Silahkan
gunakan hak pilih anda!, satu suara anda sangat menentukan nasib bangsa dan
daerah!. Kurang lebihnya demikianlah salah satu bunyi iklan layanan masyarakat
yang kerap disampaikan Komisi Pemilihan Umum (KPU) melalui media, menjelang
Pemilu dan Pemilukada dilangsungkan, sebagai salah satu bentuk sosialisasi
sekaligus himbauan kepada masyarakat menggunakan hak pilihnya, memilih kepala
daerah sesuai dengan keinginan.
Demikian
halnya yang dilakukan KPU NTB, menjelang pemilihan Gubernur dan wakil Gubernur
13 Mei mendatang, sosialisasi melalui sejumlah media masa mulai gencar
dilakukan, mengenai peraturan, mekanisme dan tatacara cara dalam pemulukada,
termasuk berupa himbauan kepada segenap lapisan masyarakat, menggunakan hak
pilihnya dan tidak memilih Golput.
Himbauan
tersebut selain dihajatkan sebagai upaya mendorong masyarakat menentukan calon
kepala daerah lima tahun mendatang, secara demokratis dan sesuai hati nurani,
sejatinya juga sebagai salah satu bentuk dorongan moral KPU kepada segenap
lapisan masyarakat untuk ikut berpartisipasi memeriahkan perhelatan pesta
demokrasi Pilkada yang diselenggarakan KPU, dengan menggunakan hak pilih
masing-masing, dan tidak mejadi Golongan Putih (Golput).
Mengingat,
salah satu persoalan paling sulit dihindarkan, sekaligus menjadi pekerjaan
musiman KPU yang tidak kunjung mampu dientaskan sampai saat ini, adalah masih
berlansung dan tumbuh suburnya fenomena Golput di tengah masyarakat. Golput
menjelang suksesi Pemilukada dilangsungkan dipastikan sudah pasti ada ditemukan
di tengah masyarakat, khususnya kalangan masyarakat menengah ke atas.
Bagi
sebagaian besar masyarakat menengah keatas, pilihan Golput terkadang dilakukan,
bukan karena persoalan ketidaktauan mapun kurangnya informasi didapatkan.
Pilihan Golput justru tidak jarang dilakukan atas kesadaran dan pertimbangan
rasional sebagai pilihan. Ini dilakukan sebagai bentuk perlawanan, rasa frustasi dan krisis kepercayaan masyarakat
terhadap kualitas kepemimpinan calon kepala daerah, merealisasikan aspirasi
masyarakat mengentaskan kemiskinan, pengangguran dan melakukan percepatan dan
pemerataan pembangunan.
Baik yang
sudah maupun hendak maju mencalonkan diri sebagai kepala daerah pada Pemilukada
yang hendak dilangsungkan. Sementara bagi masyarakat kalangan bawah, meski
tidak dipungkiri Golput juga dilakukan karena faktor mulai memudarnya
kepercayaan masyarakat terhadap kualitas dan kapasitas jiwa kepemimpinan calon
kepala daerah menjadi pertimbangan utama, juga sebagiab besarnya disebabkan
karena arus informasi dan sosialisasi dilakukan KPU di tingkat masyarakat bawah
tergolong minim.
Fenomena
Golput cendrung dilakukan karena faktor pemahaman/pengetahuan sebagian besar
masyarakat mengenai informasi, tatacara, termasuk mekanisme pemilukada tergolong
masih lemah. Parahnya, untuk pemilih yang berdomisili di plosok pedesaan dan
perkampungan, sosialisasi dan pengarahan mengenai tatacara pencoblosan terkadang
seringkali dilakukan panitia pemungutan suara (PPS) menjelang hari pencoblosan.
Sehingga
kalau berbicara soal efektivitas, jelas tidak tidak akan mampu memberikan
pemahaman secara maksimal kepada masyarakat. Mengingat informasi termasuk iklan
berupa himbauan dan ajakan kepada masyarakat menggunakan hak pilihnya pada
pelaksanaan pemilukada dilangsungkan, yang disampaikan melalui media tidak
sepenuhnya mampu menjangkau segenap lapisan masyarakat, melainkan hanya
sebagian kecil kelompok masyarakat.
Segencar
dan sehebat apapun KPU melakukan sosialisasi, memasang iklan layanan
masyarakat, kalau hanya melalui media masa, tidak akan mampu menjawab beberapa persoalan
di tengah masyarakat, khususnya masyarakat kalangan bawah. Terbukti persolan Golput,
kertas suara batal termasuk masalah daftar pemilih tetap (DPT) seringkali
menjadi persoalan di lapangan, membuka peluang terjadinya praktik kecurangan
dan memicu sejumlah calon melakukan gugatan.
Pola
sosialisasi melalui media masa yang digunakan KPU selama ini memang terbuti
terdapat berbagai kelemahan. KPU sebagai pihak yang dipercaya dan paling
bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pemilukada, dalam melakukan sosialisasi
dan menyampaikan informasi kepada masyarakat, tidak semestinya hanya bertumpu
melalui pemanfaatan media masa semata, melainkan juga mesti menggunakan cara
lain.
Termasuk
dengan menggandeng sejumlah tokoh pemuda, agama, masyarakat termasuk semua
prangkat pemerintahan mulai dari tingkat Kabupaten, Kecamatan, prangkat desa
hingga kepala dusun (Kadus) mengkampanyekan pemilukada damai, menghimbauan
masyarakat menggunakan hak pilihnya, dan tidak Golput. Sehingga berbagai
informasi mengenai seputar pemilu maupun
pemilukada akan cepat sampai di tengah masyarakat, dengan tenggang waktu sebelum
suksesi pelukada dilangsungkan.
Melakukan
sosialisasi, penyampaian informasi, ikut mengawasi jalannya pelaksanaan
pemilukada dan mencegah terjadinya praktik kecurangan memang tidak bisa
dibebankan di atas pundak KPU semata, melainkan menjadi tanggung jawab bersama
segenap lapisan masyarakat, tanpa terkecuali calon kepala daerah, tim
pemenangan, simpatisan dan partai politik sebagai pihak yang terlibat dan
berkepentingan di dalamnya.
Posting Komentar