Ayomenulis. Dalam ajaran islam, Bulan ramdhan merupakan salah satu bulan di antara sekian bulan paling diagungkan dan dimuliakan, sebagai bulan pengampunan bagi setiap pribadi umat islam dari segala dosa yang pernah dilakukan. Karena itu pada bulan suci ramadhan umat islam diharapkan senantiasa mampu menahan diri dari segala sesuatu yang dapat mengurangi pahala puasa, baik dalam kaitannya dengan ucapan, perbuatan dan tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari melakukan intraksi sosial di tengah masyarakat
Keistimewaan dan keutamaan lain dari bulan suci ramdhan adalah dimudahkannya segala doa dipanjatkan dikabulkan oleh Allah SWT. Untuk itu setiap umat Islam selama bulan suci ramadhan dianjurkan agar sesantiasa memperbanyak ibadah. Pengertian ibadah dalam hal ini tentu tidak sebatas mengandung makna fisik dan lisan, menjalankan ritual berupa menahan lapar, dahaga termasuk ucapan. Pemaknaan lain dari kata puasa yang berarti menahan diri tentu akan lebih terbukti secara nyata dalam bentuk tindakan, perbuatan, semangat dan etos kerja.
Dalam artian, dengan berpuasa semestinya tidak menjadikan semangat dan etos kerja setiap umas islam lantas menjadi kendor alias uring-uringan, terutama umat islam yang bekerja di sektor pelayanan publik instansi pemerintahan. Meski dalam keadaan berpuasa menahan lapar dan dahaga, menebar senyuman dengan kualitas layanan memuaskan selama memberikan pelayanan justru akan menjadi uji kelayakan, apakah puasa dijalankan mampu menempa setiap kita menjadi pribadi yang mampu menahan diri, serta keluar sebagai pemenang mengalahkan hawa nafsu dan perasaan.
Poin penting itulah yang menjadi salah satu tujuan besar di wajibkannya menjalankan ibadah puasa selama satu bulan penuh di bulan suci ramdahan. Kalau di instansi pemerintahan, dikenal Kementrian Pemberdayaan Aparatur Negaran dan Reformasi Birokrasi (Kemen PAN-RB), sebagai salah satu alat yang digunakan pemerintah melakukan pembinaan, kualitas sumberdaya manusia dan perbaikan kinerja PNS, melalui seperangkat aturan dan penegakan hukum buatan manusia.
Maka puasa ramadhan sebagai kewajiban yang menghubungkan lansung seorang hamba dengan Tuhan semestinya mampu menjadi medium melakukan reformasi menempa, membentuk dan menjadikan setiap pribadi Muslim sebagai pribadi yang satun, berkesesuaian antara ucapan, perbuatan dan tindakan, bukan karena unsur kepuraan atau sebatas menggugurkan kewajiban.
Sebab kalau motivasi melaksanakan ibadah puasa ramdhan masih diwarnai prilaku diluar yang sudah ditetapkan, sepantasnyalan puasa yang dilaksanakan perlu dipertanyakan, dan itu artinya masih ada hal yang tidak beres dan perlu diperbaiki dari orang yang berpuasa. Dalam salah satu haditsnya Nabi Muhammad SAW pernah bersabda, betapa banyak di antara umatku yang melaksanakan shalat dan puasa, tetapi tidak ada yang mereka dapatkan, kecuali rasa lelah, lapar dan dahaga.
Memaknai Puasa
Setiap bulan suci ramdhan tiba. Selalu ada kebijakan khusus yang dikeluarkan pemerintah terkait jam kerja PNS, yang mengalami pengurangan, baik di instansi pemerintahan maupun lembaga pendidikan. Kebijakan ini diberlakukan bukan tanpa alasan, mengingat di bulan suci ramadhan umat islam harus berpuasa menahan diri dari hal yang membatalkan termasuk rasa lapar dan dahaga. Kalau dipaksakan bekerja sesuai kebiasaan, ditakutkan bisa berpengaruh terhadap kualitas kerja dan kesehatan.
Alasan lain dikuranginya jam kerja PNS bisa jadi untuk lebih memberikan kesempatan kepada setiap PNS, terutama PNS dari kalangan umat Muslim, bisa menjalankan ibadah puasa selama bulan suci ramadhan secara lebih khusuk. Dengan harapan setiap PNS dan aparatur pemerintahan lain bisa lebih konsentrasi bekerja menjalankan fungsi sebagaimana mestinya memberikan pelayanan maksimal kepada masyarakat, tanpa harus bermalasan.
Meski pemerintah telah memberikan kompensasi khusus dengan mengurangi jam kerja selama bulan puasa, nyatanya kebijakan tersebut tidak terlalu memberikan dampak berarti mampu merubah prilaku malas sebagian besar PNS di lingkungan pemerintahan menjadi lebih disiplin. Hari pertama puasa ramadhan mulai dilaksanakan, sejumlah instansi pemerintahan ramai menjadi sorotan dan bahan pemberitaan sejumlah media.
Tentang prilaku malas dan kedisiplinan PNS masuk kerja selama bulan puasa, khususnya di hari pertama ibadah puasa dilaksanakan. Setiap tahun persoalan yang sama selalu terulang, dan tidak banyak mengalami perbaikan. Tidak tau apakah ini dilakukan sebagai bentuk upaya menjaga kehusukan puasa dijalankan, atau memang karena faktor kemalasan semata. Teguran hingga ancaman sangsi berat dari pimpinan tidak pernah dihiraukan dan tinggal sekedar ancaman.
Sebagai bulan dimuliakan, penuh ampuanan dan mengandung banyak keistimewaan, menjalankan ibadah puasa selama bulan suci ramadhan memang tidak cukup sekedar menjalankan kewajiban berupa menahan diri dari rasa lapar dan dahaga. Untuk mampu mendapatkan keistimewaan dan kemuliaan tersebut juga dibutuhkan ketenangan, rasa nyaman termasuk kehusuan. Itulah mungkin menjadi alasan mengapa setiap bulan puasa tiba, pemerintah selalu memberlakukan kebijakan pengurangan jam kerja bagi para PNS.
Tapi bukan berarti, hal tersebut harus dijadikan sebagai alasan pembenaran bagi stiap PNS bermalasan menunaikan kewajiban. Kedisiplinan etos kerja, kesesuaian antara ucapan dan tindakan/perbutan justru akan memiliki nilai ibadah lebih mulia di hadapan Tuhan di bandingkan berpuasa sekedar menahan diri dari rasa lapar dan dahaga. itulah esensi dari ramadhan
Ibadah dalam kaitannya dengan kehidupan masyarakat juga bisa dimplemntasikan dengan mengedepankan kepekaan sosial, sifat empati, toleransi, saling menghargai tanpa membeda-bedakan serta kesiapan kerelaan hati untuk mau saling memberi dan berbagi dengan sesama yang membutukan pertolongan, lebih-lebih bagi mereka yang sedang mengalami kesusahan. Ituah sesungghnya makna paling substansi dibalik kewajiban menjalankan ibadah puasa.
Keistimewaan dan keutamaan lain dari bulan suci ramdhan adalah dimudahkannya segala doa dipanjatkan dikabulkan oleh Allah SWT. Untuk itu setiap umat Islam selama bulan suci ramadhan dianjurkan agar sesantiasa memperbanyak ibadah. Pengertian ibadah dalam hal ini tentu tidak sebatas mengandung makna fisik dan lisan, menjalankan ritual berupa menahan lapar, dahaga termasuk ucapan. Pemaknaan lain dari kata puasa yang berarti menahan diri tentu akan lebih terbukti secara nyata dalam bentuk tindakan, perbuatan, semangat dan etos kerja.
Dalam artian, dengan berpuasa semestinya tidak menjadikan semangat dan etos kerja setiap umas islam lantas menjadi kendor alias uring-uringan, terutama umat islam yang bekerja di sektor pelayanan publik instansi pemerintahan. Meski dalam keadaan berpuasa menahan lapar dan dahaga, menebar senyuman dengan kualitas layanan memuaskan selama memberikan pelayanan justru akan menjadi uji kelayakan, apakah puasa dijalankan mampu menempa setiap kita menjadi pribadi yang mampu menahan diri, serta keluar sebagai pemenang mengalahkan hawa nafsu dan perasaan.
Poin penting itulah yang menjadi salah satu tujuan besar di wajibkannya menjalankan ibadah puasa selama satu bulan penuh di bulan suci ramdahan. Kalau di instansi pemerintahan, dikenal Kementrian Pemberdayaan Aparatur Negaran dan Reformasi Birokrasi (Kemen PAN-RB), sebagai salah satu alat yang digunakan pemerintah melakukan pembinaan, kualitas sumberdaya manusia dan perbaikan kinerja PNS, melalui seperangkat aturan dan penegakan hukum buatan manusia.
Maka puasa ramadhan sebagai kewajiban yang menghubungkan lansung seorang hamba dengan Tuhan semestinya mampu menjadi medium melakukan reformasi menempa, membentuk dan menjadikan setiap pribadi Muslim sebagai pribadi yang satun, berkesesuaian antara ucapan, perbuatan dan tindakan, bukan karena unsur kepuraan atau sebatas menggugurkan kewajiban.
Sebab kalau motivasi melaksanakan ibadah puasa ramdhan masih diwarnai prilaku diluar yang sudah ditetapkan, sepantasnyalan puasa yang dilaksanakan perlu dipertanyakan, dan itu artinya masih ada hal yang tidak beres dan perlu diperbaiki dari orang yang berpuasa. Dalam salah satu haditsnya Nabi Muhammad SAW pernah bersabda, betapa banyak di antara umatku yang melaksanakan shalat dan puasa, tetapi tidak ada yang mereka dapatkan, kecuali rasa lelah, lapar dan dahaga.
Memaknai Puasa
Setiap bulan suci ramdhan tiba. Selalu ada kebijakan khusus yang dikeluarkan pemerintah terkait jam kerja PNS, yang mengalami pengurangan, baik di instansi pemerintahan maupun lembaga pendidikan. Kebijakan ini diberlakukan bukan tanpa alasan, mengingat di bulan suci ramadhan umat islam harus berpuasa menahan diri dari hal yang membatalkan termasuk rasa lapar dan dahaga. Kalau dipaksakan bekerja sesuai kebiasaan, ditakutkan bisa berpengaruh terhadap kualitas kerja dan kesehatan.
Alasan lain dikuranginya jam kerja PNS bisa jadi untuk lebih memberikan kesempatan kepada setiap PNS, terutama PNS dari kalangan umat Muslim, bisa menjalankan ibadah puasa selama bulan suci ramadhan secara lebih khusuk. Dengan harapan setiap PNS dan aparatur pemerintahan lain bisa lebih konsentrasi bekerja menjalankan fungsi sebagaimana mestinya memberikan pelayanan maksimal kepada masyarakat, tanpa harus bermalasan.
Meski pemerintah telah memberikan kompensasi khusus dengan mengurangi jam kerja selama bulan puasa, nyatanya kebijakan tersebut tidak terlalu memberikan dampak berarti mampu merubah prilaku malas sebagian besar PNS di lingkungan pemerintahan menjadi lebih disiplin. Hari pertama puasa ramadhan mulai dilaksanakan, sejumlah instansi pemerintahan ramai menjadi sorotan dan bahan pemberitaan sejumlah media.
Tentang prilaku malas dan kedisiplinan PNS masuk kerja selama bulan puasa, khususnya di hari pertama ibadah puasa dilaksanakan. Setiap tahun persoalan yang sama selalu terulang, dan tidak banyak mengalami perbaikan. Tidak tau apakah ini dilakukan sebagai bentuk upaya menjaga kehusukan puasa dijalankan, atau memang karena faktor kemalasan semata. Teguran hingga ancaman sangsi berat dari pimpinan tidak pernah dihiraukan dan tinggal sekedar ancaman.
Sebagai bulan dimuliakan, penuh ampuanan dan mengandung banyak keistimewaan, menjalankan ibadah puasa selama bulan suci ramadhan memang tidak cukup sekedar menjalankan kewajiban berupa menahan diri dari rasa lapar dan dahaga. Untuk mampu mendapatkan keistimewaan dan kemuliaan tersebut juga dibutuhkan ketenangan, rasa nyaman termasuk kehusuan. Itulah mungkin menjadi alasan mengapa setiap bulan puasa tiba, pemerintah selalu memberlakukan kebijakan pengurangan jam kerja bagi para PNS.
Tapi bukan berarti, hal tersebut harus dijadikan sebagai alasan pembenaran bagi stiap PNS bermalasan menunaikan kewajiban. Kedisiplinan etos kerja, kesesuaian antara ucapan dan tindakan/perbutan justru akan memiliki nilai ibadah lebih mulia di hadapan Tuhan di bandingkan berpuasa sekedar menahan diri dari rasa lapar dan dahaga. itulah esensi dari ramadhan
Ibadah dalam kaitannya dengan kehidupan masyarakat juga bisa dimplemntasikan dengan mengedepankan kepekaan sosial, sifat empati, toleransi, saling menghargai tanpa membeda-bedakan serta kesiapan kerelaan hati untuk mau saling memberi dan berbagi dengan sesama yang membutukan pertolongan, lebih-lebih bagi mereka yang sedang mengalami kesusahan. Ituah sesungghnya makna paling substansi dibalik kewajiban menjalankan ibadah puasa.
2 komentar
gak hanya pns, yg bermalas2an di bulan apapun, gak hanya ramadhan, dilarang. apalagi malas2an untuk tidak saling blogwalking, membaca dan berkomentar di blog orang lain. malas macam ini juga dilarang. mestinya ramadhan dijadikan pemicu untuk lebih semangat berkarya. mengritisi dan berpartisipasi di blogsphere lombok
he....he...sepakat gan, memang kedermawanan ramdhan juga semestinya harus tetap di dilanjutkan pas selesai lebaran, biar kesannya tidak sebatas tradisi tahunan, selesai lebaran, orang kebaikan itu hilang. kan gmn
Posting Komentar