mekanisme peminjaman  yang terkesan berbelit-belit dan terlalu birokratis, menjadikan masyarakat malas untuk melakukan peminjaman.

Karena itu rasanya tidak ada celah bagi para pengamat praktisi pendidikan,  pemerintahan, maupun wakil rakyat,  menyalahkan sepenuhnya masyarakat, mahasiswa dan sarjana,  sebagai pribadi yang pemalas/tidak kreatif menciptakan lapangan pekerjaan, kalau peraturan dan iklim yang bisa menjadikan masyarakat lebih kreatif tidak mampu diciptakan pemerintah.

Pendidikan Keterampilan.
Pesatnya pertumbuhan angkatan kerja, yang tidak mampu dibarengi ketersedian lapangan pekerjaan yang memadai, mau tidak mau menuntut pemerintah dan pemegang kebijakan pendidikan agar  senantiasa bisa melakukan inovasi, mengelola dan mendisain sistem dan arah kebijakan pendidikan yang selain mampu melahirkan output yang berkarakter, juga memiliki keterampilan sebagai bekal ketika telah berada di tengah masyarakat.
Tidak bisa dipungkiri dari sekian persen lembaga pendidikan yang ada, hanya sebagian kecil yang sudah mengarah pada kurikulum pendidikan berbasis keterampilan. Kebanyakan lembaga pendidikan yang ada, terutama di NTB, dari tingkat paling bawah sampai sekelas lembaga pendidikan tinggi sekalipun, model pendidikan yang berlansung cendrung masih berkutat pada materi pembelajaran yang sifatnya teoritis dan hafalan, terkesan kaku dan monoton, karena dilakukan secara berulang-ulang pada setiap jenjang pendidkan.  

Ada beberapa mata pelajaran misalnya, pengajarannya bisa dipersingkat, yang isinya sebenarnya tidak terlalu jauh berbeda, semenjak diajarkan dari  Sekolah Dasar, sampai SMA. Materinya pun itu-itu saja, hanya mengulang-ulang teori dan pemahaman yang sama. Ini kemudian berdampak terhadap kesiapan mentalitas peserta didik ketika keluar dari lembaga pendidikan. kebanyakan peserta didik maupun mahasiswa ketika berada di tengah masyarakat merasa kelimpungan dan tidak siap berkompetisi mendapat/menciptakan lapangan kerja sendiri, hanya berbekalkan ijazah dan gelar kesarjanaan.

Kalau saja waktu tiga tahun dimanfaatkan melakukan pemberdayaan keterampilan, justru akan memberikan dampak lebih positif bagi keberlansungan hidup para peserta didik ke depannya. Pengamat social, Komarudin Hidayat dalam sebuah diskusi dengan salah satu anggota DPRI bidang pendidikan, yang diselenggarakan Metro TV, dalam acara Metro corner mengakui kalau sistem pendidikan sekarang  porsinya memang masih belum terlalu banyak mengarah pada pembentukan peserta didik yang terampil.

Kebijakan pemerintah memberlakukan moratorium PNS selain sebagai upaya pemerintah mengatasi defisit anggaran yang hampir mengalami kebangkrutan, khususnya NTB sejatinya sebagai sebuah isyarat /sinyal peringatan bagi pengamat, praktisi dan pemegang kebijakan pendidikan, melakukan evaluasi sistem pendidikan NTB dari orientasi pencari pekerja menjadi pencipta lapangan pekerjaan.  Salah satunya melalui pendidikan keterampilan.
Di NTB terobosan semacam ini sebenarnya sudah mulai dilakukan, baik yang diprakarsai pihak swasta maupun pemerintah, semenjak beberapa tahun terahir dengan mendirikan lembaga-lembaga kursus keterampilan yang tersebar di seluruh kabupaten kota, seperti Balai Latihan Kerja (BLK), di tambah dengan mendirikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), yang membekali siswa dengan berbagai keterampilan, yang nantinya diharapkan menjadi bekal siswa untuk hidup lebih mandiri.

Kurikulum pembelajaran pun tidak lagi berbicara banyak masalah teori dan hafalan semata, sebagaimana kebanyakan sekolah sederajat. Melainkan lebih pada praktik lapangan, supaya pada saat di lapangan siswa tidak mengalami kegamangan. Dalam perjalanannya meski sudah berlansung lama, dampak/efek dari kebijakan ini, tergolong masih belum terlalu maksimal manfaatnya terlihat dalam mengurangi angka pengangguran.

Selain iklim yang mendukung masyarakat untuk  tumbuh sebagai tenaga-tenaga terampil dan kreatif belum banyak tercipta, masih minimnya keinginan dan minat peserta didik masuk, mempelajari dan menekuni pendidikan keterampilan yang tersedia,  turut menjadi salah satu penghambat melahirkan tenaga-tenaga terampil di tengah masyarakat.

Persoalan lain adalah masih terfokusnya penerapan pendidkan keterampilan hanya pada lembaga pendidikan tertentu. Semestinya pendidikan keterampilan tidak hanya diberikan/ajarkan di BLK, atau SMK, namun bisa juga diajarkan di semua lembaga dan jenjang pendidikan sederajat, tentunya disesuaikan dengan standar dan tingkat kemampuan siswa. Dari hal paling sederhana semisal pendidikan disain grafis, menjahit, kaligrapi dan sederetan keterampilan lain, yang selain bernilai ekonomis tinggi, juga mendorong setiap orang lebih mandiri.

Kedepan  permasalahan yang  dihadapi pemerintah tentu tidak akan sama dengan sekarang, bahkan mungkin akan lebih kompleks, dan menguras banyak energi, kalau tidak pandai-pandai berinovasi dan mengambil tidakan antisipasi, melalui pembekalan pendidikan keterampilan kepada masyarakat, sebagai salah satu upaya/ikhtian pengentasan kemiskinan dan pengangguran. Semoga

Khutbah Jum'at yang Membosankan

Khotib
Dalam beberapa kesempatan jum'atan di sebagian besar masjid, saya seringkali di buat ngantuk dan jenuh mendengarkan materi-materi khutbah yang disampaikan sejumlah khotib jum'at. Selain kemampuan menyajikan materi khutbah tergolong lemah, dari sisi kemampuan komunikasi dengan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami jama'ah juga jauh dari harapan.

di sisi lain materi khutbah yang disampaikan juga cendrung monoton dan terkesan kaku pada seputar persoalan2 kelasik/masa lampau. Sejumlah khotib di beberapa masjid terkadang tidak mampu menghadirkan persoalan yang lebih dekat dan kontekstual dengan permasalahan dan kehidupan sehari hari masyarakat.

Sebutlah pentingnya memelihara sikap kedermawanan, tolong menolong, toleransi antar umat beragama dan menghargai perbedaan dengan bahasa yang dalam istilah menulis bisa disebut tulisa "renyah dan mudah dikunyah". meski tidak dipungkiri kalau ada beberapa khotib yang pernah menyampaikan materi semacam itu.

Materi dan isi khutbah yang tidak kontekstual, monoton, kepanjangan bertele-tele, dengan komunikasi kurang memotivasi, justru lebih banyak mengundang akan mengundang rasa kantuk, grutuan ketimbang pujuian dari jamaah. Malahan ada salah satu masjid di Kota Mataram, yang materi2 kata-kata dalam khutbahnya sedikit berbau propokatif dan kurang elok didengar. Misalkan dengan mengatakan "bedebah Amerika"

Persoalan lain yang menyebabkan khutbah jum'at terkadang menjadi membosankan, serta kurang mendapatkan tempat di hati sebagian jamaah, akibat masih banyak didominasi orang2 tua. Semestinya tokoh2 muda harus lebih banyak digunakan yang sedikit tidak memilki pemikiran segar dan mencerahkan. Amin

Meruntuhkan Dominasi Politik Ketokohan.


Jokowi
Pemilihan calon Gubernur dan calon wakil Gubernur DKI Jakarta yang berlansung hari, akan menjadi bukti, saksi sejarah sekaligus pelajaran berharga bagi masyarakat indonesia, dan sederetan politisi NTB, khususnya masyarakat NTB.

dan Kalau sampai pasangan Jokowi Ahok terpilih sebagai Gubernur DKI Jakarta, akan menjadi catatan dan pelajaran penting bagi kita, bahwasanya memilih pemimpin yang bisa menciptakan perubahan dan kesejahteraan bagi masyarakat, semestinya bukan lahir atas dasar ketokohan, warisan apalagi karena faktor keturunan.

Tetapi memilih pemimpin berdasarkan bukti dan prestasi kerja secara nyata, bukan atas dasar banyaknya penghargaan yang didapatkan, banyaknya pujian, ucapan selamat dan seringnya memasang iklan pencitraan.

sosok jokowi semestinya banyak dijadikan sebagai teladan bagi sebagian besar kepala daerah dan sejumlah politisi di NTB yang sebagian besar waktunya dihabiskan menghabiskan anggaran dan sibuk membangun pencitraan.

Saya rasa sudah saatnya masyarakat NTB dalam menentukan pilihan lebih sedikit rasional, bukan emosial memilih pemimpin hanya karena dia ditokohan, faktor keturunan, karena tidak akan bisa membawa kesejateraan, malahan tidak menutup kemungkinan aakan semakin menimbulkan kemiskinan dan kemelaratan, karena pemimpin model ini biasanya kerjaanya cuma sibuk bagi2 kekuasaan, membangun pencitraan.

Isu maupun faktor agama saya rasa sudah tidak layak jual dan basi dijadikan sebagai ukuran menentukan pilihan, karena tidak jarang agamapun dalam kancah politik seringkali diperjual belikan oknum calon kepala daerah dan politisi demi mendapatkan kekuasaan

Budaya Nyongkolan dan Kemacetan Jalan


Budaya nyongkolan dalam tradisi masyarakat lombok merupakan suatu hal yang sudah tidak asing lagi kita saksikan. Hampir dalam setiap kesempatan acara merariq (pernikahan) terune dait dedare (pemuda dan wanita) acara nyongkolan senantiasa dilakukan. Bahkan akan tidak terasa apdol suatu acara pernikahan antara muda mudi tersebut manakala tidak dibarengi dengan acara nyongkolan

Karena nyongkolan selain dipandang sebagai sebuah tradisi, didalamnya juga melibatkan pertaruhan gengsi dan pencitraan diri pihak mempelai laki-laki di tengah masyarakat. Tidak heran kemudian terhitung semenjak mulai dari acara gawean sampai acara nyongkolan, kebanyakan masyarakat di Lombok sampai berani menghabiskan biaya mulai dari jutaan sampai puluhan juta rupiah.

Acara nyongkolan dalam banyak sisi juga mengandung nilai-nilai pendidikan yang cukup tinggi. Nyongkolan telah memupuk rasa solidaritas sosial diantara masyarakat, yang dapat semakin mempererat hubungan kekerabatan dan kekeluargaan diantara sesama warga masyarakat. Inilah yang kemudia menjadi salah satu alasan terkuat mengapa budaya nyongkolan senantiasa masih tetap diplihara dan dilaksanakan masyarakat dalam setiap acara pernikahan.

Tidak mengherankan, hampir dalam setiap kesempatan menjelang siang/petang, di sepanjang jalanan, acara nyongkolan akan selalu ada ditemukan, dan senantiasa menjadi tontonan yang menyenangkan. Namun di balik itu, tidak jarang mengundang banyak gerutuan/kekecewaan para pengguna kendaraan, karena mengalami kemacetan oleh kerumunan penonton dan iring-iringan mereka yang mengikuti acara nyongkolan.


Ditambah lagi dengan jumlah kendaraan yang hampir setiap harinya terus mengalami peningkatan, mengakibatkan kemacetan lambat laun semakin tidak terelakkan. Tercatat di sepanjang jalan, iring-iringan masyarakat yang melaksanakan nyongkolan terkadang tidak hanya satu iringan. Dalam waktu tertentu jumlahnya bisa mencapaia dua sampai tiga iring-iringan, dan tidak jarang mengakibatkan terjadinya kemacetan panjang hingga sekian kilo meter.


Ditambah ruas jalan yang lebarnya tidak seberapa, membuat kemacetan jalan semakin tidak karuan. Sehingga dalam sebuah kesempatan sempat beredar selentingan wacana bagaimana, kalau setiap masyarakat yang hendak melaksanakan acara nyongkolan, harus mengantongi izin dari pihak kepolisian. Malahan isu yang paling santer beredar, kalau akan diberlakukan fatwa haram terhadap acara nyongkolan. Karena selain dinilai seringkali mengakibatkan kemacetan jalanan, nyongkolan tidak jarang melalaikan orang dari menjalankan kewajiban.


Ya! Apapun alasan dan dalih pembenaran yang digunakan oleh sebagian kalangan dalam menilaia nyongkolan, sebagai salah satu penyebab kemacetan. Sebagai masyarakat yang senantiasa menjunjung tinggi nilai budaya dan kearifan lokal, kita semua tentu tidak sepakat, kalau berbagai selentingan statemen yang diwacanakan selama ini kemudian mengarah pada upaya pendiskriminasian budaya nyongkolan.
Karena sejatinya langkah semacam itu, bukan merupakan jalan yang dapat menyelesaikan permasalahan, tetapi justru bisa berpotensi menimbulkan kesalah pahaman diantara masyarakat.



Dari itu diperlukan langkah-langkah preventif, dengan mempertemukan berbagai pihak dan semua kalangan, mulai dari tokoh agama, adat, masyarakat dan aparat keamanan untuk duduk bersila secara bersama-sama mencari jalan alternatif dalam menyelesaikan persoalan ini secara bijaksana tanpa harus menimbulkan gesekan sosial diantara sesama masyarakat.
Yang tidak hanya bisa berdampak besar terhadap keberlansungan hubungan kekerabatan diantara sesama masyarakat, namun bisa mempengaruhi stabilitas politik/pemerintahan, yang dalam banyak sisi memegang peranan penting terhadap keberlansungan pemerintahan, termasuk menyukseskan agenda pembangunan yang sedang berlansung didaearah sekarang ini, dengan mulai beroprasinya bandaran internasional Lombok (BIL).



Kelancaran dan ketersedian infrastruktur jalan yang memadai menjadi pertaruhan besar bagi pemerintah NTB, kalau ingin berbagai agenda pembangunan diberbagai aspek yang sedang berlansung saat ini bisa memberikan hasil memuaskan, khususnya di bidang pariwisata dan kebudayaan sebagai salah satu aset potensial bagi sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Termasuk didalamnya budaya nyongkolan, sebagai salah satu ciri khas budaya local NTB.



Untuk itu, rasanya tidak ada celah atau alasan pembenaran kemudian untuk mengatakan apalagi menyalahkan budaya nyongkolan sebagai pemicu terjadinya kemacetan jalan. Sekarang ini yang terpenting adalah bagaimana pemerintah dan segenap lapisan masyarakat secara kreatif mampu mengelola berbagai potensi budaya di NTB. Selain menempatkannya sebagai budaya yang harus tetap diplihara kelestariannya.



Keberadaan budaya seperti nyongkolan juga harus mampu diberdayakan sebagai media promosi pariwisata dan kebudayaan local lainnya kepada setiap wisatawan asing yang berkunjung ke NTB, khususnya Lombok sebagai sentral transportasi udara bertarap internasional, tentu menjadi keistimewaan/berkah tersendiri bagi masyarakat setempat, untuk lebih cepat dikenal oleh setiap wisatawan yang berkunjung, mulai dari kultur budaya, keindahan alam hingga potensi ekonomi lain.



Kalau ini mampu dikelola/dimanfaatkan secara baik, dengan pesona keindahan alam yang ada sekarang ini, bukan tidak mungkin dua empat tahun kedepan NTB menjadi salah satu daerah favorit, tujuan berlibur bagi para wisatawan mancanegara sebagaimana daerah lainnya, seperti Denpasar Bali. Dimana iklim investasi dan pertumbuhan ekonomi dipastikan akan tumbuh pesat, yang muaranya bisa di pastikan akan semakin mempetebal pundi-pundi kekayaan Pemda dan pemkab Lombok Tengah.

Potret Kemiskinan Ditengah Pembangunan

Tidak dinafikkan “pembangunan” yang berlansung di tengah masyarakat suatu pemerintahan negara pusat dan daerah sebagaimana klaim banyak pengamat, praktisi dan pemegang kebijakan telah berkontribusi besar bagi terciptanya perubahan dan perbaikan kehidupan masyarakat, baik di bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya. Pembangunan bidang ekonomi merupakan bidang paling cepat dan potensial mempengaruhi kehidupan masyarakat.

Salah satu indikator suatu negara atau daerah dikatakan maju, manakala tingkat pembangunan yang berlansung di dalamnya berjalan baik. Demikian halnya suatu negara atau daerah akan dikatakan terbelakang manakala pembangunannya berjalan lamban. Terutama pembangunan bidang ekonomi. Pembangunan yang berjalan lamban konsekuensinya telah membuka pluang menimbulkan kemiskinan, pengangguran dan tindak kejahatan.

Persoalan kemiskinan, pengangguran dan kesejahteraan selama ini memang menjadi tantangan tersendiri sejumlah negara. Bahkan negara-negara yang masuk kategori negara majupun tidak bisa melepaskan diri dari persoalan tersebut, apalagi negara yang kemampuan ekonominya memang berada di bawah rata-rata, dengan sistem birokrasi yang masih banyak diwarnai praktik korupsi, termasuk Indonesia dan NTB khususnya.

Pembangunan Untuk Siapa

Bukan persoalan mudah, persoalan kemiskinan, pengangguran dan tindak kejahatan bisa dientaskan. Manakala mesin birokrasi berjalan tidak sehat. Di NTB hampir semua kepala daerah dari propinsi, Kabupaten Kota yang pernah dan sedang mendapatkan kepercayaan dari masyarakat memimpin dan mengelola daerah sekarang, tidak satu pun di antara mereka yang tidak memiliki sederetan program kerja unggulan.

Mulai program pembanguna jangka pendek, menengah hingga jangka panjang. Program unggulan berbentuk pisik paling diminati sejumlah kepala daerah. Selain wujudnya nyata, pembangunan model ini secara politis dipandang memiliki nilai jual tinggi membangun pencitraan dan modal mencalonkan diri kembali sebagai kepala daerah pada periode selanjutnya. Tidak tanggung-tanggung, Anggaran yang digelontorkan pun mencapai ratusan hingga miliaran rupiah.

Celakanya program pembangunan pisik tersebut seringkali dilakukan secara sembarangan, tanpa melalui kajian dan analisis mendalam, baik dari sisi ketersediaan anggaran maupun relevansi program dengan tingkat kebutuhan masyarakat, ibarat seorang petani minta diberikan cangkul untuk menggarap sawah, tetapi yang diberikan malah parang. Kebijakan yang tidak tepat sasaran.

Banyaknya program dan tidak fokusnya perhatian pemerintah pada skala program prioritas, selain rawan menimbulkan penyimpangan, juga menjadikan sebagian program pembangunan yang dijalankan tidak tuntas dan memberikan hasil memuaskan. Sementara pengeluaran yang dihabiskan membiayai program-program tersebut tidak sedikit. Satu program bisa menelan anggara ratusan hingga miliaran rupiah. Ada kesan sebagian program tersebut dipaksakan. “hati ingin memeluk gunung, tapi apa daya tangan tak sampai”

Pemda NTB mestinya lebih memfokuskan perhatian pada program pembangunan yang lebih rill dibutuhkan masyarakat, seperti pendidikan, Kesehatan dan Infrastruktur jalan. Dan itu justru akan lebih efektif, dari sisi anggara maupun waktu. Ketimbang melaksanakan program banyak tetapi tidak memberikan hasil maksimal. Sekarang ini tanggung jawab terbesar pemerintah daerah Propinsi, Kabupaten Kota NTB.

Belum mampu memenuhi aspirasi masyarakat di bidang infrastruktur, khususnya jalan. Tercatat hampir sebagian besar ruas jalan Propinsi antar Kabupaten Kota kondisinya cukup memprihatinkan dan rusak parah. Jangan lagi berbicara jalan kecamatan dan desa. Kota Mataram saja sebagai pusat pemerintahan kondisi sebagian infrastrukturnya banyak yang sudah rusak parah.

Sementara program unggulan yang dicanangkan dari setingkat Propinsi hingga Kabupaten Kota misalkan, tergolong cukup banyak, dan menghabiskan anggaran tidak sedikit proyek mercusuar Islamic Center (IC). Yang dicangkan Pemprop NTB misalkan. Proyek ini tidak saja membutuhkan anggaran besar, tetapi menimbulkan dampak terhadap lingkungan sekitar, tergusurnya fasilitas umum berupa lapangan koni Kota Mataram, dan dua gedung sekolah.

Untuk membangun kembali fasilitas umum tersebut, pemerintah harus mengeluarkan anggaran tidak sedikit. Rencana walikota Mataram membangun pelabuhan Ampenan Harbour. Lagi-lagi berapa puluh kepala keluarga harus menjadi korban penggusuran akibat ambisi dan keserakahan penguasa, padahal persoalan sampah, infrastruktur dan kemiskinan masyarakat pesisir pantai belum mampu dituntaskan.

Pembangunan Bandara Internasional Lombok, atas nama pembangunan dan kemajuan, puluhan sampai ratusan hektar lahan pertanian masyarakat Tanak Awu Lombok Tengah, harus jadi korban penggusuran. Dampaknya ratusan kepala keluarga harus menganggur, karena kehilangan mata pencharian, pembangunan Kampus IPDN, berapa hektar lahan pertanian masyarakat sekitar harus dikorbankan.

Pembangunan memang tidak selamanya berbuah keberuntungan selama tidak dibarengi kajian, pertimbangan dan regulasi jelas dari pemerintah dalam mengelola dan mengatur berbagai program pembangunan di daerah, dan hanya akan menguntungkan sejumlah elit politik. Sebagian besar aturan dibuat terkadang lebih banyak menguntungkan pemegang kebijakan, ketimbang masyarakat.

Ujung-ujungnya yang paling merasakan imbasnya adalah masyarakat. Kasus sengketa lahan masyarakat Gili Trawangan dengan PT. WAH, kasus Tereng Wilis Lombok Timur, tambang emas disekotong, prusahaan tambang PTNNT di Sumbawa. Ketika terjadi sengketa dan aksi protes masyarakat, yang berahir di meja pengadilan. Bisa dipastikan yang keluar sebagai pemenang adalah pemerintah dan perusahaan.

Tercatat setiap agenda pembangunan, terutama pembanguna fisik yang pernah, sedang dan akan dilaksanakan Pemda NTB, sebagiannya sudah pasti menimbulkan dampak kurang menguntungkan dan menyisakan masalah baru bagi masyarakat. Setiap mendengar rencana pemerintah melaksanakan program pembanguna fisik, masyarakat senantiasa dihantui dan dibayang bayangi kecemasan dan rasa takut akan terkena penggusuran.

Meski muaranya bertujuan menciptakan kebermanfaatan bagi kepentingan bersama masyarakat. Pembangunan mesti harus mampu ditempatkan pada posisi yang proporsional, sebagai program yang tidak saja dilihat lebih dominan dari sisi keuntungan dan kebermanfaatannya, melainkan harus mampu diseimbangkan pula dengan kajian dan analisa mendalam mengenai dampak buruk dari setiap agenda pembangunan yang dicanangkan terhadap kepentingan masyarakat, dan lingkungan sekitar.

Konsep membangun tanpa menggusur, sistem manajemen birokrasi yang profesional, motivasi pembanguna yang dilakukan berdasarkan pertimbangan menciptakan kemaslah dan bukan berdasarkan ambisi kekuasaan membangun politik pencitraan, peka melihat dan cepat mengatsi berbagai persoalan yang mengemuka di tengah masyarakat, gemar turun berdialog secara lansung mendengarkan keinginan dan aspirasi masyarakat, justru akan lebih memberikan hasil, ketimbang membuat program banyak, tetapi tidak maksimal.

Apalah artinya sebuah pembangunan dan program kerja unggulan, kalau dalam realisasinya tidak banyak menciptakan kesejahteraan serta pemerataan dan hanya akan membuka pluang terjadinya penyimpangan, oleh sejum elit politik serta pelaksana program. Karena masyarakat memang tidak butuh bangunan gedung megah, pelabuhan yang menggusur rumah, tidak pula program yang wah. Masyarakat hanya butuh mendapatkan perhatian/pelayanan kesehata dan pendidikan murah, tersedianya infrastruktur jalan secara memadai sebagai penopang kegiatan prekonomian.

Eksotisme Wisata Air Terjun Sendang Gile


Terletak di atas ketinggian 600 m, di atas permukaan laut, air terjun ini menawarkan suasana relaks dan damai, sangat cocok sebagai tempat menenangkan pikiran setelah otak lelah dengan seabrik kesibukan hingar bingar aktifitas kota. Sentuhan alamnya yang jauh dari nuansa perkotaan, panorama hijau asri dan menawan serta udara yang segar, mampu membawa anda kedunia yang dapat menghilangkan rasa penat di kepala.
Hal lain yang menjadikan air terjun demikian unik dan menarik ketimbang air terjun lainnya. Air terjun Sendang Gile oleh penduduk setempat dipercayai memiliki unsur magis yang bisa membuat seseorang menjadi lebih muda satu tahu dari usianya. Untuk menuju lokasi air terjun ini diperlukan waktu dua hingga tiga jam dengan kendaraan roda dua atau kendaraan umum maupun rencar roda empat dari pusat Kota Mataram atau bisa juga lansung dari Bandara Internasional Lombok (BIL)
Para wisatawan di luar biasanya menyewa kendaraan. Sepanjang perjalanan menuju lokasi air terjun, anda akan disuguhkan dengan eksotisme pemandangan pegunungan pusuk yang hijau, dengan pepohonan besar, hawa dingin embun pegunungan menusuk dan panorama puncak pegunungan yang lansung menembus pantai.
Dari puncak gunung anda juga bisa lansung melihat tiga gili andalan NTB yang banyak dikunjungi dari wisatawan lokal, nasional hingga macanegara, Gili Air, Terawangan dan Meno. Ditambah Susana pedesaan yang masih alami. Untuk mencapai titik sumber air terjun Sendang Gile anda juga akan disuguhkan dengan perjalanan menuruni 315 anak tangga demikian panjang dan berkelok-kelok, melalui lembah yang di samping kiri kanannya ditumbuhi banyak pepohonan nan hijau dan rimbun..
Hawa dingin akan anda rasakan ketika ketika anda sudah menginjakkan kaki beberapa langkah dari anak tangga pertama. Untuk masuk kelokasi air terjun Sendang Gile, membutuhkan waktu sekitar lima belas menit, wisatawan juga tidak perlu merogoh kocek dalam, harga tiket relatif murah. Untuk bisa masuk ke lokasi air terjun pengunjung hanya dikenakan membayar tiket Rp. 5.000. (Tur)

Pilkada dan Budaya Silaturrahmi

Pesta demokrasi pemilukada calon Gubernur dan calon wakil gubernur NTB (Cagub dan Cawagub) di sejumlah daerah tidak lama lagi akan dilangsungkan. Ada salah satu kebiasaan yang tidak pernah absen dilakukan banyak kandidat calon yang hendak ikut bertarung memperebutkan kursi sebagai kepala daerah di masing-masing kabupaten kota tempat berlansungnya pemilukada. Termasuk NTB
Memperbanyak melakukan kunjungan silaturrahmi. Apalagi menjelang pilkada dilangsungkan intensitas kunjungan silaturrami yang dilakukan tergolong cukup tinggi.

Tokoh, dan tempat yang akan dijadikan sebagai sasaran melakuan silaturrahmipun bervariasi, dari tokoh/politisi kampungan, hingga tokoh kawakan sekelas guru rohaniawan. Kebiasaan calon kepala daerah melakukan kunjungan silaturrahmi saat pemilukada tiba memang bukan hal baru di tengah masyarakat, dan merupakan hal biasa. Sebab ajaran agamapun menganjurkan setiap manusia memperbanyak menyambung tali silaturrahmi dengan sesama. Tetapi dari sudut berbeda, yang menjadikan kebiasaan ini menjadi tidak biasa dan mengundang tanda tanya? Manakala sering dilakukan pada waktu pilkada. Setelah pilkada, yang tersisa tinggal cerita.

Budaya silaturrahmi memang berbeda dengan budaya/kebiasaan lain yang mesti harus melalui himbauan dan anjuran. Kemungkinan baru ada yang melakukan. Kalau kepala bapeda NTB Dr. Rosiadi dalam salah satu kesempatan, melalui tulisan opini yang dimuat harian Suara NTB beberapa waktu lalu, menyerukan himbauan kepada setiap orang senantiasa membiasakan budaya memuji. Meski entah apa yang mau dipuji. Maka budaya silaturrahmi, tanpa diminta sekalipun akan tetap ada di manapun dan kapapun, termasuk ketika musim pilkada tiba.

Agenda kunjungan silaturrahmi tidak jarang diselingi rangkaian acara diskusi dan pembicaraan yang pada ahirnya bermuara pada permintaan mengharapan dukungan, dari yang terang-terangan, hingga sedikit main kucing-kucingan, iming jabatan atau melalui pemberian sumbangan. Lain halnya ketika berada di tengah masyarakat. Mereka seakan hadir, bak dewa penyelamat membawa dan menyuguhkan misi perubahan, melakukan perbaikan tingkat kesejahteraan masyarakat, yang saat ini masih cukup memprihatinkan.

Pendekatan model ini dalam beberapa kali pemilukada dilangsungkan, sedikitnya memang terbukti cukup efektip bagi calon kepala daerah mempengaruhi masyarakat, terlebih kalau tokoh-tokoh yang dinilai memiliki pengaruh besar di tengah masyarakat mampu dikuasai, dengan meninggalkan sedikit imbalan berupa sumbangan uang pembangunan, sebagai bentuk bahasa pemberitauan meminta dukungan. Terbukti beberapa calon kepala daerah yang mengamalkan resep ini, dalam beberapa kali pemilukada dilangsungkan, berpeluang mendulang suara besar keluar sebagai pemenang.

Lambat laun istilah kata “silaturrahmi Pemilukada” mulai pamilier tidak saja di kalangan tokoh dan kelompok masyarakat tertentu. Masyarakat kalangan bawahpun perlahan mulai paham dan akrab dengan istilah silaturrahmi Pilkada. Dari sisi makna kata “silaturrahmi” pun mulai mengalami pergeseran dan di salah tafsirkan. Beberapa waktu lalu, silaturrahmi sejumlah calon yang hendak maju sebagai caleg, cabub maupun cagub, ke sejumlah tempat, yayasan dan tokoh masyarakat, oleh masyarakat masih dipandang sebagai sesuatu hal biasa sakral dan positiv.
Meski tidak dipungkiri, kalau agenda pembicaraan bernuansa politis dipastikan tetap ada. Tetapi susana religius yang berlansung didalamnya lebih kental terasa, ketimbang nuansa politis, tidak terlalu kentara, sebagaimana berlansung sekarang.

Oleh sebagian besar masyarakat, kata “silaturrahmi” belakangan dimaknai sebagai ajang berkumpul menikmati suguhan makanan dan bagi-bagi uang. Lebih memprihatinkan, momentum semacam ini, tidak jarang dimanfaatkan sebagain tokoh masyarakat, mengeruk keuntungan dan memperkaya diri melalui sumbangan yang diberikan sejumlah calon, khususnya bagi mereka yang berkepentingan terhadap pengembangan lembaga pendidikan/yayasan. Sebagai bentuk persyaratan secara tidak lansung mengharap dukungan.

Lembaga pendidikan yang bernaung di bawah yayasan selama ini memang senantiasa menjadi incaran paling menggiurkan, dijadikan sebagai objek kebanyakan kontestan calon kepala daerah melakukan kunjungan silaturrahmi. Lebih-lebi kalau pengelola yayasan merupakan sosok tokoh rohaniawan, yang dinilai memiliki banyak pengaruh dan kewibawaan. Selain mengharapkan dukungan pada saat pemilihan, juga sebagai ajang minta didoakan mendapatkan kemenangan.

Posisi dan nilai tawar seseorang sebagai tokoh berpengaruh, ditunjang dengan keberadaan sebuah lembaga pendidikan, dalam pentas politik pemilukada, memang rawan dimanfaatkan dan dijadikan sebagai sesuatu yang demikian mudah dikomersilkan oknum tidak bertanggung jawab mengeruk keuntungan pribadi.

Pemilukada di mata sebagian masyarakat memang kerap salah dipersepsikan. Masa pilkada yang semestinya dimanfaatkan sebagai kesempatan menentukan pilihan secara slektif calon kepala daerah berkualitas dan memiliki visi perubahan perubahan jelas, justru ditafsirkan sebagai ajang mendapatkan keberkahan dan keberuntungan. Mengajukan proposal kegiatan, minta sumbangan, menjadi rutinitas tidak pernah terlewatkan.

Lebih memperihatinkan prilaku masyarakat tersebut tetap berlansung sampai sekarang, dan secara tidak lansung sebenarnya telah membuka ruang bagi para politisi, calon kepala daerah yang secara kualitas dan kapasitas kepemimpinan tergolong lemah, memainkan politik praktis mendapatkan kekuasaan. Politik yang hanya akan menghasilkan pemimpin bermentalkan pencundang, menimbulkan kesengsaraan, bukan perubahan. Lima tahun masa jabatan bisa jadi dihabiskan sebagai kesempatan mengeruk kekayaan, mengembalikan modal yang pernah dikeluarkan. Ketimbang melaksanakan agenda pembangunan dan tanggung jawab meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Tabiat buruk politisi dari kalangan Caleg, Cabup dan Cagub mengumbar segudang janji, memainkan politik praktis menjelang pemilukada akan tetap berlansung, secara terus menerus, selama masyarakat masih membuka ruang terbangunnya persepsi dan pandangan sejumlah politisi tentang pemilukada yang hanya bisa diukur dengan uang. Saatnya memilih dengan hati nurani.

Ayo Menulis