Ayomenulis. Judul
tersebut saya kutif dari materi pelatihan cara menulis kreatif yang saya ikuti
sekitar tahun 2008, dengan pembicara Farid Gaban, pemimpin redaksi majalah Universitas
Paramadina dan mantan pemimpin redaksi Republika. Dalam kehidupan sehari-hari,
setiap detik, setiap menit, jam, hari, bulan dan tahun setiap kita sudah pasti memilik,
mengalami berbagai kejadian dan pristiwa dalam kehidupan.
Kita tidak
pernah tau suatu hari nanti, dari semua kejadian dan semua pristiwa yang pernah
kita alami, rasakan tersebut, akan menjadi sesuatu hal penting dan berguna bagi
generasi berikut di masa akan datang. Sedikit sekali di antara kita, yang mau
mendokumentasi/mengabadikan semua kejadian dialami tersebut dalam bentuk
tulisan. Semua pristiwa tersebut menguap begitu saja dan terkubur seiring
perputaran waktu terus berlalu.
Tadi
malam sekitar pukul 23.00, saat saya sedang asik chating dengan salah seorang kawa juga guru blog saya, Mahesa nama
krennya bagaimana strategi menjadikan blog banyak pengunjung, sekali lagi dari
sekian kali, Direktur Lembaga Studi Kemanusiaan (LenSA) NTB, Akhdiansyah
(Yongky) meminta saya mengajari cara menulis, dan berbagi pengalaman dengan teman-teman
Gerakan Mahasiwa Dompu (GMD), terutama bagi beberapa teman GMD yang baru saja
pulang dari negara Jiran Malaisia, mengkuti program pertukaran pemuda, menuliskan berbagai pengalaman didapatkan selama di Malaisia.
Diminta
begitu, terus terang saya sebenarnya merasa sedikit bingung bercampur kurang
akrab dengan istilah mengajar cara menulis. Karena sekali lagi saya ingin mengatakan untuk
memulai menulis sebenarnya tidak butuh terlalu banyak teori, dan memang tidak
teori baku untuk bisa menulis, yang ada hanyalah pengalaman dan kemauan mempraktikkan.
Apalagi sekedar menuliskan berbagai kejadian dialami dalam kehidupan
sehari-hari.
Banyak orang demikian pandai berbicara, memiliki banyak gagasan, pengetahuan
dan ide brilian tetang berbagai hal yang sebenarnya bisa bermanfaat dan
dibutuhkan banyak orang dalam kehidupan, tetapi tidak adanya upaya untuk
mendokumentasikan semua kejadian tersebut dalam bentuk tulisan mengakibatkan
semua gagasan berilian tersebut berlalu tidak tersisakan.
Karena
itu ayomenulis, “lukiskan, bukan katakan” pikirkan kemudian tuliskan apa yang dirasakan
dan yang dibayangkan, tidak tau cara menulis, bingung apa hendak mau dituliskan,
sedang tid mood, tidak memiliki
banyak waktu, laptop tidak ada, tidak berbakat dan tidak pernah mengikuti
pelatihan, hanyalah sebagian kecil yang kerap dijadikan dalih pembenaran bagi
mereka yang gengsi dan dilanda kemalasan. Karena menulis, bukan bakat bawaan,
tidak tebatas oleh waktu, mengganggu pekerjaan tidak harus sering mengikuti
pelatiahan.
Menulis
hanya masalah kemauan untuk mencoba. Yang pasti pilihannya ada dua, ingin bisa
menulis dengan banyak melakukan latihan, atau justru lebih senang menjadi pecundang,
yang kegemarannya hanya pandai mencari alasan pembenaran, menutupi ketidakmampuan
Posting Komentar