Menulis Sebagai Aktifitas Menyenangankan, Bukan Keterpaksaan

Inspirasi Dari Kamar Mandi


Indonesiana Tempo

Bagi sebagian orang atau dari buku - buku yang pernah saya baca, setiap orang, seniman, musisi atau penulis memilik cara dan kebiasaan tersendiri dalam melahirkan suatu karya, termasuk juga dalam menemukan ispirasi dan menghasilkan tulisan, bisa dengan membaca buku, berdiskusi, menonton film, mendengarkan musik dan jalan - jalan

Semua cara dan kebiasaan tersebut hampir bisa ditemukan dari cerita kebanyakan penulis dalam setiap kesempatan acara workshop, pelatihan, diskusi maupun melalui pengalaman yang diceritakan dan diabadikan melalui tulisan di buku - buku. Semua cara atau kebiasaan tersebut dalam kenyataannya memang telah terbukti sukses dijadikan banyak penulis sebagai media menemukan inspirasi menulis

Kalau yang umum biasa dilakukan kebanyakan orang untuk mendapat ide, gagasan atau inspirasi menulis yaitu dengan membaca buku apapun, tergantung kesukaan, mulai dari novel mapun buku sastra lain yang disenangi dan bisa menarik hati untuk membaca buku tersebut, namun novel biasanya paling banyak digemari pembaca,terutama dari kalangan remaja
google
Ada juga dengan mengunjungi  rumah sakit, melihat secara lansung bagaimana kondisi ratusan bahkan ribuan pasien yang menjalani perawatan, bagaimana kualitas pelayanan didapatkan, suasana dalam ruangan perawatan, perlakuan pihak rumah sakit terhadap masyarakat miskin, atau bisa juga dengan berkunjung ke pasar, melihat proses jual beli berbagai jenis hasil bumi, sayuran di antara para pedagang yang penuh dengan suasana kekeluargaan dan persaudaraan

Bisa juga dengan mendengarkan musik atau menonton film. Ya menemukan inspirasi memang bisa dilakukan dengan beragam cara, tergantung dari masing - masing orang dan setiap orang atau penulis memang memiliki kecendrungan dan kebiasaan berbeda pula dalam mendapatkan inspirasi menulis dengan gaya, karakter dan kualitas tulisan berbeda pula

Kebiasaan lain yang sering saya baca dari para penulis dalam mendapatkan inspirasi menulis adalah dengan melakukan perjalanan jauh ke tempat - tempat wisata seperti pantai, pegunungan, pedesaan melihat kehidupan petani dan nelayan atau tempat bersejarah di suatu Kota yang dikunjungi.

Inspirasi Kamar Mandi

google
Tapi inspirasi menulis terkadang juga bisa didapatkan dari kebiasaan – keniasaan yang secara sepintas kelihatan konyol, tidak penting dan di luar kebiasaan sebagaimana yang dilakukan orang atau kebanyakan penulis, yaitu 'kamar mandi'. Ya kamar mandi memang tidak saja sekedar sebagai tempat mandi membersihkan badan dari kotoran, menyegarkan fikiran

Tapi, 'kamar mandi' juga bisa menjadi tempat berimajinasi, membawa fikiran berselancar menemukan ide, gagasan brilian serta menemukan inspirasi menulis tentang berbagai fenomena yang pernah dilihat, alami, rasakan, lakukan dan saksikan dalam kehidupan sehari - hari di tengah masyarakat

Pernahkah di antara kita saat hendak mandi, duduk lama termenung di kamar mandi berfikir, menerawang dan berhayal tentang berbagai hal yang tanpa di sadari bisa menghabiskan waktu belasan sampai puluhan menit, lupa kalau kita sudah telalu lama termenung dan belum mandi.  Syukur kalau tidak ada yang mengantri, tapi kalau ada orang mengantri, sudah pasti bakalan diteriakin, kamu tidur di kamar mandi atau diolok seperti perempuan, bagi laki - laki yang mandinya lama

Saya termasuk yang seringkali diolok mandi seperti  perempuan, oleh teman kos, karena kelamaan di kamar mandi, memakan waktu sampai bermenit - menit dan itu seringkali tidak  saya sadari sering lakukan, terutama saat mandi di pagi hari, padahal mandi hanya beberapa menit, tapi saat di kamar mandi seringkali duduk termenung memikirkan banyak hal.

Tapi berawal dari termenung di kamar mandi itulah, kemudian saya banyak mendapatkan inspirasi menulis, mulai dari inspirasi menulis bertemakan sosial, politik, ekonomi, pendidikan sampai kesehatan, termasuk catatan yang saya tuliskan ini
viva
Dari renungan dan hayalan kamar mandi pula, tulisan opini yang pernah dimuat dan dipublikasikan di media sosial blogger, blog warga kopasiana dan yang pernah dimuat di beberapa media cetak NTB dihasilkan. Karena menemukan inspirasi tentang apapun, termasuk menulis tidak saja bisa didapatkan sebagaimana cara dan kebiasaan yang dilakukan orang atau penulis kebanyakan

Ide brilian,  gagasan besar dan ispirasi juga bisa dihasilkan dari kamar mandi, karena inspirasi memang bisa didapatkan dimana - mana, bergantung dari cara dan kebiasaan masing - masing orang, seperti halnya keberdaan tuhan, mau di kamar mandi sampai di dalam ruangan tertutup yang dilapisi bebatuan sekalipun, tuhan teta ada di mana - mana

Tapi dalam beberapa kali berbagi dan sharing tentang menulis dengan teman mahasiswa di acara Pelatihan Jurnalistik Tingkat Dasar (PJTD) atau teman lain, saya seringkali mendapatkan pertanyaan dan pengakuan dari teman - teman, terutama mahasiswa yang mengaku kesulitan hendak memulai menulis dari mana, bingung mau menulis apa, bagaimana menemukan ide atau inspirasi menulis

Semua pertanyaan dan pengakuan tersebut bahkan sudah hampir ada dalam setiap kegiatan pelatihan, diskusi dan workshop tentang kepenulisan yang pernah saya ikuti. Yang pasti ide, gagasan dan inspirasi menulis itu tidak akan pernah habis untuk dituliskan sampai kapanpun, bisa didapatkan dengan cara dan di tempat manapun. Ibarat air lautan, tidak akan pernah habis, tinggal bagaiman ide, gagasan dan inspirasi tersebut  diwujudkan dalam bentuk tulisan

Jurnalis; Loyalitas, Integritas dan Kesejahteraan


google

Ayomenulis. Dalam setiap kesempatan pelatihan, seminar, workshop, diskusi kecilan warung sampingan, bahkan melalui group wartawan di sosial media black berry masage dan WhatsApp, diskusi tentang jurnalis berintegritas selalu menjadi materi perbincangan hangat, terutama dari kalangan jurnalis, wartawan maupun reporter media cetak dan elektronik

Diskusi dan perdebatan melalui group wartawan sosial media whatsApp paling sering berlansung, bahkan tidak jarang dari diskusi ringan bisa berahir menjadi perdebatan memuakkan di antara jurnalis, wartawan dan reporter, karena saling menghujat hujat dengan diskusi tidak sehat, karena adanya perbedaan pandangan ketika pembicaraan sudah membahas masalah Kode Etik Jurnalis (KEJ), integritas dan kesejahteraan
Beda orang, berbeda pula cara pandang dan pemikiran dalam melihat suatu persoalan termasuk dalam memberikan pandangan terkait jurnalis berintegritas sudah pasti berseliweran, mulai dari jurnalis yang menekankan pentingnya integritas dengan menjadikan KEJ sebagai harga mati untuk dipedomani, sampai jurnalis yang menyangsikan dan pesimistis KEJ bisa dijalankan sepenuh hati oleh semua jurnalis, kalau perusahaan media masih abai dengan nasib dan kesejahteraan pekerja pers

Kalau boleh saya sedikit berargumentasi, ada ketimpangan yang terjadi memang antara kewajiban menjalankan KEJ dengan hak jurnalis mendapatkan kesejahteraan. Di satu sisi dalam setiap kesempatan,  Organisasi wartawan, perusahaan media, pakar, pemerintah, DPR dan kalangan jurnalis sendiri demikian kencang menyuarakan supaya jurnalis dalam menjalankan kerja jurnalistik tetap profesional sesuai KEJ

Sebagian KEJ bahkan sudah dicantumkan perusahaan media melalui ID Card yang diberikan kepada jurnalis semenjak pertamakali bekerja di perusahaan media bersangkutan, tapi giliran bicara masalah kesejahteraan, mulai dari gaji, tunjangan dan jaminan sosial lain, perusahaan media, organisasi pers termasuk jurnalis sendiri seperti mati kutu,tidak berdaya dan nyaris tidak terdengar bersuara. Jurnalis dan pekerja pers lain terkadang tidak ubahnya seperti sapi perahan dipaksa bekerja di bawah tekanan dan target perusahaan, sementara kesejahteraan jurnalis terabaikan
google
Jurnalis dan wartawan contributor termasuk paling tragis nasibnya sampai sekarang, bekerja tanpa kontrak jelas, tanpa jaminan sosial apapun dari perusahaan media, padahal semua tau pekerjaan jurnalis identik dengan pekerja lapangan yang rawan terkena kecelakaan, ancaman sampai resiko kematian atas kerja yang dijalankan. Sekali lagi kemana, organisasi wartawan dan aktivis pers yang selama ini menyuarakan jurnalis berintegritas dan patuh pada KEJ

Dengan kondisi tersebut, rasanya tidak adil kalau kesalahan sepenuhnya ditumpahkan kepada jurnalis atau wartawan ketika melakukan proses peliputan, kemudian (mohon maaf) 'menerima hadiah' dari narasumber, meski semua tau menerima pemberian dalam bentuk apapun dari narasumber tidak dibenarkan

Saya berharap tulisan ini tidak ditafsirkan negatif, catatan ini saya tulis dan muat juga bukan sebagai bentuk curhatan, tapi sekedar ingin sharing bahwa seperti itulah pekerjaan jurnalis, pekerjaan mulia penuh tantangan, tapi minim perhatian dan kesejahteraan. Sebagian jurnalis hanya dijadikan sapi perahan oleh sebagian perusahaan media tempat bekerja, mencari dan mendatangkan keuntungan besar secara finansial

Momentum Hari Pers Nasional (HPN) atau ada yang sebut sebagai Hari PWI Nasional di Lombok NTB beberapa waktu lalu semestinya tidak sekedar acara seremonial, tapi diharapkan bisa menjadi momentum, bagaiman merumuskan kesepakatan bersama dari organisasi pers, aktivis dan para jurnalis memperjuangkan bersama masalah kesejahteraan jurnalis, mengingat pada puncak HPN juga banyak dihadiri pengusaha media

Karena kalau kesejahteraan jurnalis sudah terjamin, masalah integritas dengan sendirinya akan bisa dibentuk dari para jurnalis dan pekerja media lain serta patuh pada KEJ juga akan bisa dengan mudah dilaksanakan, mengingat persoalan integritas bagaimanapun tidak bisa dipungkiri memiliki keterkaitan erat dengan masalah kesejahteraan jurnalis dalam menjalankan kerja meliput dan menulis berita
google
Tapi sayang perayaan puncak HPN justru hanya diisi dengan keluhan Presiden Jokowi soal pemberitaan media, terutama media online yang dinilai terlalu vulgar dan sensasional dalam membuat pemberitaan, yang dinilai melahirkan sikap pesimis dari masyarakat, bukan optimis.

Selebihnya puncak HPN diisi dengan aksi spontan Ketua PWI pusat, Margiono yang menyindir pengusaha media yang hadir dengan bahasa lelucon dan membuat semua peserta HPN, Presiden, Menteri termasuk pasukan pengamanan presiden (Paspampres) yang biasa dengan wajah tegang dan sangar memantau keamanan lokasi sekitar presiden mengikuti acara, ikut tertawa terpingkal

Bagaimana tidak, Margiono secara spontan dan blak - blakan menyemprot dan mengkritik semua pemilik sekaligus pengusaha media nasional dengan bahasa pedes namun dibalut lelucon, membuat siapapun yang mendengar akan tertawa, misalkan saat memplintir nama Pengusaha dan pemilik media cetak Jawa Post Group, Dahlan Iskan (DI) menjadi Demi Iklan, kemudian pengusaha dan pemilik media televisi MNC Group, Hari Tano (HT) dipelesetkan Harus Tajir, Surya Paloh pemilik stasiun televisi MetroTV dan Aburizal Bakri sebagai pemilik stasiun televisi TVone

Foto : Turmuzi
Bahkan ada perusahaan media yang menggaji wartawan jumlahnya bagi saya sangat tidak 'manusiawi', 300 sampai 500 ribu perbulan, dan terkadang tidak menentu, tidak sebanding dengan beban kerja diberikan, sementara KEJ yang menempel pada kartu pers atau ID Card selalu dibawa kemana langkah wartawan dan jurnalis memburu berita, meski pada ahirnya ditaati atau tidak

Pembahasan mengenai bagaimana mendorong perusahaan media meningkatkan kesejahteraan jurnalis dan wartawan berintegritas, dengan mendorong pemerintah segera mengesahkan UU yang mengatur dan memaksa perusahaan media meningkatkan kesejahteraan wartawan nyaris tidak ada, mengingat Kalau kesejahteraan wartawan sudah terjamin melalui UU yang harus dijalankan perusahaan media, maka mewujudkan pemberitaan berkualitas dengan jurnalis berintegritas saya kira akan lebihmudah diwujudkan

Menutup catatan ini, saya ingin mengutif perkataan Gubernur NTB pada acara pameran media HPN di Lombok City Center, Kabupaten Lombok Barat beberapa waktu lalu, bahwa pekerjaan jurnalis itu merupakan pekerjaan intelektual yang tidak saja menguras tenaga, tapi juga melalui proses pergulatan pemikiran guna menghasilkan prodak jurnalistik berkualitas untuk disampaikan kepada masyarakat sebagai informasi mencerahkan, jadi sudah selayaknya dihargai, baik dari sisi penghormatan dan kesejahteraan. Semoga

Media Sosial, Mahasiswa dan Budaya Copy Paste



google
Dalam salah satu kesempatan nongkrong bareng temen di warung sampingan salah satu perguruan tinggi agama negeri di Mataram beberapa waktu lalu, secara tidak sengaja saya mendengar perbincangan mahasiswa yang sedang hawatir gara - gara makalah salah satu mata kuliahnya belum selesai dikerjakan, sementra waktu untuk untuk melakukan persentasi tinggal satu hari

Secara spontan teman di samping mahasiswa tersebut yang ternyata satu kelompok dengan dia mengatakan, ente ini serius sekali mikirin makalah, ntar malam juga  sudah jadi, jangan hawati, ada mbah googel, ayo ngopi dulu, kata mahasiswa tersebut sambil menghisap dalam -dalam sebatang rokok surya yang dipegangnya

Perbincangan mahasiswa tersebut memang hanya satu perbincangan warung sampingan yang kebetulan saja secara tidak sengaja saya dengar dan kalau dalam konsep penelitian akademisi bergelar master, doktor dan profesor perguruan tinggi, perbincangan tersebut tidak bernilai apa - apa dan tidak cukup mewakili untuk dijadikan sampel dan mengatakan bahwa semua mahasiswa memiliki budaya seperti itu

Tapi saya membayangkan kalau sebagian di antara pelajar dan mahasiswa memiliki kebiasaan tersebut, terlebih di era perkembangan dan kemajuan industri teknologi seperti sekarang ini, bagaiman budaya baca buku  semakin kurang digandrungi, bagaimana pulu ratusan ribu bahkan jutaan deretan buku perpustakaan hanya akan menjadi bahan pajangan berdebu

Perkembangan ilmu pengetahuan teknologi dalam perjalanannya memang telah memberikan warna baru dalam kehidupan manusia di berbagai bidang kehidupan, mulai bidang politik, ekonomi, sosial budaya dan pendidikan. Era digital sekarang terutama dengan adanya media sosial tidak ada terasa sulit dan mustahil dilakukan



Dalam dunia pendidikan misalkan, sekarang masyarakat, pelajar dan mahasiswa bisa dengan mudah mengakses informasi, tanpa harus dibatasi ruang, waktu dan tempat. Sumber informasi dan pembelajaran bisa diperoleh dari berbagai sumber dengan demikian mudah dan cepat hanya dalam hitungan detik, menit maupun jam,  semua bisa dengan mudah diproleh dengan adanya media sosial

Sumber informasi dan pengetahuan tidak lagi terfokus pada buku pelajaran, perpustakaan dan guru sebagai subjek dan pembaca, masyarakat, pelajar dan mahasiswa sebagai objek. Dengan adanya media sosial masyarakat bisa lebih cepat dan dengan mudah mendapatkan pengetahuan dan informasi apapun yang sedang berlansung di tengah masyarakat

Berbeda sekali misalkan ketika media sosial internet belum berkembang seperti sekarang. Kalau mau sedikit bernostalgia dengan masa tempo dulu di kampus, ketika saya menjadi mahasiswa, mengerjakan tugas makalah, bagaima harus berbagi tugas dengan teman mahasiswa kelompok,  membolak balik deretan buku mata kuliah yang dipajang di rak perpustakaan, hanya untuk mencari buku materi materi perkuliahan yang akan dijadikan sebagai rujukan membuat makalah untuk hendak diperesentasikan


google
Sekarang dengan adanya media sosial seperti googel, website, blog, wordpres maupun sejumlah media sosial lain,  masyarakat, pelajar dan mahasiswa bisa dengan mudah mendapatkan semua hal dibutuhkan, cukup hanya dengan satu klik saja berbagai pristiwa di dunia dan informasi dibutuhkan bisa didapatkan

Tapi di balik perkembangan, kemajuan teknologi dan kemudahan didapatkan dari adanya media sosial, sebagian masyarakat,  pelajar dan mahasiswa cendrung menjadi lebih manja dan menggandrungi budaya serba instan, main copy paste materi pelajaran melalui internet, mengabaikan buku bacaan dan perpustakaan sebagai sumber bacaan yang lebih mampu memberikan pengetahuan mendalam dan komprehensif

Saya terkadang membayangkan, dengan adanya media sosial, akankan gelar kutu buku yang selam ini disematkan bagi masyarakat penikmat dan suka melahap buku - buku bacaan, rajin mengunjungi perpustakaan hanya akan menjadi kenangan dan cerita dalam dongeng - dongeng. Mungkinkah istilah baru “virus media social” akan lahir dari kecendrungan masyarakat yang mulai banyak  menggandrungi dan mendewakan media sosial sebagai sumber bacaan dan pengetahuan

Beberapa kali saya mendengar cerita dosen mata kuliah yang memberikan mahasiswanya nilai C gara - gara mendapatkan mahasiswa melakukan copy paste terhadap makalah yang diperesentasikan dari media sosial googel dengan sistim kebut semalam (SKS) atau cerita mahasiswa yang menggerutu, gara - gara diwajibkan program catat buku sampai habis (CBSA) dari dosen karena alasan supaya mahasiswa mau membaca dan menulis

Kemiskinan Intelektual


google
Ulasan di atas tidak hendak mengatakan atau mengartikulasikan, bahwa menjadikan media sosial sebagai sumber bacaan, rujukan pengetahuan tidak mencerdaskan, tapi coba kita lihat dan bandingkan kemauan, minat dan keinginan membaca buku dengan membaca suatu informasi atau bacaan lain melalui media sosial jelas sangat jauh berbeda

Kecendrungan sebagian orang mau membaca suatu pengetahuan, informasi atau peristiwa melalu media sosial, paling lama hanya berkisar antara  lima sampai sepuluh menit, setelah itu akan berpindah membuka laman media sosial lain, atau bahkan menutup sama sekali prangkat elektronik yang digunakan, sehingga jeda waktu untuk memahami dan meresapi informasi dibaca juga tidak terkonsentrasi

Belum lagi godaan untuk membuka media sosial seperti facebook, twitter, instagram danbeberapa media sosial lain yang secara lansung, selain merusak konsentrasi membaca, juga membuat sebagian orang menjadi malas untuk membaca lebih lama, apalagi pelajar dan mahasiswa dengan trend perkembangan teknologi sekarang yang semakin canggih dan menggoda, ahirnya yang ada hanya rasa malas dan asal main copy paste ketika ada tugas sekolah atau mata kuliah


google
Bandingkan dengan membaca buku, apalagi buku bacaan menarik, dari sisi kedalaman ulasan analisis dan nilai didapatkan jelas jauh lebih bagus termasuk konsentrasi untuk membaca, meresapi dan memahami lembar demi lembar setiap buku yang dibaca menjadi lebih terfokus dan lebih mudah dicerna

Meminjam bahasanya penulis buku "andaikan buku sepotong pizza",  Hernowo, nilai membaca di media sosial internet jelas berbeda dengan dengan membaca buku, baik dari sisi kedalaman, akurasi dan analisis tentang suatu pengetahuan atau informasi didapatkan

Ayo Menulis