Beberapa
minggu lalu, saya sempat berdiskusi dengan beberapa aktivis senior, yang juga
tercatat sebagai akademisi di salah satu perguruan tinggi (PT) NTB terkait
suksesi pemilukada Cagub Cawagub NTB, yang akan dihelat bulan mei 2013
mendatang. Dimana dalam pandangan dan dari hasil pengamatan dilakukan, kalalau
pelaksanaan pemilu Cagub Cawagub tahun ini kelihatan biasa. Tidak ada yang istimewa
dan tidak pula semeriah pemilu tahun sebelumnya.
Berbeda
dengan pemilu Cagub Cawagub tahun sebelumnya, jangankan menjelang suksesi
pemilukada dilansungkan, jauh beberapa bulan sebelum pelaksaan pemilu
berlansung sambutan dukungan, antusiasme dari segenap lapisan masyarakat, mulai
dari kalangan politisi, birokrasi pemerintahan, sampai masyarakat pelosok
perkampungan sekalipun demikian
besar, dari pojok ruang perkantoran,
warung makan, hingga tempat tongkrongan.
Diskusi
dan perbincangan dilakukanpun tidak jarang berujung dengan perdebatan, mengenai
seperti apa dan bagaimana seharusnya kriteria calon dipandang cakap, dan bisa
diharapkan membawa perubahan di tengah masyarakat, melalui visi misi dibawakan
calon yang dijagokan, termasuk perbincangan soal strategi pemenangan, dan upaya
dilakukan mendapatkan jabatan
Sementara
pemilukada Cagub Cawagub tahun ini justru nampak berlansung biasa, jarang
misalkan ditemukan kelompok masyarakat berbicara banyak siapa dan bagaimana
calon diinginkan, suasana yang nampak ke permukaan, khususnya dikalangan
masyarakat bawah, justru seakan memperlihatkan kalau tidak akan ada agenda
besar apapun dilansungkan di NTB, berupa pemilu Cagub Cawagub.
Riuh
rendah, gegap gempita dan antusiasme masyarakat menyambut pesta Pilgub, yang
dulunya demikian besar, belakangan seakan memudar dan hilang tenggelam di
tengah sikap apatis sebagian masyarakat, yang nampak sudah mulai merasa letih,
entah karena kesibukan rutinitas pekerjaan, sikap pesimisme perjuangan
masyarakat yang tidak kunjung terbebas dari kubangan kemiskinan maupun sikap
ketidakpercayaan masyarakat terhadap kinerja pemerintah
Merealisasikan
program kerja yang pernah dijanjikan, memberantas kemiskinan, pengangguran dan
melakukan pemerataan pembangunan, kekecewaan masyarakat terhadap pemerintah
yang terlalu sibuk melakukan pencitraan, atas capaian keberhasilan program
unggulan dicanang melalui iklan dan banyaknya penghargaan didapatkan,
ketimbang turun lansung ke lapangan
mendengarkan aspirasi dan keinginan masyarakat
Fenomena
tidak lazim ini, seakan menjadi pertanda, kalau tingkat keiinginan masyarakat
untuk ikut berpartisipasi, menggunakan hak pilihnya pada Pilgub NTB bulan mei
mendatang akan mengalami penurunan, dan tidak menutup kemungkinan akan lebih
memilih menjadi golongan putih (Golput). Meski kecendrungan ini belum
sepenuhnya terbukti, dan masih baru sebatas prediksi.
Dari
gejala yang ada, kemungkinan, mengambil pilihan sebagai Golput, oleh sebagian
masyaratak, kalau tidak segera disikapi bukan tidak mungkin akan bisa terjadi.
Meski memang fenomena Golput menjelang pemilu di tengah masyarakat sejatinya
sudah semenjak lama terjadi, dan bukan merupakan hal baru. Fenomena Golput,
selain disebabkan faktor tingkat kesadaran masyarakat ikut berpartisipasi
menggunakan hak pilih tergolong rendah.
Pilihan
Golput sejatinya merupakan bagian dari protes besar masyarakat yang tidak lagi
percaya dengan kinerja pemerintah mengemban amanah dan mendengarkan aspirasi
masyarakat, Golput juga dilakukan masyarakat sebagai pilihan, karena belum
menemukan calon pemimpin, sesuai dengan kriteria dinginkan, memiliki kepekaan serta
mampu mengatasi setiap persoalan di tengah masyarakat
Golput
menjelang pemilu hampir selalu terjadi. Pada pemilukada Cagub Cawagub tahun
ini, tingkat Golput di tengah masyarakat, bukan tidak mungkin akan bertambah.
Namun yang pasti fenomena Golput, tidak sepenuh disebabkan faktor kurangnya
kesadaran masyarakat semata, tapi pastinya ini merupakan bagian dari kegagalan
terbesar partai politik (Parpol) dalam memberikan pendidikan politik kepada
masyarakat
Sebagian
besar parpol justru lebih disibukan dengan kepentingan internal partai, ketimbang
kepentingan masyarakat, dan nampaknya memang sengaja membiarkan masyarakat
tetap berada dalam keterbelakangan, hanya diposisikan sebagai sapi perahan
mendapatkan kekuasaan menjelang suksesi pemilu dilangsungkan. Kalau sudah
begitu wajar saja fenomena Golput tetap berlansung dan pada saatnya nanti akan
mencapai puncaknya.
Mengembalikan
kepercayaan masyarakat, ditengah sikap aptisme sebagian masyarakat yang sudah
demikian tinggi terhadap kinerja pemerintah, memang bukan perkara mudah,
apalagi dengan tingkat rasionalitas masyaraka sekarang sudah demikian tinggi. Sikap
konsisten merealisasikan visi misi dan janji politik sewaktu melakukan kampanye.
Rajin
turun melakukan dialog dan mendengarkan aspirasi masyarakat secara lansung,
justru akan lebih dihargai masyarakat, karena manfaatnya bisa dirasakan secara
lansung, mampu mengundang simpati masyarakat terhadap kepala daerah
bersangkutan, untuk bisa terpilih pada pemilukada selanjutnya, ketimbang
menghabiskan anggaran memasang baliho disepanjang jalan, dan iklan pencitraan
di koran.
1 komentar :
saya mau bertanya dan minta bantuanya donk mas Turmuzi,tentang "Fenomena Golput pada pemilih pemula pada pemilihan gubernur nusa tenggaa barat Tahun 2008"...saya di yogyakarta,n ini tugas dari dosen,saya ksulitan skli mencari bahanya dan saya telah mengotak-atik website pemda2 NTB tp ttp tdak prnh di update informasinya....kmohon bantuanya mas..?? lokada dalam bentuk jurnal gak apa2... lok da kirmn ya ke email ni :"hamzahamir45@gmail.com"
Posting Komentar