Menulis Sebagai Aktifitas Menyenangankan, Bukan Keterpaksaan

Jeritan Kemiskinan Kaum Pinggiran


Badannya tidak lagi tegap sebagaimana waktu muda dulu, guratan wajahnya nampak sudah mulai mengerut dan tua, karena harus bekerja setiap hari sebagai buruh dari sawah satu kesawah lain, demi mencari nafkah dan sesuap nasi.
Pancaran sinar matahari yang demikian panas tidak lagi dihiraukan, membakar kulit hitamnya dengan keringat dingin  bercucuran membasahi sekujur tubuh kurusnya


"ya beginilah saya kerjakan selama hidup nak bersama suami, menjadi buruh kasar dari sawah satu ke sawah lain, dari tempat satu ke tempat lain, siang dan malam bahkan sampai berbulan bulan. Kalau tidak begini dari mana kami bisa cari uang dan beras untuk makan. Sawah tidak punya" kata Jumirah wanita paruh baya asal desa terare Lombok Tengah tersebut.

Jumirah mungkin satu dari sekian banyak masyarakat Kota Mataram yang hidup di bawah garis kemiskinan. Di tengah gegap gempita Pemda NTB memasang iklan pencitraan dan klaim yang terkadang terkesan di lebih lebihkan tentang penurunan angka kemiskinan.

Namun dalam realitanya masih banyak masyakat NTB harus hidup berkubang dalam kemiskinan dan kemelaratan sebagai masyarakat yang terpinggirkan. Kisah Jumirah merupakan fakta miris betapa kemiskinan masih tetap tumbuh subur di tengah masyarakat. Bahkan dua anak Jumirahpun harus mengubur dalam cita citanya menlanjutkan sekolah ke jenjang lebih tinggi.

Anak saya sekolah hanya sampai SD dan terpaksa tidak melanjutkan kejenjang  SMP, karena terkendala biaya. Janganka mau sekolah, untuk biaya hidup sehari hari saja, susahnya minta ampun. Terang Jumirah pasrah.

"Begini sudah jadi orang miskin, tidak ada yang bisa kita perbuat, selain pasrah dan berusaha membanting tulang sekuat tenaga demi bertahan hidup, berharap dari pemerintah mana mungkin orang miskin kayak kita ini mau diperhatikan" Tutur Jumirah dengan mata berkaca kaca.

Sent from my BlackBerry® via Smartfren EVDO Network

Eliana, Sengsara Membawa Nikmat

Eliana


Berkunjung dari kantor satu ke kantor lain hampir menjadi rutinitas yang tidak pernah absen ia lakukan. Setiap pagi hingga menjelang siang Ibu tiga anak ini berkeliling menjajakan sayuran kepada pegawai dinas pemerintah Kota Mataram, dengan sepeda tua yang senantiasa setia menemani.

Profesi itu dijalani Ibu Eliana, wanita paruh baya kelahiran Otak Desa Dasan Agung Mataram  ini sejak masih muda. Kondisi ekonomi keluarga, memaksa Eliana harus ikut membanting tulang memenuhi kebutuhan hidup sehari hari termasuk membiayai anaknya yang masih sekolah, bersama suami yang sehari hari hanya
berprofesi sebagai kuli bangunan.

"Dulu sebelum saya menjual sayur sayuran, saya sempat jualan nasi bungkus dan snack ke kantor dan kampus, tetapi sekarang sudah tidak lagi, karena kurang pembeli, setelah itu saya putuskan jual sayuran sampai sekarang" cerita Eliana.

Penghasilan yang didapat dari hasil menjual sayuranpun tidak seberapa, paling banyak 30.000, itu juga kalau tidak di bon (hutang). Terkadang malah tidak dapat apa apa. Karena lebih banyak dihutang ibu pegawai itu, kata Eliana sambil menyeka keringat dingin yang bercucuran dari wajahnya.

"meski keuntungan yang saya dapatkan dari menjual sayuran tidak seberapa, dan sering diutang, saya merasa bersukur  kebutuhan keluarga termasuk biaya sekolah anak saya bisa terpenuhi, meski pas pasan. Ini mungkin yang dinamakan sengsara membawa nikmat. Kata Eliana pada lombokita senin (26/11) sambil berlalu
Sent from my BlackBerry® via Smartfren EVDO Network

Perda, dan Peluang Praktik Korupsi


APBD
Sorotan terhadap anggaran pemerintah daerah tidak hanya tertuju pada gendutnya pos gaji pegawai. Struktur pendapatan daerah yang masih sangat bergantung pada bantuan keuangan pemerintah pusat yang dikemas dalam dana perimbangan, berupa DAU DAK, dana bagi hasil pajak, dan dana bagi hasil bukan pajak, juga perlu dipertanyakan.

Mayoritas pemda ternyata tidak mampu mengembangkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Akibatnya posisi PAD dalam pos pendapatan APBD terbilang sangat kecil. 
Peneliti bidang Otonomi Daerah, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Lili Romli mengatakan, pemda memang kurang terobosan untuk meningkatkan PAD.

Pemda lebih senang mencari cara mudah dengan meningkatkan retribusi daerah, yang mengakibatkan biaya ekonomi tinggi. “Pemda senang membebankan pajak ke masyarakat, padahal duitnya dihabiskan untuk mereka”, Otonomi Daerah kata Lili, membuat pemda seenaknya sendiri mengatur anggaran. (Republika, Selasa 12 Juli 2011).

Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (Fitra) mensinyalir tunjangan pejabat daerah yang berlebihan merupakan bentuk korupsi terselubung. Kordinator investigasi dan advokasi Fitra Ucok Sky Khadafi, mengatakan para pejabat itu menggerogoti APBD dengan bersembunyi dibalik perda yang mengatur tentang tunjangan berdasarkan PAD. Faktanya kata dia, tunjangan pejabat dan PNS alokasinya bahkan melebihi kemampuan daerah mendapatkan PAD.

“Mereka menggerogoti keuangan negara tanpa takut karena dilindungi peraturan”, Tameng perda yang melindungi model korupsi gaya baru itu membuat KPK tidak berdaya. “Ya, itulah kita tidak bisa menindak dan menyebut hal itu sebagai tindak pidana korupsi, karena mereka melakukan itu sesuai aturan,” kata ketua KPK bidang pencegahan Haryono Umar. (Republika Sabtu 9 Juli 2011).

NTB 1 di Pilgub 2013, Milik Siapakah


Pilgub
Mejelang suksesi Pilgub NTB 2013, perbincangan mengenai sejumlah calon yang dipandang dan dianggap paling pantas memimpin NTB lima tahun kedepan terus mengemuka. Tidak jarang perbincangan-perbincangan kecil tersebut berujung pada perdebatan mengenai kelemahan dan kekurangan sejumlah nama, yang digadang-gadang akan tampil memperebutkan NTB 1 pada 2013 Mendatang

Dari sejumlah nama kandidat tersebut, calon incumbent TGB, termasuk salah satu calon yang paling banyak disorot dan menjadi bahan perbincangan paling hangat, di media cetak dan jejaring sosial facebook. Bagaimana tidak sampai sekarang ini TGB menurut sejumlah pengamat dan hasil surve yang dilakukan oleh salah satu lembaga surve, yang setau saya, orang-orang yang ada didalamnya, sebagian dari orang2 dekatnya TGB. Sehingga kalau berbicara sola objektivitas memang patut dipertanyakan.

Dari sisi ketokohan, TGB termasuk calon yang paling beruntung. Betapa tidak selain selain didukung partai besar partai demokrat, TGB juga termasuk tokoh rohaniawan/kharismatik dengan persentase jamaan fanatik cukup besar, dengan manajemen kepengurusan secara struktural dan mudah diorganizir, ketimbang calon lain yang persentase pendukung yang dimemiliki tergolong sedikit. 

Modal besar inilah yang memperkuat keyakinan dan rasa optimisme sebagian lawan politik dan pendukung TGB akan bisa memenangkan Pilgub putaran kedua. Disamping itu TGB dalam klaim pendukung fanatiknya, baik dari kalangan masyarakat, tokoh agama, masyarakat maupun yang sedang menikmati hasil buah kerja keras mereka memenangkan TGB pada Pilgub periode pertama, dipandang sukses besar membangun dan memajukan NTB, selama kepemimpinannya.

Keberhasilan itu, menurut klaim mereka bisa dilihat dari keberhasilan TGB mejalankan program-program unggulan yang pernah dicanangkan. Di antaranya program BSS, Pijar, Absano, Akino, Adono, VLS dan menurunkan angka kemiskinan termasuk keberhasilan mendapatkan sejumlah penghargaan  atas keberhasilan program yg dicangkan, dari pemerintah pusat.

Sementara di sisi berbeda, sejumlah kelompok masyarakat lain, menilai kalau kepemimpinan TGB selama lima tahun dinilai gagal melindungi dan memperjuangkan kepentingan masyarakat di tingkat akar rumput. Khususnya petani tembakau. Bagi sebagian masyarakat keberhasilan yang dicapai pemerintah sekarang, dan yang banyak digembar gemborkan melalui media, sebagian besarnya dinilai tidak lebih sebatas kebrhasilan semu dan sebatas iklan pencitraan.

Karena lebih banyak diukur hanya berdasrkan angka-angka dan banyaknya penghargaan yang didapatkan. Angka, data dan penghargaan yang diberikan memang tidak dinafikkan sebagiannya menjadi tolak ukur sebuah keberhasilan. Tetapi tidak mesti harus dijadikan sebagai harga mati sebuah keberhasilan, mengingat angka dan penghargaan hanya sebagian kecil bisa dijadikan sebagai tolak ukur sebuah keberhasilan program.

Sementara kebanyakan program dicanangkan, di tingkat akar rumput justru banyak tidak sesuai dengan harapan dan klaim keberhasilan yang digembar gemborkan pemerintah melalui media. Contohnya petani tembakau, oleh TGB selama kepemimpinannya gagal melindungi dan memperjuangkan nasib mereka dari permainan para rentenir dan prusahaan nakal yang tidak mau membeli hasil tembakau petani.

Dengan kerugian hingga mencapai ratusan miliar, alih menyelamatkan petani dari kerugian, hanya untuk menekan perusahaan supaya membeli tembakau petani saja, pemprop seakan tidak ubahnya macan ompong yang tidak punya taring dan tidak sepenuhnya perusahaan mau menjalakan instruksi gubernur. Pertanyaannya masih berpeluangkah TGB menduduki NTB 1.

Ketika Pertembakaun Mengalami Kebangkrutan?


Petani
Masih berlarut-larutnya permasalahan pertembakauan antara petani dan perusahaan setidaknya menunjukkan betapa pemerintah, dalam hal ini gubernur NTB terkesan tidak serius melindungi dan memperjuangkan nasib petani tembakau. Upaya mediasi dan ancaman yang pernah dilontarkan kepada pihak prusahaan tembakau, tidak lebih sebatas pepesan kosong.

Terbukti peringatan dan ancaman tersebut tidak pernah dilaksanakan oleh pihak perusahaan, tetap saja banyak tembakau petani yang tidak dibeli. Kuota pembelian pun tidak dilakukan sebagaimana instruksi gubernur sewaktu melakukan pertemuan dengan semua perusahaan di kantor gubernur beberapa waktu lalu.

Perusahaan tetap saja masih membeli tembakau petani dalam jumlah terbatas. Selain harga jul yang murah, petani juga kerap dihadapkan dengan praktik pencaluan yang dilakukan oleh para PL. ini jelas sangat merugikan petani. Padahal pemerintah sebagai pemegang kebijakan, apa yang tidak bisa dilakukan, menekan dan menindak perusahaan nakal tersebut.

tetapi pemerintah nampak lebih senang membuat sensai dengan berkoar dimedia, mencari perhatian, membangun pencitraan, namun miskin tindakan. Padahal kalau pemerintah sedikit serius memantau dan  memperjuangkan nasib petani tembakau, persoalan ini tidak akan sampai berlarut-larut seperti sekarang ini.

Kalau aspirasi dan masalah spele masyarakat seperti ini saja TGB sebagai gubernur tidak mampu tuntaskan, saya pesimis masyarakat akan simpati/mau memilih TGB sebagai gubernur pada Pilgub 2013 mendatang. Logikanya, untuk apa masyarakat mau memilih pemimpin yang mengabaikan nasib mereka, tentu sebuah kesalahan besar.

DPR sendiri sebagai lembaga yang diharapkan lebih banyak memperjuangkan nasib petani tembakau, justru tidak ubahnya seperti macan ompong, dan tidak punya taring. Saya kadang berfikir bagaimana sekiranya NTB di propinsi maupun Kabupaten kota, legislatifnya ditiadakan saja. Toh ada maupun tidak, keberadaan dewan tidak banyak berkontribusi bagi masyarakat. Alih-alih mau sejahtera, malah makin menjadikan masyarakat miskin dan melarat.

Loteng dan Warisan Birokrasi Yang Kebablasan


Loteng
Besarnya usia dan seringny terjadi pergantian pucuk kepemimpinan dalam tubuh organisasi pemerintahan ternyata tidak serta merta menjadi jaminan sebuah daerah mengalami banyak perbaikan. Beberapa daerah yang beberapa kali bahkan berulang kali mengalami pergantian kepala daerah, nyatany tidak kunjung keluar dari kondisi keterpurukan terutama menyangkut tata klola manajemen organisasi pemerintahan daerah secara transparan dan profesional.

Mungkin sudah menjadi hukum alamiah dan berketetapan dalam setiap diri manusia. Beda orang, berbeda pula bentuk, karakter sifat mapun prilaku. Demikian halnya dalam hal kepemimpina. Beda kepala berbeda pula cara pandang dan kemampuan dalam mengelola dan menjalankan roda organisasi pemerintahan, dan berbeda pula program dan kebijakan yang dijalankan.

Belum tuntas program yang dicanangkan kepala daerah sebelumnya, muncul lagi program dari kepala daerah yang baru. Walhasil model pemerintahan macam ini berpotensi terjadinya saling tumpang tindih kebijakan. Inilah salah satu penyebab pembanguna sebuah daerah seringkali mengalami kondisi stagnan alias jalan di tempat, pelayanan dan sistem manajemen birokrasi  yang tidak profesional dan seringnya terjadi defisit anggaran. Factor gengsi dan sentimen politik bisanya paling dominan dikedepankan  

Terbukti Dari sekian kepala daerah yang pernah memegang pucuk pimpinan di tingkatan Propinsi dan Kabupaten Kota di NTB. Praksisi tehitung semenjak masa pemerintahan berlansung hingga ahir pemerintahan, belum ada satupun kepala daerah yang tidak terganjal dengan masalah, dan selalu menyisakan masalah. Kabupaten Lombok tengah(Loteng) masa pemerintahan H. L. Wira Atmaja dengan Suprayitno contohnya.

Tercatat dalam masa  pemerintahan kedua pasangan ini pembangunan Loteng berjalan stagnan, tidak ada prestasi yang terlalu bisa di banggakan. APBD Loteng lebih banyak dihamburkan untuk program yang sesungguhnya tidak memiliki relevansi dengan kepentingan masyarakat. Praktik nepotisme berlansung tumbuh subur. Mutasi dan prekrutan pegawai dilakukan tanpa mempertimbangkan kebutuhan dan ketersedian anggaran daerah.

Kasusu membeludaknya Tenaga Harian Lepas (THL), aksi mogok petugas kebersihan Kota Praya dan demonstrasi ribuan tenaga honorer meminta diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) menjadi bukti betapa warisan birokrasi kedua pasangan ini demikian bobrok. APBD lebih besar terkuras untuk belanja birokrasi dan menggaji pegawai dan karyawan. Puncaknya pada tahun anggaran 2010 pasca pasangan H. M. Suhaili. FT dan H. L. Normal Suzana dilantik menjadi Bupati APBD Loteng mengalami difisit anggara hingga 20%.

Mimpi besar pasangan bupati Lombok tengah H.M. suhaili FT dan H.L. Normal Suzana  mewujudkan masyarakat Loteng beriman, sejahtera dan bermutu atau yang biasa disingkat Loteng Bersatu nampaknya akan banyak menemui rintangan alias tidak akan mampu berjalan maiq meres sebagaimana yang diharapkan. Terhitung  semenjak masa pencalonan,  sampai dilantik ahir tahun 2010 lalu, pasangan maiq meres tidak pernah terlepas dari terpaan masalah beruntun secara bertubi-tubi.

Mulai dari isu miring soal skandal perempuan, mekanisme pencalonan dinilai cacat hukum, yang sempat menimbulkan ketegangan antara masa pendukung calon incomben H.L. Wira Atmaja yang menuntut pasangan bupati terpilih Suhaili-Normal dinonaktifkan dengan masa pendukung bupati terpilih. Meski pada ahirnya mampu diredam dengan dimentahkannya gugatan H.L. Wira Atmaja atas pasangan maiq meres, pada tingkat banding, oleh Mentri Dalam Negeri (Mendagri) di Mahkamah Agung.

Lolos dari gugatan hukum atas keabsahannya sebagai bupati dan wakil bupati Loteng. Lantas tidak serta merta membuat pasangan ini bisa bernafas lega. Belum genap satu tahaun kepemimpinannya berlansung, mereka harus siap dihadapkan kembali dengan persoalan tidak kalah pelik,  menguras konsentrasi melaksanakan program kerja yang sesungguhnya lebih substansi untuk ditunaikan. Warisan birokrasi pemerintahan bupati sebelumnya, ternyata telah menyisakan masalah baru bagi pasangan maiq-meres dalam masa kepemimpinan mereka, yang baru setahun berjalan

Masalah tenaga harian lepas (THL), tenaga honorer, dan kebersihan kota dalam beberapa bulan terahir hampir setiap hari menjadi sorotan media, menuntut segera dituntaskan Pemkab Loteng. Meski cukup membebani, persoalan yang dihadapi sekarang ini, bisa jadi merupakan peluang, sekaligus tantangan pasangan maiq-meres menjalani uji kelayakan, kecerdikan dan kepatutan kualitas kepemimpinan menjalankan roda birokrasi pemerintahan.

 Perlu Penataan
Kasus membeludaknya THL dan tenaga honorer di lingkungan pemkab Loteng, meski menjadi pembelajaran bagi kepala daerah yang memimpin Loteng saat ini, untuk tidak secara gegabah mengangkat pegawai secara sembarangan, tanpa melalui mekanisme yang sudah ditetapkan . Selain menyalahi prosedur dan bertentangan dengan perundangan mengenai pengangkatan, perekrutan tenaga honorer, kontrak maupun Pegawai Negeri Sipil yang sudah diatur dan ditetapkan dalam undang-undang.

Pengambilan kebijakan yang dilakukan secara sembarangan, tanpa melalui kajian, bukannya menciptakan perbaikan bagi tata klola birokrasi pemerintahan, justru  semakin membuka peluang terjadinya ketidakteraturan dan keterpurukan pengelolaan anggaran. Boleh jadi anggaran yang seharus dicanangkan untuk pemberdayaan masyarakat, program pembangunan sarana dan yang menyangkut kepentingan umum, berupa pembangunan infrastruktur, wabil khusus infrastruktur jalan, akan mengalami pengurangan.  

Akibat ketidak mampuan pemkab dalam mengelola anggaran, belum lagi tingkat kemampuan pemkab mengelola sumber daya yang ada bagi pemasukan PAD tergolong masih sangat lemah. Sementara ongkos untuk membiayi birokrasi dan belanja pegawai pemerintahan setiap tahunya terus mengalami pembengkakan. 

Lemahnya kemampuan pemkab Loteng mengelola maupun menambah pemasukan terhadap pundi-pundi APBD, ketidak teraturan dalam pengelolaan anggaran pada sisi lain, juga tidak terlepas dari latar belakang setiap kepala daerah, menyangkut kapasitas dan kualitas kepemimpinan selama memegang tampuk pemerintahan.

Posisi strategis Loteng yang dijadikan sebagai kawasan ekonomi khususu dengan keberadaan BIL, Mandalika Resor dan kampus IPDN benar-benar harus dimanfatkan pemkab loteng melakukan gebrakan mempercepat pembanguna, khususnya bidang SDM sebagai salah satu ikhtiar mendongkrak ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

Keberanian melakukan gebrakan pembangunan, pengambilan kebijakan secara tepat sasaran dan pembenahan internal birokrasi mutlak dibutuhkan, guna mewujudkan masyarakat Loteng Bersatu. Pertanyaan seberapa besar keberanian pemkab Loteng sekarang ini berani keluar dari logika politik balas jasa, menempatkan pejabat sesuai kapasitas bukan berdasarkan kedekatan apalagi transaksi money politik.

Tentang Penghargaan Itu?


Bintang MahaputraMemasang iklan ucapan selamat kepada pimpinan, kolegan, tokoh dan rekan/orang yang dipandang potensial mendatangkan keberuntungan di media masa, sudah menjadi tradisi dilingkungan birokrasi pemerintahan. Tidak tanggung tanggung kolom ucapan yang disediakan, memenuhi sebagian halaman koran. Dari sekelas kepala Satuan kerja pemerintahan, anggota dewan, bupati, organisasi kepemudaan hingga kelas usahawan.

Tidak cukup dikoran, dijejaring sosial facebook pun tradisi yang sama bisa kita temukan. Memberikan ucapan dan pujian atas penghargaan yang didapatkan pimpinan tentu merupakan sebuah kewajaran, sebagai ekspresi spontan atas prestasi kerja pimpinan selama menjalankan roda organisasi pemerintahan. termasuk sejumlah penghargaan yang didapatkan gubernur NTB dari pemerintah pusat.

Tetapi alangkah akan sangat berlebihan ketika penghargaan itu terlalu dibesar besarkan, dan justru akan merusak nilai kebaikan penghargaan tersebut di mata masyarakat. Karena Penghargaan pada dasarnya secuil atau sebagian kecil bisa dijadikan sebagai tolak ukur keberhasilan seseorang kepala pemerintahan. Karena hanya berdasarkan pengamatan, penilaian beberapa gelintir orang, yang kebenarannya masih bisa dimentahkan.

Bukan berdasarkan pengakuan lansung dari sekian juta masyarakat yang menerima dan merasakan lansung pelayanan yang diberikan pemda NTB selama ini. coba misalkan kualitas pelayanan tersebut kita tanyakan lansung kepada masyarakat tentu jawabannya akan tidak persis sama sebagaimana klaim pemda NTB melaui BPS dan sejumlah pengamat kebijakan dibidang tersebut.

Karena tolak ukur keberhasilan cendrung lebih dominan berdasarkan hasil data BPS bukan berdasarkan pengamatan lansung di masyarakat. Masih ingat bagaimana hasil surve yang dilakukan salah satu lembaga surve beberapa waktu lalu, yang ingin mengetahui sejauh mana masyarakat memahami keberadaan beberapa program kerja yang dicanangkan pemprop NTB.

Terbukti hampir sebagian besar masyarakat NTB banyak yang tidak tau. atau pernyataan salah seorang menteri sewaktu menghadiri acara peringatan Harganas beberapa waktu lalu, tentang angkan kemiskinan di NTB yang masih cukup memperihatinkan. ini berbanding kontradiksi dengan pengakuan Pemda NTB dalam beberapa tahun terahir, mengenai angka kemiskinan yang terus mengalami penurunan.

Untuk itu penghargaan yang didapatkan gubernur sekarang ini dan sujumlah penghargaan lain yang didapatkan beberapa waktu lalu, semestinya kita pandang/ posisikan secara proporsional dan berkewajaran, bukan sebaliknya terlampau kebablasan. Rasa kagum, bangga dan sayang kepada Gubernur sejatinya tidak cukup hanya dengan ucapan selamat dan pujian melalui kata-kata terlalu berlebihan.

Karena pujian yang terlalu berlebihan, bukannya akan bisa menciptakan prestasi pemda semakin mengalami peningkatan, justru akan menjadikan pemerintah bisa terhanyut dalam kebanggaan yang sesungguhnya tidak cukup mebanggakan. semestinya penghargaan itu bisa dijadikan pemantik membantu dan mendorong gubernur mengukir prestasi dan perubahan lebih membanggakan dalam usaha memperbaiki dan mensejahterakan kehidupan masyarakat.


 


15 Upaya Pelemahan KPK Oleh DPR


KPK
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - LSM antikorupsi, Indonesian Corruption Watch (ICW) melansir 15 cara yang dilakukan dalam upaya pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Peneliti ICW, Emerson Yuntho, dalam rilisnya ke Tribunnews.com, Kamis (4/10/2012), merinci. 15 upaya pelemahan terhadap KPK tersebut yakni :
1.       Judicial Review UU KPK ke Mahkamah Konstitusi (MK).
2.      Proses Seleksi Pimpinan KPK
3.      Ancaman Bom ke gedung KPK 
4.      Wacana Pembubaran KPK dan KPK sebagai lembaga ad hoc
5.      Penolakan Pengajuan Anggaran KPK oleh DPR (cat. Penolakan anggaran gedung baru DPR)
6.      Serangan Legislasi (legislation attack) melalui Revisi UU KPK dan UU Tipikor, termasuk didalamnya  upaya menghapuskan penuntutan KPK 
7.      Pengerdilan kewenangan Penyadapan (catatan upaya membuat RPP Penyadapan oleh Menkominfo)
8.      Menghilangkan/mengaburkan kewenangan penahanan dan penyidikan KPK (cat. melalui mekanisme pra peradilan)
9.      Penarikan tenaga Penyidik dan Auditor yang diperbantukan di KPK
10.   Rencana Audit BPKP atau BPK terhadap KPK
11.    Ancaman terhadap investigasi kasus Century
12.    Kriminalisasi dan rekayasa hukum terhadap pimpinan atau pejabat KPK
13.   Intimidasi terhadap penyidik, penuntut umum serta pejabat dan pimpinan KPK
14.   Penyerobotan kasus korupsi yang ditangani oleh KPK (misal kasus Simulator)
15.   Penggunaan upaya hukum perdata  untuk mengagalkan penyitaan atau perampasan asset yang dilakukan oleh KPK 

Jangan Pergi ke Sekolah


Lerry Ellison
Seorang CEO Oracle Corp,  Lerry Ellison orang kedua terkaya di dunia. Pada suatu kesempatan, ia diundang untuk memberi pidato pembukaan kelas 2000 Universitas Yale dan ‘diseret turun’ dari panggung sebelum ia menyelesaikan pidatonya. Di bawah ini adalah salinan pidatonya. “Lulusan Yale University, saya minta maaf bila anda telah mengalami prolog seperti ini sebelumnya, namun saya ingin anda melakukan sesuatu untuk diri Anda semdiri.

Tolong lihatlah sekeliling anda dengan baik. Lihatlah teman di sebelah kiri dan kanan anda. Sekarang pikirkan ini, 5 tahun dari sekarang, 10 tahun dari sekarang, bahkan 30 tahun dari sekarang, kemungkinannya adalah orang di sebelah kiri Anda akan menjadi pecundang. Orang di sebelah kanan anda juga akan jadi pecundang. Dan anda di tengah? Apa yang Anda harapkan? Pecundang, pecundang, cum laude pecundang.

Nyatanya ketika saya melihat ke hadapan saya sekarang, saya tidak melihat seribu harapan untuk masa depan yang cerah. Saya tidak melihat pemimpin masa depan dalam seribu industri. Saya melihat seribu pecundang. Anda kesal. Itu bisa dimengerti. Bagaimanapun, bagaimana saya, Lawrence ‘Lery’ Ellison, seorang yang drop out dari kampus, memiliki keberanian untuk mengatakan omong kosong ini pada lulusan salah satu institusi paling bergengsi bangsa ini?

Akan saya katakan sebabnya. Karena saya Lawrence ‘Lery’ Ellison, orang terkaya di planet ini adalah seorang drop uot kuliyah, dan anda tidak. Karena Bill Gates, manusia terkaya di planet - saat ini-adalah juga drop out kuliyah, dan anda tidak Karena Paul Alen, orang ketiga terkaya di planet ini, keluar kampus, dan anda tidak. Hemmm... Anda sangat kesal. Itu bisa dimengerti.
Ahirnya, saya menyadari banyak dari Anda, saya harap kebanyakan dari Anda bertanya-tanya? “Apakah ada yang bisa kulakukan? Apakah ada harapan untukku?

.......Hmm.......... Anda sangat kesal, itu bisa dimengerti. Jadi mungkin ini waktunya untuk membawa garis perak. Bukan untuk anda, kelas 2000. Anda sudah di hapuskan, jadi akan saya biarkan Anda mencari pekerjaan yang mengibakan, yang cek gaji anda ditandatangani oleh teman anda yang drop out dua tahun lalu. Pergilah. Kemasi barang-barang dan idemu dan jangn kembalia. Drop out dan mulailah. Karena bisa saya katakan bahwa topi dan jubah akan menurunkan Anda, seperti petugas keamanan ini menarik saya turun dari panggung menurunkan saya.
(Pidato dihentikan)

Ya, sudah dikatakan bahwa abad ke-20 adalah abad di mana gelar akademik dari universitas sangat penting, tapi tidak lagi di abad 21. Kecendrungan ini sudah dimulai di AS, Jepang, dan kemudian di seluruh dunia. Banyak yang drop out dan mulai! Bila anda punya gelar, itu bagus, tapi jangan jadikan itu sebagai halangan. Jangan biarkan ijazah anda menentukan jumlah yang anda bisa dapatkan atau apa yang anda bisa lakukan. (Valentino Dinsi, SE, MM, MBA dkk, “Jangan Mau Seumur Hidup Jadi Orang Gajian”, (Jakarta : LET’S GO Indonesia, 2008). 

Curhatan Ayam Dengan Sapi


Humor
Ayam: pi“Gue benci banget deh dengan yang namanya manusia!”
Sapi: “Lah, mang lo napa, yam?”

Ayam: “Masa gue baru makan beras dikit aja, langsung diusir, sampe dilempar-lempar batu segala. Padahal mereka hampir tiap hari makan telur dan daging gue. Sebel!!! Benci banget gue sama yang namanya manusia.”

Sapi: “Emang lo doang yang benci??? Gue lebih benci mereka dari siapa pun!”
Ayam: “Emang lo kenapa, pi?”

Sapi: “Coba elo bayangin, hampir tiap hari susu gue dielus-elus, dipencet-pencet, diremas-remas, tapi manusia durjana itu gak pernah nikahin gue, boro-boro ngelamar… Sakiiiittt banget batin gue, emangnya gue jablay!!!”
http://www.malau.net/2012-08-08/ayam-dan-sapi/


Tertawalah Sebelum Tertawa Itu Dilarang


Info Menarik
Banyak orang yang menyepelekan manfaat nge-joke. Padahal, dalam humor banyak sekali manfaat yang didapat. Selain pikiran jadi rileks, hati senang, otot wajah pun jadi terlatih untuk terlihat lebih fun sehingga berpengaruh ke penampilan. Makanya, banyak orang yang bilang, perbanyaklah humor agar awet muda.

Konon, Raja Sulaiman pernah berujar, “ Hati yang riang bagaikan obat yang mujarab.” Demikian pula dengan seorang penemu ilmu psikoanalisis, Sigmund Freud, “ Berkelakar seharusnya jangan dilukiskan sebagai hal yang tidak bergunaatau tanpa tujuan. Karena tujuannya justeru untuk menciptakan perasaan senang di hati para pendengarnya.”

Nah, bagi Anda yang masih meremehkan manfaat humor, coba disimak manfaat humor di bawah ini :
Setiap orang tertawa beberapa kali sehari dengan alasan yang berbeda, misalnya karena mendengar lelucon, menonton film komedi atau membaca buku komik. Rasa humor adalah salah anugerah penting yang kita miliki, dan tertawa mengungkapkan perasaan bahagia. Humor dan tawa menyebabkan efek kumulatif dari rasa senang dan kegembiraan. Selain sebagai ekspresi rasa senang atau kegembiraan, humor dan tawa menawarkan sejumlah manfaat kesehatan yang positif.

Tertawa membuat kita lebih mudah menghadapi tantangan yang berbeda dalam kehidupan. Hal ini meningkatkan dan memperkuat sistem kekebalan tubuh dan membantu mencegah sejumlah penyakit. Terapi tawa dapat digunakan untuk menyembuhkan beberapa penyakit seperti hipertensi, maag, rematik, stroke, diabetes dan bahkan penyakit jantung.  Selain itu, tertawa dapat menjadi relaksasi yang baik dalam mengurangi stres dan depresi.

Manfaat tertawa bagi kesehatan fisik
Tertawa tidak hanya terkait dengan ekspresi wajah, tetapi juga menyebabkan sejumlah perubahan kimia dalam tubuh. Derai tawa yang baik membantu pengeluaran enzim dan hormon bermanfaat untuk membantu fungsi normal berbagai organ tubuh. Hal ini disebabkan adanya hubungan antara tertawa dan stimulasi otak dan kelenjar yang berbeda. Tertawa meningkatkan tubuh melepaskan antihistamin alami, mengaktifkan T-sel yakni anti-biotik alami yang diproduksi dalam tubuh. Dengan demikian meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan melawan infeksi untuk mencegah berbagai penyakit.

Tertawa mengurangi kadar hormon tertentu, yaitu kortisol, epinephrine dan dopac, yang berhubungan dengan respon stres. Oleh karena itu membantu meringankan stres, depresi, kecemasan, kesedihan dan kemarahan. Tertawa juga mengurangi rasa sakit dengan melepaskan hormon, endorfin. Tertawa terbukti sangat bermanfaat bagi orang yang menderita hipertensi karena  tertawa dapat membantu menurunkan tekanan darah ke normal. Tertawa menyebabkan pernapasan lebih dalam dan peningkatan aliran darah, karena oksigen dan nutrisi penting yang dipasok ke seluruh bagian tubuh.

Tertawa adalah latihan yang baik untuk pernafasan, perut, punggung kaki, dan otot-otot wajah. Memperlancar fungsi usus, sebagai organ pijat perut dan memperkuat otot-otot perut. Kegiatan ini menguntungkan untuk pencernaan serta penyerapan. Tertawa juga membantu membakar kalori dan bermanfaat untuk menurunkan berat badan.
Selain manfaat kesehatan fisik, tertawa menawarkan beberapa manfaat kesehatan psikologis, yakni meningkatkan kepercayaan diri dan memberikan kekuatan mental untuk menghadapi konflik dan tantangan dalam hidup. Hal ini juga membantu kita keluar dari kecemasan dan depresi, memudahkan kita melupakan semua ketegangan dalam kehidupan kita sehari-hari yang selalu sibuk.

Tertawa meningkatkan kemampuan kita untuk berhubungan dengan orang lain. Hal ini juga menyebabkan sejumlah perubahan perilaku. Ini membuat kita bersemangat dan meningkatkan minat kami dalam kegiatan sehari-hari.

Tertawa juga menawarkan banyak manfaat sosial. Seseorang dengan wajah tersenyum selalu populer di antara kelompok atau rekan-rekannya. Tertawa mengurangi jarak antara diantara individu dan mendekatkan mereka bersama-sama. Hal ini meningkatkan komunikasi yang sehat dengan orang lain.
Tertawa positif mempengaruhi banyak aspek kehidupan kita, termasuk kesehatan, kesejahteraan dan energi, yang menyebabkan hidup, sehat kualitas. Jadi, kalau senyum dapat meningkatkan nilai wajah, tertawa memberi manfaat bagi kesehatan fisik dan psikologis kita.

Masyarakat, Kenyang Dulu Damai Kemudian

Dialog Publik TVRI NTB
Jum’at (9/28) kemarin saya bisa berkesempatan hadir mengikuti acara dialog publik “Meretas Konflik Komunal di Tengah Masyarakat” yang diadakan Nusa Tenggara Center (NC) secara live di TVRI NTB. Tadinya saya berharap banya, acara yang menghadirkan beberapa nara sumber dari unsur akademisi, kepala Bangkespoldagri Propinsi NTB dan kepolisian tersebut, akan lebih banyak membuka ruang melakukan dialog dengan masyarakat maupun peserta yang hadir, mencari akar persoaalan pemicu terjadi konflik komunal ditengah masyarakat, serta merumuskan langkah kongkrit mengatasi persoalan tersebut.

Karena bagaimanapun yang menjadi pelaku, banyak tau pemicul timbulnya konflik dan terlibat secara lansung adalah masyarakat, guna mendapatkan informasi secarah utuh dan berimbang. Untuk itu setiap upaya membahas, merumuskan upaya pencegahan konflik yang berlansung, mesti porsinya lebih banyak melibatkan peran serta dan partisi masyarakat, termasuk pada acara dialog publik kemarin.

Dalam beberapa kesempatan acara dialog, maupun berita yang diturunkan media, tentang konflik yang terjadi di tengah masyarakat, yang lebih banyak berbicara dan menjadi nara sumber cendrung didominasi para pengamat, aparat hukum dan pemerintahan. Statement dan komentar yang dilontarkan ketikan dijadikan sebagai pembicara maupun nara sumber, meski secara tidak lansung, seringkali berahir pada kesimpulan, bahwa timbulnya konflik komunal merupakan kesalahan masyarakat.

Dalih masih kurangnya kesadaran masyarakat, tidak taat dan patuh pada aturan, norma agama, adat istiadat, egoism serta rasa keakuan masyarakat merasa diri paling kuat/hebat, senantiasa menjadi barang dagangan dan kambing hitam sejumlah pengamat, aparat hukum maupun pemerintahan senantiasa menimpakan kesalahan kepada masyarakat. Demikian halnya dialog publik yang diadakan NC jum’at kemarin, bagi saya belum mengarah pada upaya mencari solusi penyelesaian.

Pemaparan ketiga nara sumber tersebut tersebut justru saya lihat, lebih mengarah pada sebuah kesimpulan, bahwa seolah akar pemasalahannya hanya bertumpu pada masyarakat. Padahal ada banyak factor pemicu timbulnya konflik komunal di tengah masyarakat. Sebut saja factor kesenjangan social ekonomi dan pembangunan. Tidak dinafikkan kesenjangan di bidang ekonomi dan pembangunan masih tetap ditemukan antara miskin dan kaya, perkotaan pedesaan, ketimpangan dan perlakuan diskriminatif pemerintah bukan rahasia umum untuk disaksikan.

Politik sektarian juga cukup kental nuansanya dalam setiap agenda pembangunan yang dilaksanakan para pemegang kebijakan, secara tidak lansung semakin memperlebar pluang terjadinya ketimpangan kelompok satu dengan kelompok lain dan daerah satu dengan daerah lainnya ditengah masyarakat. Dan praktik politik model ini memang tidak sekedar wacana, melainkan memang masih tetap ada berlansung sampai sekarang.

Sseorang kawan bercerita bagaima seorang warga dalam salah satu kesempatan meminta kepada bupatinya memperhatikan pembangunan jalan di wilayahnya, yang kondis jalan tersebut tergolong cukup parah, yang mengejutkan, bupati tersebut secara spontan dan tanpa merasa beban menjawab, “wah kalau daerah situ, dulu kebanyakan masyarakat tidak memilih saya, jadi mohon maf nanti dulu, kata kawan tersebut menirukan kata-kata bupati. 

Adanya ketimpangan seperti ini, lambat laun menimbulkan rasa frustasi dengan lingkungan sekitar yang sudah tidak lagi mampu memberikan rasa nyaman, kesejahteraan dan rasa keadilan. Dari sini mulai timbul/terbangun rasa ketidak percayaan masyarakat terhadap pemerintah. Dalam kondisi semacam ini, masyarakat biasanya mudah sekali tersulut emosi, terlibat perkelahian, dari perorangan hingga bentrokan besar-besaran

Disis lain ruang-ruang publik berupa lembaga pendidikan, termasuk Perguruan Tinggi (PT) yang tadinya di harapkan sebagai wadah melahirkan pribadi yang memiliki sikap keteladanan, justru telah berubahh menjadi tempat menyeramkan penuh dengan persaingan, permusuhan dan jauh dari sikap cerminan keteladanan. Lembaga PT lebih santer dengan muatan politis ketimbang muatan akademis.

Pertanyaanya, bagaimana mau menuntut masyarakat beriman, serta taat pada norma-norma dan aturan, sementara rakyat masih kelaparan, dan betapa sulitnya menemukan sosok pemimpin/guru teladan meski di lembaga pendidikan sekalipun.

Moratorium PNS dan Pendidikan Keterampilan

PNS
Tindakan pemerintah memberlakukan moratorium PNS, boleh saja dinilai sebagai kebijakan, yang dalam pandangan sejumlah pakar dan pengamat, sebagai langkah efektif mengatasi defisit anggaran, yang saat ini sedang mengalami kebangkrutan, karena terlalu banyak terkuras untuk membiayai belanja pegawai dan birokrasi pemerintahan. Meski kebijakan ini tergolong sebagai langkah tepat, bukan berarti mampu menuntaskan berbagai permasalahan yang ada.

Karena tidak dibarengi dengan langkah kongkrit memberikan solusi/alternativ bagi masyarakat, mengantisipasi dampak di balik kebijakan yang diberlakukan. Tidak berlebihan kebijakan ini di mata sebagian masyarakat selain dinilai  diskriminatif, juga terkesan mencidrai rasa keadilan masyarakat. Mengapa pengamat dan pemegang kebijakan menimpakan kesalahan hanya bertumpu pada satu lembaga (kepegawaian), sebaga pemicu terjadinya defisit anggaran?.

Besarnya dana tunjangan pejabat birokrasi pemerintahan, biaya perjalanan dinas anggota dewan yang justru menghabiskan banyak anggaran tidak menjadi sorotan. Bagaimana prilaku anggota dewan demikian arogan dan tidak malu-malu menolak perumahan yang menghabisan anggaran sampai ratusan juta, hanya karena dalih tidak memenuhi kelayakan.  Belakangan, malah meminta kenaikan anggaran untuk sewa perumahan.

Kondisi ini tentu bertolak belakang dengan apa yang selama ini dikampanyekan pemerintah dan angota dewan yang demikian getol/gencarnya menyuarankan penghematan anggaran. Bagaimana pun kebijakan ini dipandang efektif, setidaknya telah menyisakan permasalahan baru bagi masyarakat, di mana ruang mendapatkan kesempatan kerja semakin mengalami penyempitan.  Mengaharap  mendapatkan  pekerjaan di prusahaan swasta tidaklah mudah. Mengingat pertumbuhan prusahaan industri swasta yang ada di NTB, tergolong masih sangat minim.

Menjalankan usaha secara mandiri, selain tidak memiliki keterampilan, seringkali terbentur masalah permodalan.  Meski pemerintah telah menggelontorkan program Kredit Usaha Rakyat (KUR), banyak kalangan masyarakat mengakui, mekanisme peminjaman  yang terkesan berbelit-belit dan terlalu birokratis, menjadikan masyarakat malas untuk melakukan peminjaman.

Karena itu rasanya tidak ada celah bagi para pengamat praktisi pendidikan,  pemerintahan, maupun wakil rakyat,  menyalahkan sepenuhnya masyarakat, mahasiswa dan sarjana,  sebagai pribadi yang pemalas/tidak kreatif menciptakan lapangan pekerjaan, kalau peraturan dan iklim yang bisa menjadikan masyarakat lebih kreatif tidak mampu diciptakan pemerintah.

Pendidikan Keterampilan.
Pesatnya pertumbuhan angkatan kerja, yang tidak mampu dibarengi ketersedian lapangan pekerjaan yang memadai, mau tidak mau menuntut pemerintah dan pemegang kebijakan pendidikan agar  senantiasa bisa melakukan inovasi, mengelola dan mendisain sistem dan arah kebijakan pendidikan yang selain mampu melahirkan output yang berkarakter, juga memiliki keterampilan sebagai bekal ketika telah berada di tengah masyarakat.
Tidak bisa dipungkiri dari sekian persen lembaga pendidikan yang ada, hanya sebagian kecil yang sudah mengarah pada kurikulum pendidikan berbasis keterampilan. Kebanyakan lembaga pendidikan yang ada, terutama di NTB, dari tingkat paling bawah sampai sekelas lembaga pendidikan tinggi sekalipun, model pendidikan yang berlansung cendrung masih berkutat pada materi pembelajaran yang sifatnya teoritis dan hafalan, terkesan kaku dan monoton, karena dilakukan secara berulang-ulang pada setiap jenjang pendidkan.  

Ada beberapa mata pelajaran misalnya, pengajarannya bisa dipersingkat, yang isinya sebenarnya tidak terlalu jauh berbeda, semenjak diajarkan dari  Sekolah Dasar, sampai SMA. Materinya pun itu-itu saja, hanya mengulang-ulang teori dan pemahaman yang sama. Ini kemudian berdampak terhadap kesiapan mentalitas peserta didik ketika keluar dari lembaga pendidikan. kebanyakan peserta didik maupun mahasiswa ketika berada di tengah masyarakat merasa kelimpungan dan tidak siap berkompetisi mendapat/menciptakan lapangan kerja sendiri, hanya berbekalkan ijazah dan gelar kesarjanaan.

Kalau saja waktu tiga tahun dimanfaatkan melakukan pemberdayaan keterampilan, justru akan memberikan dampak lebih positif bagi keberlansungan hidup para peserta didik ke depannya. Pengamat social, Komarudin Hidayat dalam sebuah diskusi dengan salah satu anggota DPRI bidang pendidikan, yang diselenggarakan Metro TV, dalam acara Metro corner mengakui kalau sistem pendidikan sekarang  porsinya memang masih belum terlalu banyak mengarah pada pembentukan peserta didik yang terampil.

Kebijakan pemerintah memberlakukan moratorium PNS selain sebagai upaya pemerintah mengatasi defisit anggaran yang hampir mengalami kebangkrutan, khususnya NTB sejatinya sebagai sebuah isyarat /sinyal peringatan bagi pengamat, praktisi dan pemegang kebijakan pendidikan, melakukan evaluasi sistem pendidikan NTB dari orientasi pencari pekerja menjadi pencipta lapangan pekerjaan.  Salah satunya melalui pendidikan keterampilan.
Di NTB terobosan semacam ini sebenarnya sudah mulai dilakukan, baik yang diprakarsai pihak swasta maupun pemerintah, semenjak beberapa tahun terahir dengan mendirikan lembaga-lembaga kursus keterampilan yang tersebar di seluruh kabupaten kota, seperti Balai Latihan Kerja (BLK), di tambah dengan mendirikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), yang membekali siswa dengan berbagai keterampilan, yang nantinya diharapkan menjadi bekal siswa untuk hidup lebih mandiri.

Kurikulum pembelajaran pun tidak lagi berbicara banyak masalah teori dan hafalan semata, sebagaimana kebanyakan sekolah sederajat. Melainkan lebih pada praktik lapangan, supaya pada saat di lapangan siswa tidak mengalami kegamangan. Dalam perjalanannya meski sudah berlansung lama, dampak/efek dari kebijakan ini, tergolong masih belum terlalu maksimal manfaatnya terlihat dalam mengurangi angka pengangguran.

Selain iklim yang mendukung masyarakat untuk  tumbuh sebagai tenaga-tenaga terampil dan kreatif belum banyak tercipta, masih minimnya keinginan dan minat peserta didik masuk, mempelajari dan menekuni pendidikan keterampilan yang tersedia,  turut menjadi salah satu penghambat melahirkan tenaga-tenaga terampil di tengah masyarakat.

Persoalan lain adalah masih terfokusnya penerapan pendidkan keterampilan hanya pada lembaga pendidikan tertentu. Semestinya pendidikan keterampilan tidak hanya diberikan/ajarkan di BLK, atau SMK, namun bisa juga diajarkan di semua lembaga dan jenjang pendidikan sederajat, tentunya disesuaikan dengan standar dan tingkat kemampuan siswa. Dari hal paling sederhana semisal pendidikan disain grafis, menjahit, kaligrapi dan sederetan keterampilan lain, yang selain bernilai ekonomis tinggi, juga mendorong setiap orang lebih mandiri.

Kedepan  permasalahan yang  dihadapi pemerintah tentu tidak akan sama dengan sekarang, bahkan mungkin akan lebih kompleks, dan menguras banyak energi, kalau tidak pandai-pandai berinovasi dan mengambil tidakan antisipasi, melalui pembekalan pendidikan keterampilan kepada masyarakat, sebagai salah satu upaya/ikhtian pengentasan kemiskinan dan pengangguran. Semoga

Ayo Menulis