Pakar ekologi Universitas Mataram (Unram), Wayan Suane mengatakan dari 40 spesies burung yang pernah ada dan hidup di kawasan tumbuhan mangrove rawa air asin Gili Meno, Kabupaten Lombok Utara (KLU), Nusa Tenggara Barat (NTB) sepuluh spesies di antaranya sudah tidak bisa ditemukan lagi, salah satu di antaranya burung belibis, yang dulunya merupakan burung dengan spesies paling banyak dan muda ditemukan. Sekarang tidak satupun tersisa.Hal tersebut disebabkan karena mulai terganggunya tumbuhan mangrove di sekeliling rawa air asin, sebagai tempat hidup dan berkembang biak.
“Dulu sewaktu pertamakali datang ke Gili Meno, khususnya kawasan rawa air asin, melakukan penelitian tentang burung bersama mahasiswa sekitar tahun 2006, tumbuhan mangrove disekeliling rawa masih sangat lebat, bahkan untuk bisa menjangkau rawa cukup susah, pinggiran pantai dari dalam rawa juga tidak bisa terlihat, suara kicauan burung juga cukup riuh di sepanjang tumbuhan mangrove” terangnya, Senin (20/1).
Sekarang, kondisi disekitar rawa maupun tumbuhan mangrove sudah mengalami perubahan cukup drastis. Tumbuhan mangrov sudah banyak berkurang, termasuk spesies burung yang hidup di tumbuhan mangrov sekitar rawa juga mulai berkurang. Hasil penelitian terahir pada 2013 kemarin, mengenai jumlah spesies burung di kawasan rawa air asin, hanya tersisa tinggal 30 spesies kata Wayan.
“Sangat di sayangkan memang, kalau sampai tumbuhan bakau di kawasan rawa air asin terus dibabat tanpa kendali, selain merusak lingkungan, juga merusak habitat berbagai spesies burung yang ada saat ini. Untuk itu berbagai upaya terus kita lakukan termasuk dengan mendorong kesadaran masyarakatakan memelihara kelestarian lingkungan, melalui pelatihan dan penyuluhan, program menanam pohon mangrove bagi pelajar di kawasan rawa maupun sekitar pantai, sehin tertanam rasa cinta akan alam”.
Lebih lanjut Wayan Suane menambahkan, menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat, kata Wayan tidak melulu harus dengan membangun bungalow atau hotel, tapi bagaiman potensi wisata yang ada bisa dikembangkan sebagai ekowisata, aikon, industri tanpa asap, kalau yang lain membutuhkan lahan dan biaya besar, ekowisata bisa memberikan keuntungan cukup dengan menjaga lingkungan tetap lestari, yang akan menarik minat wisatawan berkunjung. Dari sisi edukasi kita dapat, dari sisi ekowisata juga dapat, termasuk sisi pelestarian lingkungan
“Memelihara dan menjaga kelestarian lingkungan tentu tidak bisa kami lakukan sendiri, peran serta dan partisipasi masyarakat, aktivis dan orang-orang yang peduli akan kelestarian lingkungan termasuk teman media sangat dibutuhkan untuk terus melakukan kampanye penyelamatan lingkungan dan habitat yang hidup di dalamnya”
“Dulu sewaktu pertamakali datang ke Gili Meno, khususnya kawasan rawa air asin, melakukan penelitian tentang burung bersama mahasiswa sekitar tahun 2006, tumbuhan mangrove disekeliling rawa masih sangat lebat, bahkan untuk bisa menjangkau rawa cukup susah, pinggiran pantai dari dalam rawa juga tidak bisa terlihat, suara kicauan burung juga cukup riuh di sepanjang tumbuhan mangrove” terangnya, Senin (20/1).
Sekarang, kondisi disekitar rawa maupun tumbuhan mangrove sudah mengalami perubahan cukup drastis. Tumbuhan mangrov sudah banyak berkurang, termasuk spesies burung yang hidup di tumbuhan mangrov sekitar rawa juga mulai berkurang. Hasil penelitian terahir pada 2013 kemarin, mengenai jumlah spesies burung di kawasan rawa air asin, hanya tersisa tinggal 30 spesies kata Wayan.
“Sangat di sayangkan memang, kalau sampai tumbuhan bakau di kawasan rawa air asin terus dibabat tanpa kendali, selain merusak lingkungan, juga merusak habitat berbagai spesies burung yang ada saat ini. Untuk itu berbagai upaya terus kita lakukan termasuk dengan mendorong kesadaran masyarakatakan memelihara kelestarian lingkungan, melalui pelatihan dan penyuluhan, program menanam pohon mangrove bagi pelajar di kawasan rawa maupun sekitar pantai, sehin tertanam rasa cinta akan alam”.
Lebih lanjut Wayan Suane menambahkan, menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat, kata Wayan tidak melulu harus dengan membangun bungalow atau hotel, tapi bagaiman potensi wisata yang ada bisa dikembangkan sebagai ekowisata, aikon, industri tanpa asap, kalau yang lain membutuhkan lahan dan biaya besar, ekowisata bisa memberikan keuntungan cukup dengan menjaga lingkungan tetap lestari, yang akan menarik minat wisatawan berkunjung. Dari sisi edukasi kita dapat, dari sisi ekowisata juga dapat, termasuk sisi pelestarian lingkungan
“Memelihara dan menjaga kelestarian lingkungan tentu tidak bisa kami lakukan sendiri, peran serta dan partisipasi masyarakat, aktivis dan orang-orang yang peduli akan kelestarian lingkungan termasuk teman media sangat dibutuhkan untuk terus melakukan kampanye penyelamatan lingkungan dan habitat yang hidup di dalamnya”
2 komentar
Halo Bung Turmuzi, senang membaca tulisan Anda Kembali. Membaca nama dosen Unram Wayan Suana dalam tulisan di atas apakah dia alumnus Universitas Udayana berasal dari kota Tabanan?
halo juga mbak, bagaimana kabar, lama gk saling sapa ya, kurang tau juga dia alumni mana, pi yang jelas nama wayan kn biasanya dari bali
Posting Komentar