Beberapa
hari lalu, seorang teman secara iseng memposting gambar koran di group BlackBerry dengan berita utama berjudul
tahun 2015 wartawan yang masih bujang siap-siap dipecat. Meski tulisa tersebut
sekedar iseng, tapi setidaknya telah mengundang respon dan komentar beragam
dari anggota group lain.
Respon
paling santer berupa kritikan tajam datang dari anggota yang masih bujang, mengenai
keberanian mengambil keputusan untuk menikan, dengan pertimbangan belummemiliki rumah sebagai tempat tinggal dan penghasilan/gaji yang sampai sekarang
dinilai masih terbilang rendah
Memiliki
rumah dengan harga murah, mungkin hampir menjadi harapan, impian, cita-cita dan
dambaan setiap orang. Lebih-lebih bagi mereka yang berasal dari kelompok
masyarakat kalangan menengah ke bawah, dengan tingkat penghasilan rendah, yang
sampai sekarang terpaksa harus tersandra menempati rumah kontrakan dan
kos-kosan
Kata
rumah murah, secara sepintas memang kedengaran indah, menggugah selera dan
hasrat setiap mereka yang belum memiliki termpat tinggal, termasuk ribuan
bahkan ratusan juta masyarakat kepala keluarga (KK), buruh dan pekerja kasar, sampai
sekarang terpaksa harus menempati rumah kontrakan, dan sebagian lagi harus
tinggal menempati rumah kumuh berjejalan di daerah pinggiran bantaran kali dan
kolong jembatan
Kota
Mataram, termasuk Kota yang hampir sebagian besar masyarakatnya hidup dengan
kondisi permukiman cukup memperihatinkan, kumuh dan tidak layak huni, terutama
bagi kelompok masyarakat yang bermukim di daerah pinggiran dan bantaran kali di
Kota Mataram, dengan dinding bedek dan beratapkan seng seadanya
Meski
Pemkot Mataram telah berupaya mengatasi persoalan tersebut, melalui program
bedah rumah bagi masyarakat miskin, termasuk dengan membangun rumah susun sewa
murah (Rusnawa), tapi program tersebut belum sepenuhnya maksimal mengatasi
permasalahan rumah kumuh dan membantu masyarakat bisa memiliki dan menikmati
rumah layak huni
Program
kebijakan pemerintah berupa pembangunan Rusnawa termasuk program bedah rumah tidak
pernah bisa terlepas dari kebijakan berbau politis dan nepotisme. Sehingga
seringkali program tersebut tidak tepat sasaran dan memberikan hasil maksimal,
sebagai solusi mengatasi persolan rumah kumuh dan membantu masyarakat
mendapatkan rumah layak huni, sebagaimana diharapkan.
Subsidi Silang
Membantu
masyarakat kalangan menengah ke bawah termasuk kelompok masyarakat dengan
tingkat penghasilan rendah bisa menikmati dan mendapatkan rumah murah dan layak
huni, selai melalui program bedah rumah dan pembangunan Rusnawa, juga bisa
dilakukan melalui kerjasama dengan sejumlah perusahaan pengembang perumahan
yang ada di NTB, khusunya Kota Mataram
Bentuk
kerjasama dilakukan, bisa saja melalui
pemberian subsidi silang kepada para pengembang, supaya mau membangun perumahanmurah dan layak huni bagi masyarakat. Kalau mau berbicara mengenai efektif dan
efektivitas, program rumah murah melalui subsidi silang sesunggunya lebih
efektif memberikan hasil maksimal, dengan jangkauan penerima manfaat lebih besar
Subsidi
silang tersebut dilakukan dengan menyediakan sejumlah lahan kepada pihak
pengembang, sementara pihak pengembang membangun perumahan di atas lahan yang
sudah disediakan pemerintah, dengan harga murah dan layak huni bagi masyarakat
kurang mampu dan berpenghasilan menengah ke bawah.
Selain
melalui kebijakan subsidi silang, pembangunan rumah muran dan layak huni bagi
masyarakat juga bisa dilakukan Pemda NTB maupun Pemkot Mataram dengan mengatur
dan membatasi izin penguasaan lahan bagi perusahaan pengembang perumahan melalui
aturan izin mendirikan bangunan (IMB) dan hak guna bangunan (HGB)
Celah
tersebut bisa digunakan untuk melakukan negoisasi atau membicarakan kesepakatan
barter antara pemerintah dengan para pengembang, bahwa untuk bisa mendapatkan
izin penguasaan lahan lebih luas, maka separuh lahan tempat mendirikan
perumahan tersebut, harus mau disisihkan
untuk membangun rumah murah. Dengan demikian persoalan rumah murah dan layak
huni bagi masyarakat, sedikit tidak mampu dipenuhi
Posting Komentar