Menulis Sebagai Aktifitas Menyenangankan, Bukan Keterpaksaan

Jangan Mau Gak Nulis Seumur Hidup



Ayomenulis. Karena kata tak akan membuat kenyang, tapi kata bermakna membuat kita tenang. Maka berkatalah selagi kita hidup. Maka hiduplah kita jika memiliki keberanian. Maka beranilah kita, karena memiliki kata bermakna. Maka bermaknalah hidup kita

Bagi sebagian orang menulis mungkin dinilai sebagai aktivitas kurang penting dilakukan, lebih-lebih bagi mereka yang setiap hari disibukkan dengan aktivitas dan rutinitas, pekerjaan seringkali dijadikan alasan malas menulis, lebih parah lagi kalau kemudian aktivitas menulis hanya dilakukan ketikan ada kepentingan bernilai finansial maupun kebutuhan jabatan, Baca Cita-Citaku Sampai Disitu

Tapi bagi sebagian atau individu lain yang menganggap aktivitas menulis sebagai suatu yang menyenangkan, terlepas dari ada atau tidaknya kepentingan, menulis tetap dilakukan karena merupakan kebutuhan, sebagai media menumpahkan uneg-uneg, pemikiran, ide dan gagasan tentang segala sesuatu dari yang dilihat, fikirkan dengarkan dan saksikan

Karena menulis bukan bakat, tapi proses yang terus diasah, menulis juga bukan pekerjaan para dewa, sehingga setiap orang juga bisa menulis tentang apapun dalam kehidupan, itulah ungkapan yang dikatakan Gola Gong dalam buku “Jangan mau gak nulis seumur hidup”.  Melalui buku tersebut Gola Gong mencoba mengajak pembaca untuk memulai menulis dari hal-hal sederhana di sekitar kehidupan kita

Memulai menulis dari sesuatu paling disukai dan dikuasai, berbagi kisah dan pengalaman, dengan demikian aktivitas menulis menjadi menyenangkan untuk dilakukan. Hal itulah yang juga dilakukan Gola Gong dari buku-buku yang telah dihasilkan, dalam perjalanan telah menginspirasi banyak orang untuk mau menulis dan menghasilkan buku melalui kelas menulis Rumah Dunia yang digagas bersama istri Tias Tatanka

Salah satu buku Gola Gong paling terkenal dan menginspirasi banyak orang untuk berubah adalah Balada Si Roy (BSR) merupakan buku perdana yang membuat nama Gola Gong mulai dikenal banyak orang, khsusnya di kalangan remaja, karena kisah-kisah yang diangkat dalam buku BSR sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari kaum muda dan remaja

google
Buku jangan mau gak nulis seumur hidup yang ditulis Gola Gong juga lebih banyak mengupas bagaimana lika liku perjalanan dan pengalaman hidup pribadi penulis yang hanya seorang anak kampung, penyandang disabilitas, bermodalkan uang lima ratus ribu dan kemampuan menulis, nekad meninggalkang kampung halaman menaklukkan Jakarta

Bekerja pontang panting sebagai jurnalis di sejumlah media cetak dan televisi, hingga ahirnya memutuskan bergabung di penerbitan Forum Lingkar Pena (FLP) sampai sekarang, kemudian bersama istri Tias Tatanka mendirikan kelas menulis Rumah Dunia, di mana dari alumni kelompok belajar tersebut telah melahirkan banyak penulis buku novel   

Gola Gong juga banyak berbagi pengalaman dan pengetahuan bagaimana supaya aktivitas menulis menjadi mudah dan menyenangkan untuk dilakukan. Menulis akan mudah dilakukan manakala idea tau gagasan tentang segala sesuatu yang hendak dituliskan sudah ada. Untuk mendapatkan idea tau gagasan, selain dengan banyak membaca dan memulai menulis dari hal sedrhana di sekitar kita

Sekali lagi, menulis itu memang bukan bakat, faktor keturunan atau pekerjaan para dewa, semua orang juga bisa menulis, tapi tetap ada syaratnya. Untuk bisa menulis itu, jiwa dan fikiran kita harus terisi penuh oleh sumber bacaan dan pengalaman di lapangan. Kalau tidak begitu bisa-bisa yang terjadi kita hanya bisa terbengong di depan komputer, bingung tidak tau apa yang hendak dituliskan

google
Dalam buku tersebut Gola Gong juga berbagi pengalaman, bahwa untuk mendapatkan ide atau gagasan, bisa dilakukan melalui aktifitas menonton atau membaca buku apa saja, entah itu komik, Koran, majalah maupun jenis buku bacaan lain yang bisa dijadikan sumber inspirasi untuk mendapatkan ide tentang sesuatu tulisan

Dari aktivitas menonton dan membaca biasanya akan muncul rasa keingintauan atau tidak puas tentang film atau buku yang dibaca. Rasa tidak puas tersebut terkadang bisa juga kita benturkan dengan realitas yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari di tengah masyarakat.

Ide atau gagasan menulis juga akan banyak bisa didapatkan melalui aktivitas lapangan. Sampai kapanpun dan dimanapun, sebagai orang lapangan yang bergelut di dunia jurnalis saya termasuk orang yang hakkul yakin dan merasakan betul bahwa menjadi orang lapangan telah mendidik dan mengasah insting kita untuk peka dengan realitas kehidupan yang terjadi di masyarakat

google
Muncul ketidak puasan dan kegelisahan saya ketika berkunjung melihat kehidupan masyarakat pinggiran nelayan yang masih memprihatinkan, layanan rumah sakit masih buruk, praktik percaluan dan pungutan liar di instansi pemerintahan maupun lembaga pendidikan dan itu bagi saya tidak puas disuarakan melalui media tempat bekerja, tapi saya tuangkan dalam bentuk catatan maupun opini di blog pribadi

Kunjungan lapangan untuk mendapatkan ide tau gagasan menulis juga bisa didapatkan dengan berkunjung ke pasar tradisional, melihat secara lansung bagaimana aktivitas jual beli yang berlansung di antara masyarakat masih berlansung penuh dengan suasana kekeluargaan, melihat bagaimana kehidupan petani mengelola sawah

Melihat perkampungan kumuh masyarakat warga yang tinggal di bantaran kali maupun pinggir pantai menjadi inspirasi menulis yang sangat menarik bernilai human interes untuk diulas dan yang pasti sebanyak apapun kita membaca buku-buku teori tentang kepenulisan, sesering apapun mengikuti seminar, workshop dan pelatihan menulis, tanpa dipraktikkan, maka siap-siaplah hanya akan menjadi seorang pemimpi  

Cita-Citaku Cukup Sampai Disitu Saja



Ahmad Jumaely

Ayomenulis. Melihat dan menyaksikan secara lansung bagaimana heroik dan uniknya penampilan anak-anak yang tampil pada puncak acara peringatan hari anak nasional di gedung olahraga Gelanggang Pemuda, Nusa Tenggara Barat (NTB), tanggal 1 September kemarin, ada rasa kagum sekaligus bangga, bagaimana sebagian dari mereka di usia yang masih belia sudah mampu menampilkan suatu pertunjukkan luar biasa, dengan semangat dan mental luar biasa juga, Baca, Bukan Sekedar Belajar Bahasa Indonesia

Penampilan luar biasa tersebut bisa jadi karena anak-anak jaman sekarang terutama yang lahir sejak tahun dua ribuan, telah terbiasa dibina sejak masih bangku Taman Kanak (TK) bahkan semenjak masih dilingkungan keluarga, melatih dan mengasah kemampuan serta mental sebagai sang juara. Berbeda misalkan dengan saya atau anak-anak kelahiran tahun delapan puluhan, apalagi ke bawahnya

Jangankan pernah dibina atau sekolah TK, belajar membaca dan menulis saja baru bisa, ketika menginjak kelas dua dan tiga SD bahkan ada yang baru lancer membaca ketika kelas lima, anak-anak yang sekolah juga sekenanya saja, lebih –lebih di kampung, mandi nyemprung di kali, sarapan dengan sepotong ubi atau pisang rebus lansung pergi ke sekolah

google
Hahahah, Jadi bernostalgia dengan masa lampau, masa dulu dengan sekarang jelas berbeda, zaman tidak mundur ke belakang, tapi selalu maju ke depan, bantahan anak-anak sekarang kalau diceritakan tentang perbbandingan kehidupan anak-anak kelahiran tujuh puluhan atau delapan puluhan dengan kehidupan anak sekarang dan memang benar adanya

Tapi satu hal yang masih membekas dan tidak banyak berubah dari anak-anak masa dulu semenjak zaman pak Soeharto jadi Presiden sampai sekarang, yaitu terkait cita-cita, ketika anak-anak ditanya apa cita-citanya, jawabannya tidak lebih, tidak kurang dan tidak akan jauh berbeda “menjadi PNS atau pekerja kantoran” kalaupun ada yang berbeda paling hanya satu dua dan jawaban berbeda dari anak-anak lain yang memiliki cita-cita di luar PNS sudah pasti tidak akan dianggap istimewa 

Dalam setiap kegiatan lomba, seminar termasuk peringatan hari anak nasional yang berlansung di gedung olahraga Gelanggang Pemuda lalu, jarang sekali misalkan ditemukan anak-anak mmulai dari TK sampai SMA ketika ditanya cita-cita, ingin menjadi pedagang, pengusaha, arsitektur apalagi petani, tentunya petani berdasi, jawaban didapatkan pasti berkisar di antara keiinginan jadi Polisi, TNI, guru maupun profesi lain seperti Jaksa dan hakim yang tidak jauh dari PNS menggunakan seragam dan atribut pemerintahan

Doktrin tentang cita-cita yang sama tersebut demikian mengkar dan tertanam kuat di hati dan benak sebagian besar anak-anak di Indonesia, bahkan itu berlansung semenjak baru mulai bisa berbicara, sekolah TK, mahasiswa bahkan sampai menyandang predikat sebagai sarjana muda dari Perguruan Tinggi (PT). Sama halnya misalkan ketika anak-anak terutama anak yang tidak pernah mengenal bangku sekolah TK

google
Sampai sekarang ketika diminta menggambar pemandangan, hasil didapatkan tidak akan jauh-jauh berbeda, pasti pemandangan yang digambar adalah gunung dan membuatkan matahari dan pepohonan di atasnya. Tidak tau apa yang salah, apakah karena doktrin dan sistim pendidikan kita yang mengajarkan bahwa cita-cita paling mulia hanya menjadi pegawai saja, atau mungkin saja cita-cita di luar PNS memang tidak ada dan masih belum dipandang istimewa

Pada acara peringatan hari anak nasional di gedung olahraga Gelanggang Pemuda kemarin dari sekian anak yang ditanya cita-cita apa oleh Gubernur NTB, jawaban diberikan hampir sama dan tidak jauh berbeda dengan jawaban anak lain pada umumnya dalam setiap acara.

Bercita-cita menjadi apa saja bagi setiap kita tentu sah-sah saja, tidak akan mengurangi pahala, tidak pula mendapat dosa termasuk juga bercita-cita menjadi guru, dokter, hakim, Polisi, TNI, pengacara maupun Jaksa, karena merupakan cita-cita dan pekerjaan mulia juga

google
Karena bisa jadi saya dan kita semua, juga termasuk dari korban doktrin pendidikan tentang cita-cita yang sama, sehingga ketikan memilih berbeda dengan kebanyakan cita-cita yang selama ini dianggap istimewa oleh masyarakat akan, maka akan dinilai sebagai suatu kegagalan, bukan keberhasilan dan kurang mendapatkan penghormatan

Sama halnya ketika kita menjalani pekerjaan yang berbeda dengan spesialisasi pendidikan yang didapatkan dari lembaga pendidikan, sudah pasti akan dinilai sebagai suatu hal menyimpang, sebagai pelarian karena tidak mendapatkan pekerjaan sebagaimana jurusan, sarjana pendidikan atau pertanian misalkan, ketika memilih profesi menjadi wartawan juga akan dianggap menyimpang, pelarian bahkan kecelakaan

Memiliki cita-cita menjadi pegawai kantoran, pemerintahan maupun aparat keamanan tentu bukan sesuatu perbuatan terlarang dan tidak ada juga yang melarang, mengurangi kekayaan, tidak pula menghilangkan ketampanan atau kecantikan

Demikian pula ketika seseorang menekuni pekerjaan yang berbeda dari kebiasaan dan yang selama ini diagungkan masyarakat kebanyakan, bukan berarti sebagai sesuatu kegagalan dan penyimpangan. Apapun cita-cita, keinginan, angan-angan dan pekerjaan dijalankan, pada ahirnya memiliki satu tujuan, mencari makan!

Ayo Menulis