Menulis Sebagai Aktifitas Menyenangankan, Bukan Keterpaksaan

Loteng dan Warisan Birokrasi Yang Kebablasan


Loteng
Besarnya usia dan seringny terjadi pergantian pucuk kepemimpinan dalam tubuh organisasi pemerintahan ternyata tidak serta merta menjadi jaminan sebuah daerah mengalami banyak perbaikan. Beberapa daerah yang beberapa kali bahkan berulang kali mengalami pergantian kepala daerah, nyatany tidak kunjung keluar dari kondisi keterpurukan terutama menyangkut tata klola manajemen organisasi pemerintahan daerah secara transparan dan profesional.

Mungkin sudah menjadi hukum alamiah dan berketetapan dalam setiap diri manusia. Beda orang, berbeda pula bentuk, karakter sifat mapun prilaku. Demikian halnya dalam hal kepemimpina. Beda kepala berbeda pula cara pandang dan kemampuan dalam mengelola dan menjalankan roda organisasi pemerintahan, dan berbeda pula program dan kebijakan yang dijalankan.

Belum tuntas program yang dicanangkan kepala daerah sebelumnya, muncul lagi program dari kepala daerah yang baru. Walhasil model pemerintahan macam ini berpotensi terjadinya saling tumpang tindih kebijakan. Inilah salah satu penyebab pembanguna sebuah daerah seringkali mengalami kondisi stagnan alias jalan di tempat, pelayanan dan sistem manajemen birokrasi  yang tidak profesional dan seringnya terjadi defisit anggaran. Factor gengsi dan sentimen politik bisanya paling dominan dikedepankan  

Terbukti Dari sekian kepala daerah yang pernah memegang pucuk pimpinan di tingkatan Propinsi dan Kabupaten Kota di NTB. Praksisi tehitung semenjak masa pemerintahan berlansung hingga ahir pemerintahan, belum ada satupun kepala daerah yang tidak terganjal dengan masalah, dan selalu menyisakan masalah. Kabupaten Lombok tengah(Loteng) masa pemerintahan H. L. Wira Atmaja dengan Suprayitno contohnya.

Tercatat dalam masa  pemerintahan kedua pasangan ini pembangunan Loteng berjalan stagnan, tidak ada prestasi yang terlalu bisa di banggakan. APBD Loteng lebih banyak dihamburkan untuk program yang sesungguhnya tidak memiliki relevansi dengan kepentingan masyarakat. Praktik nepotisme berlansung tumbuh subur. Mutasi dan prekrutan pegawai dilakukan tanpa mempertimbangkan kebutuhan dan ketersedian anggaran daerah.

Kasusu membeludaknya Tenaga Harian Lepas (THL), aksi mogok petugas kebersihan Kota Praya dan demonstrasi ribuan tenaga honorer meminta diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) menjadi bukti betapa warisan birokrasi kedua pasangan ini demikian bobrok. APBD lebih besar terkuras untuk belanja birokrasi dan menggaji pegawai dan karyawan. Puncaknya pada tahun anggaran 2010 pasca pasangan H. M. Suhaili. FT dan H. L. Normal Suzana dilantik menjadi Bupati APBD Loteng mengalami difisit anggara hingga 20%.

Mimpi besar pasangan bupati Lombok tengah H.M. suhaili FT dan H.L. Normal Suzana  mewujudkan masyarakat Loteng beriman, sejahtera dan bermutu atau yang biasa disingkat Loteng Bersatu nampaknya akan banyak menemui rintangan alias tidak akan mampu berjalan maiq meres sebagaimana yang diharapkan. Terhitung  semenjak masa pencalonan,  sampai dilantik ahir tahun 2010 lalu, pasangan maiq meres tidak pernah terlepas dari terpaan masalah beruntun secara bertubi-tubi.

Mulai dari isu miring soal skandal perempuan, mekanisme pencalonan dinilai cacat hukum, yang sempat menimbulkan ketegangan antara masa pendukung calon incomben H.L. Wira Atmaja yang menuntut pasangan bupati terpilih Suhaili-Normal dinonaktifkan dengan masa pendukung bupati terpilih. Meski pada ahirnya mampu diredam dengan dimentahkannya gugatan H.L. Wira Atmaja atas pasangan maiq meres, pada tingkat banding, oleh Mentri Dalam Negeri (Mendagri) di Mahkamah Agung.

Lolos dari gugatan hukum atas keabsahannya sebagai bupati dan wakil bupati Loteng. Lantas tidak serta merta membuat pasangan ini bisa bernafas lega. Belum genap satu tahaun kepemimpinannya berlansung, mereka harus siap dihadapkan kembali dengan persoalan tidak kalah pelik,  menguras konsentrasi melaksanakan program kerja yang sesungguhnya lebih substansi untuk ditunaikan. Warisan birokrasi pemerintahan bupati sebelumnya, ternyata telah menyisakan masalah baru bagi pasangan maiq-meres dalam masa kepemimpinan mereka, yang baru setahun berjalan

Masalah tenaga harian lepas (THL), tenaga honorer, dan kebersihan kota dalam beberapa bulan terahir hampir setiap hari menjadi sorotan media, menuntut segera dituntaskan Pemkab Loteng. Meski cukup membebani, persoalan yang dihadapi sekarang ini, bisa jadi merupakan peluang, sekaligus tantangan pasangan maiq-meres menjalani uji kelayakan, kecerdikan dan kepatutan kualitas kepemimpinan menjalankan roda birokrasi pemerintahan.

 Perlu Penataan
Kasus membeludaknya THL dan tenaga honorer di lingkungan pemkab Loteng, meski menjadi pembelajaran bagi kepala daerah yang memimpin Loteng saat ini, untuk tidak secara gegabah mengangkat pegawai secara sembarangan, tanpa melalui mekanisme yang sudah ditetapkan . Selain menyalahi prosedur dan bertentangan dengan perundangan mengenai pengangkatan, perekrutan tenaga honorer, kontrak maupun Pegawai Negeri Sipil yang sudah diatur dan ditetapkan dalam undang-undang.

Pengambilan kebijakan yang dilakukan secara sembarangan, tanpa melalui kajian, bukannya menciptakan perbaikan bagi tata klola birokrasi pemerintahan, justru  semakin membuka peluang terjadinya ketidakteraturan dan keterpurukan pengelolaan anggaran. Boleh jadi anggaran yang seharus dicanangkan untuk pemberdayaan masyarakat, program pembangunan sarana dan yang menyangkut kepentingan umum, berupa pembangunan infrastruktur, wabil khusus infrastruktur jalan, akan mengalami pengurangan.  

Akibat ketidak mampuan pemkab dalam mengelola anggaran, belum lagi tingkat kemampuan pemkab mengelola sumber daya yang ada bagi pemasukan PAD tergolong masih sangat lemah. Sementara ongkos untuk membiayi birokrasi dan belanja pegawai pemerintahan setiap tahunya terus mengalami pembengkakan. 

Lemahnya kemampuan pemkab Loteng mengelola maupun menambah pemasukan terhadap pundi-pundi APBD, ketidak teraturan dalam pengelolaan anggaran pada sisi lain, juga tidak terlepas dari latar belakang setiap kepala daerah, menyangkut kapasitas dan kualitas kepemimpinan selama memegang tampuk pemerintahan.

Posisi strategis Loteng yang dijadikan sebagai kawasan ekonomi khususu dengan keberadaan BIL, Mandalika Resor dan kampus IPDN benar-benar harus dimanfatkan pemkab loteng melakukan gebrakan mempercepat pembanguna, khususnya bidang SDM sebagai salah satu ikhtiar mendongkrak ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

Keberanian melakukan gebrakan pembangunan, pengambilan kebijakan secara tepat sasaran dan pembenahan internal birokrasi mutlak dibutuhkan, guna mewujudkan masyarakat Loteng Bersatu. Pertanyaan seberapa besar keberanian pemkab Loteng sekarang ini berani keluar dari logika politik balas jasa, menempatkan pejabat sesuai kapasitas bukan berdasarkan kedekatan apalagi transaksi money politik.

Posting Komentar

Terimakasih telah mengunjungi blog saya, komentar positif dan bersifat membangun akan menjadi masukan dan perbaikan

Ayo Menulis