Menulis Sebagai Aktifitas Menyenangankan, Bukan Keterpaksaan

Budaya Nyongkolan dan Kemacetan Jalan


Budaya nyongkolan dalam tradisi masyarakat lombok merupakan suatu hal yang sudah tidak asing lagi kita saksikan. Hampir dalam setiap kesempatan acara merariq (pernikahan) terune dait dedare (pemuda dan wanita) acara nyongkolan senantiasa dilakukan. Bahkan akan tidak terasa apdol suatu acara pernikahan antara muda mudi tersebut manakala tidak dibarengi dengan acara nyongkolan

Karena nyongkolan selain dipandang sebagai sebuah tradisi, didalamnya juga melibatkan pertaruhan gengsi dan pencitraan diri pihak mempelai laki-laki di tengah masyarakat. Tidak heran kemudian terhitung semenjak mulai dari acara gawean sampai acara nyongkolan, kebanyakan masyarakat di Lombok sampai berani menghabiskan biaya mulai dari jutaan sampai puluhan juta rupiah.

Acara nyongkolan dalam banyak sisi juga mengandung nilai-nilai pendidikan yang cukup tinggi. Nyongkolan telah memupuk rasa solidaritas sosial diantara masyarakat, yang dapat semakin mempererat hubungan kekerabatan dan kekeluargaan diantara sesama warga masyarakat. Inilah yang kemudia menjadi salah satu alasan terkuat mengapa budaya nyongkolan senantiasa masih tetap diplihara dan dilaksanakan masyarakat dalam setiap acara pernikahan.

Tidak mengherankan, hampir dalam setiap kesempatan menjelang siang/petang, di sepanjang jalanan, acara nyongkolan akan selalu ada ditemukan, dan senantiasa menjadi tontonan yang menyenangkan. Namun di balik itu, tidak jarang mengundang banyak gerutuan/kekecewaan para pengguna kendaraan, karena mengalami kemacetan oleh kerumunan penonton dan iring-iringan mereka yang mengikuti acara nyongkolan.


Ditambah lagi dengan jumlah kendaraan yang hampir setiap harinya terus mengalami peningkatan, mengakibatkan kemacetan lambat laun semakin tidak terelakkan. Tercatat di sepanjang jalan, iring-iringan masyarakat yang melaksanakan nyongkolan terkadang tidak hanya satu iringan. Dalam waktu tertentu jumlahnya bisa mencapaia dua sampai tiga iring-iringan, dan tidak jarang mengakibatkan terjadinya kemacetan panjang hingga sekian kilo meter.


Ditambah ruas jalan yang lebarnya tidak seberapa, membuat kemacetan jalan semakin tidak karuan. Sehingga dalam sebuah kesempatan sempat beredar selentingan wacana bagaimana, kalau setiap masyarakat yang hendak melaksanakan acara nyongkolan, harus mengantongi izin dari pihak kepolisian. Malahan isu yang paling santer beredar, kalau akan diberlakukan fatwa haram terhadap acara nyongkolan. Karena selain dinilai seringkali mengakibatkan kemacetan jalanan, nyongkolan tidak jarang melalaikan orang dari menjalankan kewajiban.


Ya! Apapun alasan dan dalih pembenaran yang digunakan oleh sebagian kalangan dalam menilaia nyongkolan, sebagai salah satu penyebab kemacetan. Sebagai masyarakat yang senantiasa menjunjung tinggi nilai budaya dan kearifan lokal, kita semua tentu tidak sepakat, kalau berbagai selentingan statemen yang diwacanakan selama ini kemudian mengarah pada upaya pendiskriminasian budaya nyongkolan.
Karena sejatinya langkah semacam itu, bukan merupakan jalan yang dapat menyelesaikan permasalahan, tetapi justru bisa berpotensi menimbulkan kesalah pahaman diantara masyarakat.



Dari itu diperlukan langkah-langkah preventif, dengan mempertemukan berbagai pihak dan semua kalangan, mulai dari tokoh agama, adat, masyarakat dan aparat keamanan untuk duduk bersila secara bersama-sama mencari jalan alternatif dalam menyelesaikan persoalan ini secara bijaksana tanpa harus menimbulkan gesekan sosial diantara sesama masyarakat.
Yang tidak hanya bisa berdampak besar terhadap keberlansungan hubungan kekerabatan diantara sesama masyarakat, namun bisa mempengaruhi stabilitas politik/pemerintahan, yang dalam banyak sisi memegang peranan penting terhadap keberlansungan pemerintahan, termasuk menyukseskan agenda pembangunan yang sedang berlansung didaearah sekarang ini, dengan mulai beroprasinya bandaran internasional Lombok (BIL).



Kelancaran dan ketersedian infrastruktur jalan yang memadai menjadi pertaruhan besar bagi pemerintah NTB, kalau ingin berbagai agenda pembangunan diberbagai aspek yang sedang berlansung saat ini bisa memberikan hasil memuaskan, khususnya di bidang pariwisata dan kebudayaan sebagai salah satu aset potensial bagi sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Termasuk didalamnya budaya nyongkolan, sebagai salah satu ciri khas budaya local NTB.



Untuk itu, rasanya tidak ada celah atau alasan pembenaran kemudian untuk mengatakan apalagi menyalahkan budaya nyongkolan sebagai pemicu terjadinya kemacetan jalan. Sekarang ini yang terpenting adalah bagaimana pemerintah dan segenap lapisan masyarakat secara kreatif mampu mengelola berbagai potensi budaya di NTB. Selain menempatkannya sebagai budaya yang harus tetap diplihara kelestariannya.



Keberadaan budaya seperti nyongkolan juga harus mampu diberdayakan sebagai media promosi pariwisata dan kebudayaan local lainnya kepada setiap wisatawan asing yang berkunjung ke NTB, khususnya Lombok sebagai sentral transportasi udara bertarap internasional, tentu menjadi keistimewaan/berkah tersendiri bagi masyarakat setempat, untuk lebih cepat dikenal oleh setiap wisatawan yang berkunjung, mulai dari kultur budaya, keindahan alam hingga potensi ekonomi lain.



Kalau ini mampu dikelola/dimanfaatkan secara baik, dengan pesona keindahan alam yang ada sekarang ini, bukan tidak mungkin dua empat tahun kedepan NTB menjadi salah satu daerah favorit, tujuan berlibur bagi para wisatawan mancanegara sebagaimana daerah lainnya, seperti Denpasar Bali. Dimana iklim investasi dan pertumbuhan ekonomi dipastikan akan tumbuh pesat, yang muaranya bisa di pastikan akan semakin mempetebal pundi-pundi kekayaan Pemda dan pemkab Lombok Tengah.

Posting Komentar

Terimakasih telah mengunjungi blog saya, komentar positif dan bersifat membangun akan menjadi masukan dan perbaikan

Ayo Menulis