Masalah
moral, masalah ahlak, biar kami cari sendiri, urus saja moralmu, urus saja
ahlakmu, peraturan yang sehat yang kami mau (Iwan
Fals, “Manusia Setengah Dewa”)
googel |
Bagi para penikmat lagu, terutama lagu-lagu
bernuansa kritik social, petikan lirik lagu di atas mungkin sudah tidak asing
lagi terdengar. Lagu yang didendangkan musisi legendaris, Iwan Fals, yang
karya-karyanya tidak pernah mati dimakan waktu, tetapi tetap hidup dan mampu
menginspirasi banyak orang, mulai dari lagu bertemakan cinta sampai lagu bernuansakan
kritik social
Petikan lagu “manusia setengah dewa” juga
menginspirasi penulis tentang situasi lembaga pendidikan, terutama Perguruan
Tinggi (PT) yang dalam beberapa tahun terahir semakin ramai saja menjadi
sorotan dan bahan perbincangan, mulai dari prestasi hasil penelitian, kasus
korupsi, gugatan, arena pertarungan perebutan jabatan hingga kasus pencabulan.
PT hampir tidak pernah sepi dari kegaduhan (Baca, Pendidikan Kita Miskin Keteladanan)
Kasus dugaan pelecehan seksual dan pencabulan terhadap
mahasiswi oleh dosen Konseling Bimbingan Islam (KBI) Fakultas Dakwah, Institut
Agama Inslam Negeri (IAIN) Raden Intan Lampung Ibrahim semakin menambah riuh
dunia pendidikan terutama PT sebagai bahan perbincangan dan pembicaraan
masyarakat, dari pembicaraan bernada pujian sampai bernada cacian dan cemoohan
Kasus pencabulan dan pelecehan seksual oleh
dosen di lingkungan PT memang bukan baru pertama kali terjadi, kasus di IAIN
Raden Intan Ibrahim hanya satu dari sekian kasus pencabulan yang pernah terjadi
di banyak PT Indonesia, termasuk PT di NTB, dengan modus yang tidak jauh
berbeda
Berkedok bimbingan skripsi, beasiswa, nilai
ujian, dan jabatan dipegang oknum dosen dan pejabat kampus dengan leluasa dan
bebasnya berpetualang mengibuli mahasiswi, mulai dari membangun hubungan
kedekatan, rayuan hingga pemaksaan. Mahasiswi sudah pasti menjadi incaran
paling menggiurkan
pelangiku |
Terkuaknya beberapa kasus pencabulan dan
pelecehan seksual di lingkungan PT seakan ingin membuktikan bahwa prilaku
amoral tidak hanya dilakukan oleh mereka (penghibur) di tempat hiburan dan
jalanan, tapi juga bisa ditemukan dibalik gedung dan simbol kehormatan bernama
lembaga pendidikan
Di NTB sendiri kasus
dugaan pelecehan seksual yang melibatkan dosen sekaligus pejabat penting di
lingkungan PT negeri islam sempat mengemukan dan ramai menjadi pembicaraan
masyarakat, tapi sikap rector yang tidak tegas dan terkesan melindungi, dosen
bersangkutan bisa dengan bebas kembali melenggang masuk lingkungan kampus,
setelah sebelumnya sempat dinonaktifkan
Mengutif petikan percakapan pemeran utama film
ninja asasin yang melakukan perlawanan terhadap sang guru, karena dinilai melakukan tidakan sewenang-wenang, “Kelemahan
dan kebodohan melahirkan penindasan , kepintaran dan kekuasaan melahirkan
penindas
Petikan percakapan pemeran dalam film ninja
asasi tersebut sebetulnya juga berlaku di lembaga pendidikan terutama PT. Kepintaran,
kekuasaan, kewenangan, pangkat dan jabatan seringkali menjadikan sebagian dosen pengajar
dan pejabat kampus melakukan tindakan sewenang-wenang melanggar norma, nilai
dan kemuliaan ajaran pendidikan
Buah
Jatuh Tidak Akan Jauh Dari Pohonnya
googel |
Kewibawaa, berilmu dan berwawasan menjadi
jualan yang menjadikan sebagian mahasiswa terutama masiswi baru bisa tidak
berdaya di bawah kuasa wacana aktivis kampus. Tidak berlebihan mahasiswi,
ketika sadar menjadi korban petualangan aktivis kampus, demikian menaruh
kebencian dan hanya bisa uring-uringan meratapi kesalahan yang pernah dilakukan
googel |
Tapi tidak sedikit pula, keilmuan, pangkat, jabatan
dan kekuasaan akademis telah membentuk intelektual kampus di lingkungan PT menjadi pribadi
penindas dan melakukan tindakan yang bertentangan dengan nilai pendidikan
Momentum peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) semoga saja
tidak sekedar acara seremonial melaksanakan apel pagi, acara baris berbaris menggunakan
seragam, symbol dan atribut pendidikan semata.
Spirit Hardiknas bisa menjadi momentum merenungkan kembali hakekat
pendidikan, sebagaimana yang dikatakan sang guru pendidikan Kihajar Dewantara,
bahwa pendidikan bertujuan “memanusiakan manusia” bukan malah menjadikan mereka
(pelajar) layak sapi perahan yang hanya bisa meniru, membeo dan membebek
sebagaimana dikatakan ilmuan Paulo Freir dalam bukunya “Kapitalisme
Pendidikan”. Semoga
Posting Komentar