Menulis Sebagai Aktifitas Menyenangankan, Bukan Keterpaksaan

Gelar Kependidikan, Haruskah Jadi Beban?



googel
Ayomenulis. Dalam satu tahun terahir saya sempat jadi ajang curhatan beberapa teman maupun adik kelas semasa kuliah dulu yang telah merampungkan pendidikan pascasarjana (S2) maupun yang sekarang ini masih menempuh studi pascasarjana S2 semester ahir di sejumlah universitas ternama Yogyakarta maupun Jakarta. Menelpon dan bercerita bagaimana susahnya diterima menjadi tenaga pengajar di beberapa Perguruan Tinggi (PT) negeri maupun swasta di NTB

Pengakuan paling miris dari seorang teman kuliah satu jurusan dulu di Mataram dan tahun kemarin menuntaskan studi pascasarjana di salah satu universitas terkenal di Jakarta dengan predikat nilai amat baik. Dia mengaku sempat merasa frustasi, pasalnya berkas lamaran yang dimasukkan ke perguruan tinggi tempat dia menyelesaikan studi strata satu dulu, jangankan diterima mengajar, dilihat saja tidak pernah, cerita teman tersebut 

Beberapa hari lalu, secara tidak sengaja, saya juga sempat membaca percakapan dua orang di dinding facebook. Satunya laki dan baru saja wisuda, sementara satunya lagi masih mahasiswi semeter ahir. Mahasiswi membuat status tentang suasana hatinya yang sedang galau kepingin kuliner bareng dengan yang tersayang yang lulus mendapatkan beasiswa pascasarhana Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Kementerian Keuangan dan saat itu sedang mendapatkan pengayaan bahasa di Jakarta

Sementara mahasiswa, berbicara dengan sedikit berkeluh kesah tentang kegalauan suasana hatinya yang resah dan gelisah, bingung mau mengerjakan apa dan mau berbuat apa setelah wisuda, mau melanjutkan studi ke jenjang strata dua (S2) tidak ada biaya, mau mengajar tidak ada tempat, karena setiap sekolah swasta dan negeri tempat mengajukan lamaran tidak lagi menerima guru baru, karena sudah penuh. Ya mau gmn lagi curhat mahasiswa kepada mahasiswi

Cerita berbeda datang dari salah seorang teman yang bekerja sebagai staf tata usaha di salah satu perguruan tinggi swasta Mataram, bagaimana seorang dosen muda bergelar doktor marah-marah kepada mahasiswanya, lantaran minta diberikan kemudahan mendapatkan nilai, karena ingin segera wisuda

googel
Sambil bekecak pinggang, dosen muda bergelar doktor tersebut berkata, kamu ini enak sekali ya mau mendapatkan nilai dengan mudah untuk segera wisuda, kamu tidak tau, saya ini sudah kuliah bertahun-tahun dan menghabiskan biaya banyak untuk mendapatkan gelar doktor, semua sudah saya jual, mungkin bumi sama langit ini saja yang belum saya jual, hardik doktor muda tersebut dengan mata melotot, cerita teman tersebut menirukan bicara sang doktor muda kepada mahasiswa

Kisah mahasiswa dengan mahasiswi dan dosen muda bergelar doktor dengan mahasiswa tersebut, mungkin satu dari sekian kisah mahasiswa, kaum berpendidikan yang menghabiskan waktu, biaya dan tenaga menempuh pendidikan hingga jenjang tinggi sampai bertahun lamanya, tapi sekembali dari menempuh studi dengan gelar tinggi, tidak sedikit harus gigit jari, karena tidak kebagian tempat untuk mengabdi

Suatu kondisi dan kenyataan, bahwa gelar kependidikan dan selembar ijazah didapatkan dari lembaga pendidikan tidak selalu membawa keberuntungan dan bisa berbalik jadi beban, ketika gelar kependidikan yang didapatkan melalui perjuangan selama bertahun-tahun dengan waktu, biaya dan keringat bercucuran tersebut tidak mampu mengantarkan pemilik gelar pada tingkatan hidup dan status social diharapkan

Bukan bermaksud mau mengukur, membandingkan dan memposisikan pendidikan dari kacamata matrialistik, pekerjaan dan uang semata, tapi harus diakui bahwa seidealisme misi orang menempuh pendidikan di tengah persaingat hidup yang semakin gila_gilaan, muara ahir dari tujuan orang menempuh pendidikan, bahasa bodohnya, adalah mencari pekerjaan, status social, kebutuhan dan tuntutan kenaikan pangkat dan jabatan

Menempuh pendidikan atas dasar tuntutan keilmuan di era kompetisi dan persaingan mendapatkan pekerjaan dan penghidupan layak, mungkin hanya akan menjadi dongeng kehidupan yang hanya bisa ditemukan dalam bentuk buku-buku catatan. Tidak heran kebanyakan mahasiswa mencukupkan diri menempuh pendidikan sampai strata satu dan ingin lansung masuk dunia kerja

googel
Karena selain kemampuan keuangan untuk melanjutkan jenjang pendidikan tidak memungkinkan, dalam kenyataannya gelar kependidikan dan jenjang pendidikan tinggi juga tidak cukup menjanjikan seseorang mendapatkan penghidupan yang lebih baik

Karena memang harus diakui kebanyakan lembaga pendidikan tinggi terutama di Indonesia, khususnya di NTB, kurikulum diajarkan sifatnya masih berupa teori hafalan sedikit sekali bagaimana mengarahkan mahasiswa setelah keluar dari lembaga pendidikan selain memberikan gelar kependidikan juga membekali dengan keterampilan. 

Walhasil alih-alih mendapatkan penghidupan membahagiakan, gelar kependidikan disandang tidak sedikit harus jadi beban dan terjebak jadi sarjana pengangguran. Tidak heran baru semester bawah saja mahasiswa suda mulai dipusingkan dan dihantui ketakutan-ketakutan bagaimana masa depan, apa yang mesti harus dikerjakan setelah ijazah dan gelar kependidikan disandang

Rizki sudah diatur tuhan, Allah akan meninggikan derajat orang yang berilmu, kalau sudah berilmu tidak akan mengalami kesusahan itulah nasehat dan pelajaran yang kerap diajarkan para guru dan kaum berpendidik di sekolah-sekolah dan lembaga pendidikan lain, namu sekali lagi, zaman tidak pernah mundur ke belakang, tapi terus maju ke depan, beda zaman, beebeda pula kondisi dan kedaan. Kata orang bijak pintar saja tidak cukup jadi acuan, harus juga dibarengin dengan keterampilan

Kenyataannya mahasiswa, guru, dosen dan kaum berpendidikan bergelar profesor sekalipun menempuh pendidikan, motivasinya tidak lagi murni atas tuntutan keilmuan semata, melainkan lebih pada bagaimana dengan gelar kependidikan tersebut bisa mempercepat kenaikan kepangkatan, tunjangan dan persyaratan mendapatkan jabatan 

Setiap tahun ribuan bahkahkan ratusan ribu sarjana lulusan lembaga pendidikan perguruan tinggi negeri dan swasta dihasilkan dan saat ini sebagian besar di antaranya masih menganggur, karena sempitnya lapangan pekerjaan ditambah dengan kelompok masyarakat dengan jenjang pendidkan rendahan

googel
Belum lagi sarjana lulusan dari perguruan tinggi sempalan, yang cukup kuliah satu tahun atau senin selasa bisa dengan cepat mendapatkan gelar sarjana. Tidak terkecuali juga mereka yang dengan gelar master, doctor bahkan professor yang belakangan Jumlahnya juga semakin berjubelan dan tidak ketulungan dengan satu misi dan tujuan, mencari pekerjaan!

Jangan sampai kemudian Sarjana dengan gelar kependidikan yang seharusnya membawa perubahan, tapi setelah di masyarakat justru menjadi beban, menimbulkan kekacauan, tukang palak, menenteng proposal kegiatan dan melakukan penindasan dan penipuan sebagai jalan pelampiasan

Mengutif perkataan Lery Ellisen, seorang CEO Oracle Corp Amerika Serikat,  pada suatu kesempatan diundang memberi pidato pembukaan kelas 2000 Universitas Yale dan ‘diseret turun’ dari panggung sebelum menyelesaikan pidatonya, lantaran dianggap menjatuhkan mental sarjana lulusan universitas tersebut

Lulusan Yale University, saya minta maaf bila anda telah mengalami prolog seperti ini sebelumnya, namun saya ingin anda melakukan sesuatu untuk diri Anda semdiri. Tolong lihatlah sekeliling anda dengan baik. Lihatlah teman di sebelah kiri dan kanan anda. 

Sekarang pikirkan ini, 5 tahun dari sekarang, 10 tahun dari sekarang, bahkan 30 tahun dari sekarang, kemungkinannya adalah orang di sebelah kiri Anda akan menjadi pecundang. Orang di sebelah kanan anda juga akan jadi pecundang. Dan anda di tengah? Apa yang Anda harapkan? Pecundang, pecundang, cum laude pecundang.

Nyatanya ketika saya melihat ke hadapan saya sekarang, saya tidak melihat seribu harapan untuk masa depan yang cerah. Saya tidak melihat pemimpin masa depan dalam seribu industri. Saya melihat seribu pecundang. Anda kesal. Itu bisa dimengerti. Sudah dikatakan bahwa abad ke-20 adalah abad di mana gelar akademik dari universitas sangat penting, tapi tidak lagi di abad 21. Kecendrungan ini sudah dimulai di AS, Jepang, dan kemudian di seluruh dunia.


Posting Komentar

Terimakasih telah mengunjungi blog saya, komentar positif dan bersifat membangun akan menjadi masukan dan perbaikan

Ayo Menulis