Menulis Sebagai Aktifitas Menyenangankan, Bukan Keterpaksaan

NTB dan Guru Besar


Sekitar tahun 2010 lalu, saya pernah menyaksikan bagaimana sengitnya perdebatan teman aktivis NGO dengan seorang dosen bergelar doctor, yang kebetulan tercatat sebagai pejabat cukup penting salah satu PTN di Mataran, tentang masih minimnya kontribusi Perguruan Tinggi (PT) dalam mendukung program pembangunan yang dicanangkan pemerintah daerah NTB. “Bagaimana kami bisa memainkan peran di masyarakat kalau tidak di barengi dukungan dari pemerintah untuk mengaktualisasikan hasi-hasil penelitian kami”. Seloroh dosen tersebut diplomatis.

Sebagai lembaga tertinggi dunia pendidikan, kehadiran PT melalui sederetan ilmuan, pakar/ahli, khususnya yang telah menyandang predikat “guru besar” memiliki posisi dan tanggung jawab besar, mencakup berbagai sisi dan aspek kehidupan masyarakat. Bidang pendidikan, ekonomi, social budaya. Bidang pendidikan menempati posisi paling strategis guna mendukung agenda pembangunan yang berlansung di tengah masyarakat.


Pendidikan dan kesehatan seperti dua sisi mata uang. Dua sektor ini menjadi dasar penentu dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas dan menjadi fokus untuk meningkatkan indeks pembangunan manusia (IPM). Jika kualitas manusianya baik, diharapkan pembangunan masyarakat baik di perkotaan maupun pedesaan lebih baik dalam mencari solusi permasalahan. www.Kompas.com.


Standar penilaian lain yang menjadi tolak ukur IPM masyarakat suatu daerah dikatakan baik, apabila geliat pertumbuhan sektor ekonominya mengalami peningkatan. Selain faktor pendidikan dan kesehatan. di NTB, salah satu faktor IPM lamban mengalami perbaikan, karena tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat masih cukup memprihatinkan. Ini dibuktikan dengan banyaknya sebagian masyarakat yang masih hidup di bawah garis kemiskinan serta tingginya angka pengangguran.


Minim Kontribusi


Untuk itu pendidikan dan kesehatan tidak cukup menjadi kata kunci mendongkrak IPM masyarakat NTB. Sektor lain juga mutlak dibutuhkan, sebut saja sektor pertanian, peternakan dan perikanan sebagai salah satu urat nadi prekonomian masyarakat. Pengelolaan sektor-sektor ini tentu tidak bisa di bebankan di atas pundak pemerintah semata.


Dibutuhkan keterlibatan dan sentuha tangan-tangan kreatif dan memang ahli/faham melakukan pengelolaan. Sebagai jawaban atas permasalahan tersebut NTB sebenarnya cukup banyak bahkan sangat kaya akan sejumlah alhli dan pakar yang cukup mumpuni dan tidak diragukan kemampuannya di bidang tersebut, tersebar di beberapa PT negeri maupun swasta. Dari sekelas master, doctor hingga guru besar.


Sektor pertanian misalnya NTB memiliki PT yang di dalamnya terdapat sejumlah ahli dan pakar berpengalaman serta mumpuni menghasilkan banyak penelitian tentang pangan dan tanaman, bagaimana melakukan pemeliharaan, pengembangan hingga pembudidayaan tanaman, lahan pertanian. Pakar peternakan juga tidak kalah banyak jumlahnya yang tau dan faham tentang pemeliharaan, dan pengembangan ternak.

Demikian halnya bidang pendidikan. Pemerintah melalui kementrian pendidikan dan kebudayaan dan Pemprop NTB melalui dinas pendidikan pemuda dan olahraga dalam beberapa tahun terahir sedang gencar-gencarnya mengkampanyekan konsep “Pendidikan Karakter” stok Profesor dan doktor sebagai penyokong di PTN PTAIN dan PTAIS sudah tidak terhitung jumlahnya.


Logikanya keberadaan para pakar tersebut setidaknya mampu sedikit memperbaiki kualitas kehidupan masyarakat. Nyatanya banyak pakar, guru besar, hasil penelitian tidak mampu berkontribusi besar meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Masih saja misalkan terjadi surplus beras, busung lapar, nasib pahlawan pangan yang masih jauh dari kata “sejahtera”, kehidupan nelayan tetap saja masih berkubang dalam kemiskinan. Minimnya pengetahuan para peternak memelihara dan memasarkan hewan hasil peternakan, karena kurang mendapatkan penyuluhan maupun pembinaan. Prilaku remaja yang demikian bebas tanpa kontrol, dan bentrokan antar warga.

Lantas kemana pakar dan guru besar bidang pertanian, peternakan, perikanan, dan intlektual muslim yang makam keilmuannya terkenal cukup mumpuni? Dikemanakan ratusan hasil penelitian yang telah dihasilkan guru besar, kaum akademisi selama di PT?. seperti apa bentuk pertanggung jawaban moral terhadap keilmuan yang didapatkan?. Aktualisasi ratusan penelitian tersebut nyatanya kebanyakan masih berkutat pada tataran teoritis, dan belum banyak dirasakan manfaatnya oleh masyarakat dalam bentuk hasil nyata.


Kebanyakan kaum akademisi PT di NTB terlalu sibuk mengurus politik kampus, dari sekedar mengejar jabatan, hingga kesibukan mengurus kenaikan kepangkatan. Rutinitas semacam ini lambat laun menempatkan sejumlah pakar hingga guru besar, layaknya mahluk indipidual, yang demikian asing bagi likungan luar, jarang dipakai di tengah masyarakat. Kemampuan dimiliki cuma sebatas sebagai pengamat dan menghasilkan teori-teori.


Padahal keberadaan para pakar dan guru besar beserta hasil-hasil penelitian yang sudah dihasilkan kalau dikoneksikan dengan kondisi social ekonomi, budaya masyarakat dan beberapa program unggulan Pemda dari tingkatan Propinsi hingga Kabupaten Kota sebut saja Pijar, Bumi Sejuta Sapi (BSS), Visit Lombok Sumbawa (VLS) Sarjana membangun desa, Absano, Akino, Adono dan sederetan program unggulan lain, melalui tindakan nyata, akan menjadi kekuatan besar bagi Pemda NTB dalam mesukseskan program ungulan tersebut.

Kerjasama, dukungan dan penghargaan pemerintah akan hasil maupun kegitan penelitian yang dilakukan juga akan sangat menentukan sekaligus memberikan kesempatan bagi para peneliti NTB mengaktualisasikan keilmuan yang dimiliki dan ikut melibatkan mereka berperan serta mensukseskan setiap agenda-agenda pembangunan yang dicanangkan pemerintah kedepannya. Semoga














Posting Komentar

Terimakasih telah mengunjungi blog saya, komentar positif dan bersifat membangun akan menjadi masukan dan perbaikan

Ayo Menulis